Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tragedi Trisakti

Soeharto Lengser, Akhir Masa Orde Baru, Lahir Era Reformasi, Didesak Mundur Setelah 4 Pahlawan Tewas

Kisah Soeharto lengser jabatan Presiden Republik Indonesia setelah Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 tewaskan 4 aktivis mahasiswa. Didesak mundur MPR/DPR.

Editor: Frandi Piring
Kolase foto: AGUS LOLONG/AFP/KOMPAS/EDDY HASBY
Sejarah Indonesia: Kisah Seoharto lengser pada Mei 1998. Didesak mundur MPR dan DPR setelah pecahnya Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 yang merenggut nyawa 4 mahasiswa. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 pecah, akhir era Orde Baru Presiden Soeharto.

Beberapa hari kemudian, Soeharto lengser dari kursi nomor satu Republik Indonesia.

Pada tanggal 21 Mei 1998, akhirnya Soeharto mundur setelah aksi unjuk rasa yang menewaskan beberapa mahasiswa Universitas Trisakti.

Masa lahirnya Era Reformasi setelah Soeharto lepas jabatannya sebagai presiden, digantikan BJ Habibie.

Sejarah Indonesia: Kisah Seoharto lengser pada Mei 1998. Didesak mundur MPR dan DPR setelah pecahnya Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 yang merenggut nyawa 4 mahasiswa. 
Pidato Pengunduran Diri Soeharto sebagai Presiden Indonesia, Mei 1998.
Sejarah Indonesia: Kisah Seoharto lengser pada Mei 1998. Didesak mundur MPR dan DPR setelah pecahnya Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 yang merenggut nyawa 4 mahasiswa. Pidato Pengunduran Diri Soeharto sebagai Presiden Indonesia, Mei 1998. (via kabarbisnis.com)

Presiden Soeharto menyampaikan pidato pengunduran dirinya sebagai presiden pada 21 Mei 1998.

Pidato yang menandai berakhirnya era orde baru setelah berkuasa selama 32 tahun.

Pada tanggal 21 Mei nanti, menjadi pengingat, 23 tahun lalu 21 Mei 1998, Presiden ke-2 Republik Indonesia Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya setelah sebelumnya terpilih kembali untuk ketujuh kalinya.

Mundurnya Soeharto ini merupakan puncak dari kerusuhan dan aksi protes di berbagai daerah dalam beberapa bulan terakhir.

Berikut isi pidato pengunduran diri Presiden Soeharto:

Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan setelah dengan sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya,

saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998.

Kabar mundurnya Soeharto itu pun disambut gembira oleh kerumunan massa yang telah menduduki Gedung DPR dan MPR.

Harian Kompas, 22 Mei 1998, menggambarkan, para mahasiswa yang mengerumuni pesawat televisi di Lobi Lokawirasabha DPR berteriak dan bersuka cita begitu mendengar Presiden Soeharto mundur.

Sejarah Indonesia: Kisah Seoharto lengser pada Mei 1998. Didesak mundur MPR dan DPR setelah pecahnya Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 yang merenggut nyawa 4 mahasiswa. (Kolase foto: AGUS LOLONG/AFP/KOMPAS/EDDY HASBY)
Sejarah Indonesia: Kisah Seoharto lengser pada Mei 1998. Didesak mundur MPR dan DPR setelah pecahnya Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 yang merenggut nyawa 4 mahasiswa. (Kolase foto: AGUS LOLONG/AFP/KOMPAS/EDDY HASBY) (Kolase Foto Kompas.com/Trisakti Picture)

Mereka berlarian ke tangga utama DPR sambil menyanyikan lagu Sorak-sorak Bergembira.

Seiring berkumandangnya lagu kebangsaan Indonesia Raya, mereka pun menaikkan bendera Merah Putih setengah tiang menjadi satu tiang penuh.

Jaket almamater yang berwarna-warni dilepaskan karena mereka beranggapan bahwa aksi telah berubah menjadi pesta rakyat.

Bahkan, belasan mahasiswa mengekspresikan kegembiraan dengan menceburkan diri ke kolam air mancur di halaman depan Gedung DPR dan MPR.

Desakan mundur

Krisis ekonomi yang tak kunjung membaik sejak 1997 dan terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden RI pada Maret 1998 memantik situasi memanas di penjuru negeri.

Serangkaian unjuk rasa dan aksi protes terjadi di berbagai daerah. Korban pun mulai berjatuhan.

Dengan situasi itu, sejumlah pihak mulai mendesak Soeharto untuk mundur dari jabatannya, di antaranya berasal dari pimpinan DPR, baik ketua maupun wakil.

Harapan itu disampaikan oleh Ketua DPR dan MPR Harmoko ketika memberikan keterangan pers yang hanya berlangsung selama lima menit.

Saat membacakan satu halaman keterangan persnya itu, Harmoko didampingi seluruh Wakil Ketua DPR atau MPR yakni Ismail Hasan Metareum, Abdul Gafur, Fatimah Achmad, dan Syarwan Hamid.

"Dalam menanggapi situasi seperti tersebut di atas, Pimpinan Dewan baik Ketua maupun Wakil-wakil Ketua mengharapkan demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri," kata Harmoko, dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 19 Mei 1998.

"Pimpinan Dewan menyerukan kepada seluruh masyarakat agar tetap tenang, menahan diri, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mewujudkan keamanan ketertiban supaya segala sesuatunya dapat berjalan secara konstitusional," sambungnya.

Usai menyampaikan keterangan persnya, Harmoko dengan ekspresi wajah tanpa senyum, bergegas meninggalkan ruangan tanpa bersedia diwawancara lagi.

Tuntutan Reformasi

Sejak 18 Mei 1998, puluhan ribu mahasiswa dari perguruan tinggi di wilayah Jabodetabek telah berhasil "menduduki" Gedung DPR dan MPR.

Mereka bukan saja memadati pelataran DPR, tetapi juga menaiki kubah gedung, memenuhi taman-taman, lorong-lorong maupun ruangan lobi. Ini merupakan demonstrasi terbesar yang pernah dilakukan mahasiswa selama 30 tahun terakhir.

Selain mahasiswa, sejumlah tokoh tampak hadir berbaur dengan kerumunan massa, seperti pakar hukum tata negara dan anggota Komnas HAM Prof Dr Sri Soemantri, tokoh "Malari" dr Hariman Siregar, dan lain-lain.

Berbagai organisasi kemasyarakatan, pemuda, keagamaan, dan mahasiswa yang berada di gedung maupun di luar gedung DPR sepakat, agar ABRI bertindak dan berpihak kepada rakyat.

Mereka mendesak agar MPR segera mengadakan sidang istimewa agar krisis ekonomi dan politik segera teratasi, dan kepercayaan masyarakat kembali pulih.

Selain itu, mereka juga meminta agar tindakan represif terhadap pers, khususnya kepada televisi dan radio swasta dihentikan.

Baca juga: Apa Itu Tragedi Trisakti? Peristiwa Tanggal 12/5/1998, Aksi yang Berujung Lengsernya Rezim Soeharto

Kronologi Tragedi Trisakti

Mengutip Harian Kompas, (13/5/1998), aksi dilakukan oleh mahasiswa, dosen, pegawai,

dan para alumni Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998 mulai pukul 11.00 WIB di halaman parkir.

Agenda aksi hari itu salah satunya mendengar orasi dari Jenderal Besar AH Nasution, tapi tidak jadi karena absen.

Lalu diisi dengan berbagai orasi dari para guru besar, dosen, dan mahasiswa.

Kemudian sekitar pukul 13.00 WIB peserta aksi keluar dari kampus menuju ke Jalan S Parman, Grogol (yang persis berada di depan kampus) dan hendak menuju gedung MPR/DPR Senayan.

Barisan paling depan terdiri atas para mahasiswi yang membawa mawar dan membagikannya pada aparat kepolisian.

Korban Tewas Tragedi Trisakti

Di dalam kampus suasana menjadi mencekam, karena terjadi keributan mahasiswa yang berupaya lari menyelamatkan diri di dalam gedung.

Sebagian lain berupaya menolong teman-temannya yang mengalami luka-luka terkena tembakan dan lemparan batu dari petugas. Tangis pilu dan teriakan kemarahan mahasiswa terdengar di mana-mana.

Dokumentasi Kontras menulis, korban luka mencapai 681 orang dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Sementara itu sehari setelah kejadian, Harian Kompas menurunkan berita dengan judul Insiden di Universitas Trisakti: Enam Mahasiswa Tewas.

Keenam mahasiswa tersebut diumumkan Rektor Universitas Trisakti Prof Dr Moedanton Moertedjo.

Mereka tertembak sewaktu berada di dalam kampus oleh berondongan peluru yang diduga ditembakkan oleh aparat. Salah satunya disebut berasal dari jalan layang Grogol (Grogol fly over).

Dalam jumpa pers yang dilakukan, pihak kampus menyatakan ada enam korban tewas.

Namun beberapa hari kemudian dipastikan ada empat mahasiswa Trisakti yang menjadi korban. 

Mereka yang tewas adalah:

Elang Mulia Lesmana (1978-1998),

Heri Hertanto (1977 - 1998),

Hafidin Royan (1976 - 1998),

Hendriawan Sie (1975 - 1998).

Setelah tragedi itu, perlawanan mahasiswa dalam menuntut reformasi semakin besar, hingga akhirnya memaksa Presiden Soeharto untuk mundur pada 21 Mei 1998.

Berita Terkait Tragedi Trisakti 1998:

Baca juga: Tragedi Trisakti 12 Mei 1998, Selasa Kelam 23 Tahun Lalu, Elang Cs Tewas Tertembak, Soeharto Lengser

Baca juga: Sosok Hendriawan Sie, Mahasiswa yang Tewas dalam Tragedi Trisakti 1998, Aktivis Muda Garis Depan

Baca juga: Sosok Elang Mulia Lesmana, Aktivis yang Tewas Tragedi Trisakti 1998, Mahasiswa Ahli di Jurusannya

(Kompas.com)

Tautan:

https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/21/064221665/hari-ini-dalam-sejarah-soeharto-lengser-akhir-kisah-orde-baru?page=all#page2

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved