Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Organisasi Papua Merdeka

OPM Klaim Minta Presiden Datang Berunding Selesaikan Konflik, Jubir: Bukan Kirim TNI-Polri

OPM ajukan perundingan untuk selesaikan konflik pemerintah Indonesia bukan dengan TNI-Polri.

Penulis: Frandi Piring | Editor: Frandi Piring
(Istimewa)
Jubir Organisasi Papua Merdeka (OPM) Sebby Sambom sebut upaya perundingan untuk menyelesaikan konflik. 

Surat tersebut dikeluarkan pada 27 April 2021 dari Kantor Pusat perjuangan bangsa Papua, Markas Besar OPM TPNPB Victoria.

Dikutip dari CNN Indonesia, Sebby Sambom menyambut baik keinginan Presiden Joko Widodo terkait penyelesaian kknflik Papua tak bisa dilakukan hanya dengan senjata.

Bahkan kata Sebby, pihaknya telah lebih dulu menggaungkan perundingan jauh sebelum Jokowi mengatakan hal tersebut melalui Menko Polhukam Mahfud MD.

"Kami sudah ajukan perundingan untuk selesaikan konflik bersenjata antara Pasukan TPNPB-OPM dan Pemerintah Indonesia,

bukan dengan TNI/Polri," kata Sebby Sambom seperti yang dikutip dari CNNIndonesia.com yang dikirim melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Selasa (15/6).

Juru bicara OPM, Sebby Sembom.
Juru bicara OPM, Sebby Sembom. (Foto: SuaraPapua.com)

4 Poin sejarah konflik Papua

Bila ditarik kebelakang, tutur Hasanuddin, ada empat poin sejarah awal kemelut di Papua berdasarkan penelitian sejumlah lembaga survei termasuk LIPI.

Pertama, kata dia, soal persepsi terkait referendum Papua tahun 1960an.

Sebagian masyarakat Papua, imbuhnya, meyakini bahwa referendum masih belum selesai.

"Padahal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menolak rencana referendum Papua,

dan memutuskan Papua merupakan bagian dari Indonesia yang tidak bisa diganggu gugat.

Jadi permasalahannya adalah persepsi masyarakat," ujarnya.

Kemudian yang kedua, masih ada diskriminasi terhadap masyarakat Papua, meski kondisi sekarang jauh lebih baik dibanding 25 tahun lalu.

Ketiga, adanya traumatis sebagian masyarakat Papua akibat diterapkannya belasan kali Operasi Militer di zaman orde baru.

"Keempat adalah kegagalan otonomi khusus (otsus) di Papua.

Triliunan rupiah bahkan puluhan triliun digelontorkan dari Jakarta, tapi hanya dinikmati elit.

Tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat Papua masih seperti itu saja," ucap politikus PDI Perjuangan ini.

Setelah itu, kata Hasanuddin, munculah Organisasi Papua Merdeka (OPM).

OPM ini sebenarnya adalah separatis atau pemberontak bersenjata.

(Tribunmanado.co.id/Tribun All Network)

Sumber: Tribun Manado
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved