Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Seleksi Kepegawaian di KPK

75 Pegawai KPK Tak Lolos TWK Lakukan Perlawanan, Berharap Dapat Keadilan di Mahkamah Konstitusi

Sebanyak 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) terus melakukan perlawanan

Editor: Aswin_Lumintang
(KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN)
Novel Baswedan, satu di antara 75 Pegawai KPK yang tidak lolos TWS 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Sebanyak 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) terus melakukan perlawanan terhadap keputusan pimpinan KPK dengan Ketua Firli Bahuri.

Perlawanan terakhir 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dalam asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yaitu dengan mengajukan uji materi atau Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (2/6/2021).

Baca juga: INILAH Uang Hadiah yang Akan Diterima Tim Peserta Euro 2020, Mulai dari Fase Grup Hingga Juara

Para pegawai yang diwakili sembilan pegawai sebagai pemohon mengajukan uji materi atas Pasal 69 B dan 69 C UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang mengatur tentang alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Ketua KPK Firli Bahuri
Ketua KPK Firli Bahuri (Istimewa)

"Pada hari ini kita mendaftarkan JR ke MK," kata salah seorang perwakilan para pegawai, Hotman Tambunan, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (2/6/2021).

Hotman menjelaskan alasan pihaknya mengajukan uji materi ke MK.

Dikatakannya, melalui uji materi ini, pihaknya berharap MK menafsirkan mengenai prosedur alih status pegawai menjadi ASN yang benar.

Hal ini lantaran, pimpinan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) selama ini menafsirkan sendiri mengenai maksud alih status tersebut.

Baca juga: BMKG Ingatkan Warga Terkait Badai Tropis Choi-Wan, Berpotensi Hujan Lebat di Kalimantan Barat

Baca juga: HARI ini Kamis 3 Juni 2021 Lima Zodiak ini Akan Bernasib Sial, Ada yang Perlu Waspada, Emosi Meledak

Padahal, MK merupakan penjaga dan penafsir akhir konstitusi.

Apalagi, dalam pertimbangan putusan uji materi UU KPK sebelumnya, MK telah menegaskan proses alih status pegawai menjadi ASN tidak boleh merugikan para pegawai.

"Kami berpikir supaya jangan menjadi bola liar di masyarakat kita bawalah ke MK. Karena kita menyadari mereka, para hakim MK adalah para negarawan yg memahami konsep dan filosofi dasar wawasan kebangsaan," katanya.

Hotman menyatakan, dengan menggunakan TWK, BKN telah memonopoli alat ukur kesetiaan pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

Padahal, dalam proses pencalonan presiden dan wakil presiden hingga kepala daerah saja cukup dengan surat pernyataan setia kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika cukup dengan pernyataan setia.

Untuk itu, kata Hotman, jika BKN meyakini TWK dapat menjadi alat ukur yang valid dalam mengukur kesetiaan warga negara sudah sepatutnya, TWK diterapkan kepada para pejabat dan penyelenggara negara.

"Kemudian kami ingin melihat apa yang dimaksud tentang kebangsaan. Apakah yang dimaksud kebangsaan itu pandai pidato tapi melanggar kode etik atau orang-orang yang berjuang untuk memberantas korupsi, orang-orang yang memenuhi aturan, orang-orang yang bayar pajak. Maka nanti kita lihat di sidang MK," katanya.

Pasal 69B ayat (1) UU KPK menyatakan, pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, penyelidik atau penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak Undang-Undang ini berlaku dapat diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved