Sosok Tokoh
Profil Novel Baswedan, Perjalanan Karir Dari Kepolisian, Hingga Diangkat Jadi Penyidik Tetap KPK
Selain karena banyaknya kasus besar yang ia tangani.Novel Baswedan juga banyak dikenal orang karena yang dia alami pada Kasus Penyiraman Air Keras.
Kasus Penyiraman Air Keras
Cobaan dan teror kembali menghadangnya.
Saat ia menangani kasus korupsi E-KTP, pada 11 April 2017, usai salat subuh di Masjid Al Ikhsan, Jakarta, Novel disiram dengan air keras oleh orang tak dikenal.
Cipratan air keras tersebut mengenai muka dan matanya.
Teror tersebut tak membuat gentar Novel.
Ia pun menyadari risiko pekerjaannya dan justru ia semakin yakin akan pekerjaanya membongkar kasus korupsi adalah bagian jalan hidupnya. (1)
Perjalanan kasus Novel Baswedan belum menemui titik temu hingga saat ini.
Bahkan, perbincangan tentang kasusnya masih ramai diperbincangkan terutama akhir-akhir ini.
Penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan, membuat publik begitu geram.
Tidak hanya itu, fotonya yang tengah mengantre di sebuah bandar udara beredar luas di media sosial Twitter.
Fotonya tersebut diunggah salah satu akun di Twitter dengan diikuti narasi bahwa Novel disebut mau jalan-jalan.
Dilansir dari Tribun Batam, namun hal tersebut dibantah pihak KPK, dan dijelaskan Novel berangkat ke Singapura untuk melakukan melakukan pemeriksaan terhadap kondisi kesehatannya.
Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo menilai terpaan isu miring di media sosial, terutama terkiat Novel mencerminkan jalan pemberantasan korupsi tidak mudah.
Yudi memandang terpaan isu miring itu tak lepas dari peran Novel dalam menangani kasus-kasus besar.
Novel diketahui menangani sejumlah kasus besar, mulai dari kasus e-KTP, suap hakim MK Akil Mochtar, suap wisma atlet SEA Games, kasus Simulator SIM hingga kasus cek pelawat yang melibatkan Nunun Nurbaeti.
Puncaknya adalah saat Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal pada 11 April 2017 silam.
Namun hingga kini pengusutan kasusnya masih gelap.
Belum ada satu pun pelaku lapangan yang terungkap.
Berikut catatan panjang kasus Novel Baswedan dilansir dari Tribun Batam:
Kasus sarang burung walet
Melansir pemberitaan Kompas.com (23/01/2015), pada 5 Oktober 2012, petugas Kepolisian Daerah Bengkulu dan jajaran perwira Polda Metro Jaya menggeruduk Kantor KPK di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta.
Kepolisian menangkap Novel dengan status tersangka atas penganiayaan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet ketika bertugas di Polrestra Bengkulu pada 2004.
Saat masih menjadi Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Bengkulu, anak buah Novel dituduh menganiaya pencuri sarang burung walet.
Saat itu, Novel tidak ada di tempat kejadian perkara.
Akan tetapi, ia disalahkan karena dianggap bertanggungjawab atas tindakan anak buahnya.
Novel pernah menjalani pemeriksaan kode etik oleh Mapolres Bengkulu dan Polda Bengkulu atas kasus ini.
Ia pun telah memperoleh sanksi berupa teguran.
Novel kemudian bergabung dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penyidik pada 2006.
Namun kasus sarang burung walet ini kembali mencuat pada tahun 2012.
Penetapan tersangka atas Novel di tahun 2012 tidak lama jaraknya dengan penetapan Inspektur Jenderal (Pol) Djoko Susilo sebagai tersangka oleh KPK.
Djoko dijadikan tersangka dalam kasus korupsi dan pencucian uang proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM).
Sejumlah dugaan muncul terkait tindakan polisi yang mengusut kembali kasus Novel telah tuntas pada 2004.
Penetapan Novel dan Djoko sebagai tersangka menimbulkan ketegangan antara Kepolisian dan KPK.
Ketegangan tersebut mereda dengan turun tangannya SBY kala itu selaku Presiden.
Dalam pidatonya, SBY menyatakan bahwa penetapan Novel sebagai tersangka tidak tepat dalam hal waktu dan cara.
Namun demikian, kasus tersebut masih berlanjut hingga Novel ditangkap di kediamannya di Jakarta pada Jumat, 1 Mei 2015.
Penangkapan Novel dilakukan berdasarkan surat perintah penangkapan dengan nomor SP.Kap/19/IV/2015/Dittipidum.
Dalam penangkapan ini, Presiden Joko Widodo pun memerintahkan Kapolri untuk melepaskan Novel.
Jokowi meminta agar KPK dan Polri bersinergi.
Kasus Novel ini akhirnya berakhir setelah Kejaksaan Agung mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2).
Langkah ini diambil karena dinilai tidak cukup bukti serta durasi penanganan waktu yang telah kadaluarsa.
Disiram air keras
Pada 11 April 2017, wajah Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal seusai shalat subuh di masjid dekat kediamannya.
Kasus ini mencuri perhatian publik.
Pasalnya, Novel tengah menjadi Kepala Satuan Tugas yang menangani beberapa perkara besar yang sedang ditangani KPK.
Salah satunya adalah kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Selain itu, melansir pemberitaan Kompas.com (27/07/2017), Novel juga terlibat persoalan internal KPK.
Ia mewakili Wadah Pegawai KPK menolak secara tegas rencana agar Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) diangkat langsung dari Polri yang belum pernah bertugas di KPK sebelumnya.
Polri pun membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengusut kasus penyiraman air keras tersebut dan menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM menjelang dua tahun kasus Novel.
Tim gabungan tersebut memiliki masa kerja mulai 8 Januari 2019 sampai dengan 7 Juli 2019.
Di akhir masa jabatan, TGPF mengungkapkan enam kasus yang diduga berkaitan dengan penyerangan Novel.
Enam kasus tersebut terdiri atas kasus korupsi e-KTP, kasus mantan Ketua MK Akil Mochtar, kasus mantan Sekjen MA Nurhadi, kasus mantan Bupati Buol, Amran Batalipu, kasus korupsi wisma atlet, dan kasus sarang burung walet.
Ada pula kasus yang diduga terlupa, yaitu korupsi suap impor daging dengan tersangka Basuki Hariman.
Akan tetapi, kasus ini menjadi "buku merah" karena ada catatan yang ditemukan berisi daftar penerima suap.
Namun, hingga masa tugas berakhir, tim tersebut belum menemukan titik terang pelaku penyerang Novel.
Polri kemudian mendapat rekomendasi dari TGPF untuk menindaklanjuti sejumlah temuan dan membentuk tim teknis.
Melansir pemberitaan Kompas.com (1/08/2019), tim teknis berjumlah 120 anggota.
Tim tersebut terbagi atas penyelidik, penyidik, interogator, surveillance, siber, inafis, laboratorium forensik, serta analisis dan evaluasi.
Untuk tahap pertama, tim bekerja selama tiga bulan, yaitu 1 Agustus hingga 31 Oktober 2019.
Masa kerja tersebut dapat diperpanjang selama tiga bulan berikutnya dan dievaluasi.
Dengan kasus penyiraman air keras atas dirinya yang belum terungkap, Novel juga menerima berbagai tudingan miring di media sosial hingga saat ini. (2)
(Tribunnewswiki.com/Putradi Pamungkas)
Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com