Cara Soekarno Perlakukan Papua, Mati-matian Jadikan NKRI, Jokowi Kini Tumpas Teroris KKB Papua
Meski Indonesia telah merdeka tahun 1945, kemerdekaan itu dianggap Bung Karno belum lengkap tanpa bersatunya Irian Barat atau sekarang Papua
Pidato itu kemudian ditutup dengan apa yang kini dikenal sebagai Tri Komando Rakyat alias Trikora.
Intinya, gagalkan pembentukan “negara boneka Papua” dan kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat.
Itu sekaligus penanda dimulainya kampanye militer merebut Irian Barat dari penguasaan Belanda.
Soekarno Hanya Sempat Merancang Dari perspektif Soekarno, Irian Barat adalah wilayah terbelakang.
Daratannya dipenuhi gunung dan rawa-rawa yang sulit ditembus.
Dalam pikirannya, penduduk di sana adalah orang primitif yang masih menggunakan kapak batu, kulit kerang, dan tongkat untuk beraktivitas.
Orang Papua hidup nomaden karena tanahnya kurang subur. Keuntungan minyak buminya pun tak seberapa bagi Belanda.
Lalu mengapa Bung Besar begitu ngotot merebutnya dari Belanda?
Presiden Soekarno
Dalam pengakuannya yang dicatat Cindy Adams dalam Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (2014, hlm. 346) Soekarno berkata, “Dibandingkan dengan wilayah kepulauan kami, Irian Barat hanya selebar daun kelor, tetapi Irian Barat adalah sebagian dari tubuh kami. Apakah seseorang akan membiarkan salah satu anggota tubuhnya diamputasi tanpa melakukan perlawanan?”
Terdengar naif, memang, tetapi Soekarno juga sadar akan potensi alam Papua.
Laman media sejarah Historia menyebut bahwa dari laporan tim geologinya Soekarno tahu bahwa Papua tak hanya menyimpan minyak bumi, tetapi juga uranium.
Di zaman atom seperti saat kala itu, temuan itu tentu penting.
“Jadi saudara-saudara, sudah nyata sekali pihak Belanda di Irian Barat ialah untuk mengambil kekayaan kita. Dan kita pun mempunyai alasan-alasan ekonomis untuk menuntut kembalinya Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik,” kata Soekarno.
Irian Barat akhirnya “kembali” masuk dalam wilayah kedaulatan Indonesia pada Mei 1963.