Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Sulut

Populasi Babi di Sulut Besar, Karantina Pertanian Imbau Semua Pihak Waspada African Swine Fever

Berdasarkan data dari BPS Tahun 2020 populasi babi Sulut menempati posisi ke empat terbanyak di tanah air yakni  mencapai 400 ribu ekor.

Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Rizali Posumah
Istimewa.
Para pihak terkait di Sulut patut mewaspadai masuknya African Swine Fever (ASF) yang bisa menyerang populasi ternak babi. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Merebaknya kembali penyakit yang diduga African Swine Fever (ASF) di beberapa wilayah Indonesia seperti Manokwari dan Berau, Kalimantan Timur tentu menjadi perhatian bagi peternak babi di Sulawesi Utara (Sulut).

Pasalnya, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2020 populasi babi Sulut menempati posisi ke empat terbanyak di tanah air yakni  mencapai 400 ribu ekor.

Penyakit ASF pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 2019 melalui  Sumatera Utara,  lalu dilaporkan menyebar ke daerah lain.

Walaupun tidak bersifat zoonosis atau menular ke manusia, namun virus tersebut sangat ganas karena dapat menyebabkan kematian hingga 100 persen pada babi.

Sifat virusnya yang tahan terhadap lingkungan sehingga media penularnya juga banyak.

Selain melalui babi dan produk turunannya, virus ini dapat menular melalui pakan, alat transportasi, pekerja kandang, alat-alat pada kandang dan lain sebagainya.

"Posisi Sulut saat ini sudah terkepung oleh  daerah wabah ASF termasuk juga ancaman penyebaran dari negara tetangga kita, Filipina," kata Kepala Karantina Pertanian Manado, Donni Muksydayan Saragih melalui keterangan persnya, di Manado, Kamis (17/6).

Hal yang sama juga disampaikannya saat menjadi salah satu narasumber pada dialog intraktif  bersama RRI Manado.

Ia  menambahkan bahwa kewaspadaan harus ditingkatkan lagi mengingat banyak warga Sulut yang mengantungkan ekonominya dari sektor tersebut.

Masih menurutnya, belajar dari kasus ASF di negara lain, ada beberapa faktor yang menyebabkan masuknya ASF ke Indonesia yaitu pemasukan daging babi dan produk babi lainnya baik impor, domestik dalam negeri.

Begitu juga berasal dari sisa katering transportasi internasional baik dari laut maupun udara yang masuk dari negara atau daerah yang sedang wabah ASF dimana kebanyakan tidak dibuang namun diolah kembali menjadi pakan ternak, jelasnya.

Selain Donni, hadir sebagai narasumber lainnya adalah Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Sulut drh Hanna O. Tioho serta Ketua Asosiasi Peternak Babi Sulut Gilbert Wantalangi.

"Langkah efektif dalam mencegah terjadi ASF adalah melalui penerapan biosekuriti dan manajemen peternakan babi yang baik serta pengawasan yang ketat dan intensif juga tentunya kontribusi pemerintah dalam hal ini Karantina Pertanian dan Dinas-dinas terkait," kata Gilbert Wantalangi.

Untuk meningkatkan kewaspadaan, seluruh dinas di kabupaten maupun kota terus aktif melakukan sosialisasi ke peternak babi yang ada di Sulut.

"Kami juga menghimbau kepada peternak agar  membatasi atau melarang masuk ke kandang tamu yang datang dari luar Sulut," jelas Hanna.

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved