Hari Buruh
'Kuburan Massal Korban Omnibus Law' di Istana Negara dan Gedung MK, 50 Ribu Buruh Berdemonstrasi
Hari Buruh 1 Mei. Aksi unjuk rasa demonstran 'kuburan massal korban-korban Omnibus Law' di Istana Negara dan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
Pada Mei 1966, Awaloedin mengusahakan agar Hari Buruh saat itu tidak dirayakan karena berkonotasi kiri. Tapi gagal, karena buruh masih kuat.
Barulah setahun kemudian dia berhasil menghapuskan peringatan Hari Buruh.
Era reformasi
Caranya dengan melemparkan gagasan bahwa peringatan May Day selama ini telah dimanfaatkan oleh SOBCI/PKI.
Selanjutnya serikat buruh digiring untuk berorientasi ekonomis. Mulai dengan menyatukan seluruh serikat buruh yang tersisa dari huru-hara 1965 ke dalam Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI).
Lalu kemudian itu berubah menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
Meski begitu, nasib buruh tidak banyak berubah. Organisasi tersebut dekat dengan pemerintah dan dinilai tidak independen karena didanai pemerintah.
Tuntutan mulai lagi saat era reformasi. Tak hanya buruh yang berdemo, tapi juga ribuan mahasiswa menuntut agar 1 Mei kembali dijadikan Hari Buruh dan Hari Libur Nasional.
Tapi demo berkembang tuntutannya saat era SBY. Mereka juga menuntut revisi UU Ketenagakerjaan hingga jaminan sosial.
Akhirnya itu membuahkan BPJS Kesehatan hingga BPJS Ketenagakerjaan.
Jadi hari libur nasional
Keinginan para buruh untuk libur pada Hari Buruh terkabul setelah Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal berdiskusi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan jajarannya pada 2013.
Diberitakan Harian Kompas, Selasa (30/4/2013), hari libur tersebut berlaku setahun kemudian, yaitu 2014.
”Ada kado istimewa dari Presiden Yudhoyono, di mana pemerintah akan menjadikan 1 Mei sebagai hari libur nasional,” kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal, Senin (29/4).
Pada 1 Mei 2014, hal tersebut terealisasi. Sebelumnya pada era Orde Lama juga ditetapkan sebagai hari libur resmi, tapi tidak pada era setelahnya.