Pdt Stephen Tong
Pesan Pdt Stephen Tong Untuk Milenial Manado: Stop, Eksporlah Hamba Tuhan
Manado adalah tempat yang kerap dikunjungi Stephen Tong. Dalam setiap khotbahnya di Manado, Tong kerap mengatakan hal ini.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
Pada tahun 1996 Pdt. Tong mendirikan Reformed Institute for Christianity and 21st Century di Washington D.C., Amerika Serikat.
Ia dikenal sebagai pengritik keras gerakan Karismatik, New Age Movement, Postmodernisme, Seni kontemporer, psikologi, budaya Barat, budaya Timur, filosofi, dan Teologi Kemakmuran.
Sebagai pendeta, ia memiliki pengetahuan luas di bidang seni, musik, filsafat, sejarah, dan arsitektur.
Ia telah menulis banyak lagu gereja, menulis banyak buku rohani dan merancang beberapa bangunan gereja.
Seminar-seminarnya diadakan di berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya; dan di kota-kota mancanegara seperti di Cambridge (Massachusetts Institute of Technology), Hong Kong (China Graduate School of Theology), Taiwan (China Evangelical Seminary),
Singapura (Trinity Theological College), Westminster Theological Seminary, Regent College, Columbia University, University of California at Berkeley, Stanford University, University of Maryland, dan Cornell University. Ia menyampaikan kotbah dalam bahasa Indonesia, Mandarin, dialek Fujian, dan Inggris.
Pendidikan
Stephen Tong memperoleh gelar Bachelor Degree in Theology dari Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT) di Malang, Indonesia, di mana ia kemudian melayani di fakultas dan mengajar teologi dan filsafat selama 25 tahun.
Pada tahun 1985, Stephen Tong dianugerahi gelar doktor kehormatan dalam kepemimpinan dalam penginjilan Kristen dari La Madrid International Academy of Leadership di Manila, Filipina.
Pada bulan Mei 2008, ia menerima gelar kehormatan Doctor of Divinity dari Westminster Theological Seminary, Philadelphia, USA.
Karier musik
Selain sebagai pendeta, Dr. Tong juga dikenal sebagai salah satu konduktor musik.
Sejak kecil, ia memiliki sensitivitas yang sangat tinggi terhadap segala bentuk seni, termasuk musik, lukisan, arsitektur, dan seni pahat.
Ia mengamati dan mempelajari seni-seni tersebut sejak kecilnya secara otodidak.
Ia telah menciptakan musik sejak usia 16 tahun dan memimpin oratorio sejak umur 17.
Sejak saat itu, ia telah memimpin oratorio dan musik gerejawi baik di Seminari Alkitab Asia Tenggara maupun gereja-gereja yang ia layani.