Memahami Beragam Faktor Keterlibatan Perempuan dalam Pusaran Aksi Terorisme
Riset menunjukkan bahwa perempuan punya peran sangat vital dalam organisasi teroris, menjadi ahli propaganda, terlibat perekrutan, pengumpul dana.
Dalam sudut pandang antropologi, saat ini ada kecenderungan lebih mudah merekrut perempuan dari Jawa Barat.
Perempuan yang direkrut bahkan sudah sampai ke generasi milenial.
“Perempuan-perempuan teroris dari Sulawesi dan Sumatera, militansinya sangat luar biasa dan masih konvensional,” ungkapnya.
“Sementara militansi JAD ala kasus Jawa Barat, mereka masih kategori massa mengambang karena sosial media, pengaruh dari internet dan sebagainya,” lanjut Amanah.
Di Jawa, perempuan lebih mudah mengakses internet dan karena itu generasi milenial sudah banyak terpapar.
Sementara di Sumatera dan Sulawesi, pelaku cenderung berasal dari generasi sebelumnya, namun mereka sangat militan daam mengimani ISIS.
Tanpa mengakses doktrin secara online, mereka bahkan bisa menjadi pelatih atau guru bagi teroris perempuan lain.
Dalam satu sisi, perempuan yang sudah memutuskan untuk melakukan amaliah, biasanya memiliki perasaan tidak tega meninggalkan anak mereka.
Karena itulah, muncul aksi bom bunuh diri yang dilakukan seluruh anggota keluarga.
Pilihan aksi ini dipengaruhi aspek keibuannya yang tidak bisa meninggalkan anak-anaknya hidup sendiri.
Amanah juga menyebut, feminisme memiliki kontribusi pada peningkatan aksi teroris perempuan.
Mereka seolah ingin membuktikan, bahwa peremupuan juga punya peran penting dalam tindakan ini dan setara dengan laki-laki.
Kritis pada Dogma
Pemikir muslimah, Prof Musdah Mulia, berpesan, perempuan harus memiliki nalar kritis, karena tidak ada ajaran agama yang berlawanan dengan akal sehat.
Dalam konteks ini, ketaatan kepada figur, baik suami maupun pemimpin tidak boleh mutlak karena akan berbahaya.