Seleksi Kepegawaian di KPK
Mardani Ali Sera Sebut Novel Baswedan Berprestasi, Fadli Zon: Tinjau Ulang, Ini Kecurigaan Praktisi
Status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terus menuai protes banyak kalangan.
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terus menuai protes banyak kalangan.
Apalagi KPK melanjutkan dengan menonaktifkan 75 pegawainya, yang diketahui tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Seperti diketahui, TWK ini diadakan sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menarik memang, karena di dalam 75 pegawai itu, nama penyidik senior Novel Baswedan ikut dinonaktifkan.

Keputusan KPK ini pun mendapat banyak kritikan dari banyak kalangan.
Dari, politikus partai seperti Fadli Zon dan Mardani Ali Sera hingga pengamat hukum Hariz Azhar.
Padahal sebelumnya, KPK sudah diterpa isu pertanyaan TWK-nya yang dinilai janggal.
Berikut Tribunnews rangkum kritikan dari poltikus hingga pengamat soal 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan, dikutip dari berbagai sumber:
1. Mardani Ali Sera Sebut Aneh: Seolah Ada Kejar Tayang
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyebut penonaktifan 75 pegawai KPK itu aneh.
Sebab, keputusan penonaktifan itu keluar di tengah polemik soal-soal di TWK dipertanyakan.
Baca juga: Hikmah di Balik Larangan Mudik 2021 Kita Jadi Pemenang Lindungi Orang-orang Tercinta Kita
Baca juga: Siapa Itu Hamas? Dibentuk Khusus Bebaskan Palestina dari Israel, Memerintah di Jalur Gaza
Hal itu diungkapkannya melalui keterangan video di akun Twitternya, @MardaniAliSera, Rabu (12/5/2021).
"Ada apa dengan KPK sekarang?. Penonaktifan Novel Baswedan dan kawan-kawan yang 75 orang ini aneh, ketika kualitas Tes Wawasan Kebangsaan dipertanyakan."
"Baik landasan, prosedur sampai kepada konten. Ternyata dinontaktifkan," ucapnya.
Padahal menurutnya, KPK tak banyak memiliki penyidik dengan kualitas yang mumpuni.
Ia menyebut seolah ada kejar tayang dalam penonaktifan 75 pegawai KPK itu.
"Kita tahu jumlah penyidik KPK tidak banyak, yang berkualitas lebih tidak banyak lagi."
"Kenapa seolah ada kejar tayang agar kelompok ini segera tidak memiliki prestasti di KPK ?," jelas anggota Komisi II DPR RI itu.
Mardani mengajak masyarakat untuk tetap mengawal dan menjaga KPK sebagai lembaga independen dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Termasuk juga, didukung pegawai KPK terbaik seperti Novel Baswedan.
"Kita jaga KPK untuk menjadi institusi yang berpestasi dicintai dengan semangat memberantas korupsi, dengan kinerja terbaik, '' ujarnya.
"Didukung pegawai-pegawai terbaik termasuk Novel baswedan dan kawan-kawan," pungkasnya.
2. Fadli Zon: Sebaiknya Ditinjau Ulang agar Tak Timbulkan Kegaduhan Baru
Politikus Partai Gerindra Fadli Zon memberi komentarnya atas penonaktifan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Fadli Zon, keputusan penonaktifan ini seharusnya ditinjau ulang.

Hal itu lantaran agar tak menimbulkan kegaduhan baru dan spekulasi yang timbul di tengah masyarakat.
"Sebaiknya surat penonaktifan ditinjau ulang agar tak menimbulkan kegaduhan baru n spekulasi bermacam-macam," tulisnya melalui akun Twitter, @FadliZon, Selasa (11/5/2021).
Anggota DPR itu mengatakan, pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN itu menyangkut hal administratif.
Sehingga tak ada kaitannya dengan kapasitas hingga integritas seorang pegawai KPK.
"Bagaimanapun transisi pegawai KPK ke ASN harusnya dilihat sebagai transformasi status administratif bukan menyoal kapasitas kapabilitas atau integritas," tambah Fadli.
Baca juga: Aksi Saling Serang Palestina-Israel Makan Korban, Komandan Senior Hamas Tewas
Baca juga: Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Rayakan Idul Fitri 2021 Tanpa Ditemani Anak, Menantu dan Cucu
3. Haris Azhar Menduga Firli Bahuri Punya Masalah Pribadi dengan Pegawai KPK yang Dinonaktifkan
Praktisi hukum Haris Azhar ikut meradang saat mengetahui 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dinonaktifkan.
Menurut Haris, tes alih status pegawai KPK menjadi ASN ini tidak profesional dan tidak memenuhi tata kelola yang baik dalam sebuah pemerintahan.
Hal itu terbukti dengan berbagai pertanyaan yang muncul dalam tes menimbulkan polemik karena tidak ada kaitannya dengan pegawai KPK.
Aktivis HAM ini pun menduga, para pegawai KPK yang dinonaktifkan ini memiliki masalah pribadi dengan Ketua KPK Firli Bahuri.
Oleh karena itu, Haris menduga Firli Bahuri hendak menyingkirkan ke-75 pegawai KPK yang dikenal berintegritas itu dengan dalih tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Orang-orang yang sudah dinonaktifkan ini adalah orang-orang yang dianggap punya problem pribadi dengan Firli Bahuri."
"Jadi dugaan saya Firli menyusup lewat tes wawasan kebangsaan ini untuk menyingkirkan atau memudahkan tahap pertama karpet merahnya," ujar Direktur Lokataru Foundation ini, dikutip Tribunnews dari tayangan Youtube tvOne, Rabu (12/5/2021).
Di sisi lain, Haris juga menyebut adanya kejanggalan dari keputusan Firli untuk menonaktifkan ke-75 pegawai KPK ini.
Seperti penyidik yang tidak lolos dalam tes justru memimpin OTT untuk menangkap Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat pada Minggu (9/5/2021) lalu.
Menurut Haris, menonaktifkan penyidik justru bisa menjadi celah keringanan bagi Bupati Nganjuk dalam proses praperadilan kasus korupsi yang tengah menjeratnya.
"Apakah nanti Bupati Nganjuk akan menggunakan alasan ini (penonaktifan penyidik) untuk praperadilan 'yang nangkap saya sudah tidak punya otoritas' Nah mukanya Firli ini mau ditaruh dimana?"
"Jadi ternyata produk pimpinan KPK Firli Bahuri dipakai sama orang yang ditangkap sama institusinya," terang Haris.
Untuk itu, Haris menyebut tindakan menonaktifkan 75 pegawai KPK justru menganggu kebangsaan Indonesia.
Baca berita lain terkait Seleksi Kepegawaian di KPK
(Tribunnews.com/Shella/ Maliana)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Nonaktifkan 75 Pegawainya, KPK Dapat Banyak Kritikan Keras, dari Politisi hingga Pengamat, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/05/13/nonaktifkan-75-pegawainya-kpk-dapat-banyak-kritikan-keras-dari-politisi-hingga-pengamat?page=all.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Daryono