Catatan Willy Kumurur
PSG Vs Manchester City, Pentas Orkestra Menara Eiffel
Penulis adalah penikmat bola. Berprofesi sebagai dokter. Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
Oleh: Willy Kumurur
Penikmat bola - dokter alumni Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
TERKADANG OLAHRAGA bisa menjadi panggung untuk drama terindah. Drama itu bisa menggetarkan, menginspirasi, bergerak.
Panggung drama itu menawarkan wawasan paling nyata ke dalam kehidupan, menampilkan potensi penuh dari otak manusia, hati manusia, tubuh manusia.
Olahraga adalah negeri dongeng mana kala impian bisa menjadi daging.
Demikian Jonathan Wilson, kolumnis bola The Guardian menulis.
Menurut Wilson, pertempuran Paris Saint-Germain (PSG) melawan Manchester City di leg pertama semifinal Liga Champions, Kamis (29/4/2021) dinihari, adalah perang reputasi.
Mengapa? Karena PSG adalah representasi dari Qatar. Sedangkan Manchester City adalah wakil Uni Emirat Arab (UEA).
Jika PSG dimiliki oleh pengusaha Qatar, Nasser Al-Khelaifi, maka Manchester Biru adalah milik dari Sheikh Mansour, politikus sekaligus pengusaha kaya raya dari Uni Emirat Arab.
Dengan kekayaannya, Nasser Al-Khelaifi sanggup membeli 'amunisi' seperti Kylian Mbappe yang berharga 180 Juta Euro (3,1 triliun rupiah), Neymar seharga 222 juta euro atau setara dengan 3,8 triliun rupiah,dan Angel Di Maria, Marco Verratti sampai Marquinhos.
Untuk Manchester City, Sheikh Mansour menggelontorkan dana besar untuk menghadirkan nama-nama seperti Sergio Aguero, Kevin De Bruyne, Raheem Sterling, Ilkay Guendogan, Gabriel Jesus, Bernardo Silva dan lain-lain.
Skuad dibangun dengan instan untuk meraih trofi dengan cepat.
Maka pertempuran di stadion Parc des Princes adalah 'perang Timur Tengah': Qatar versus UEA.
Menurut The Guardian, ini bukan hanya sekadar permainan dari sudut pandang olahraga.
Laga Les Parisiens versus The Citizens didasari oleh serbuan negara-negara yang menganggap sepak bola -dan komposisi tim yang hebat- sebagai alat untuk meningkatkan reputasi global mereka.
Akankah segala sesuatunya menjadi rumit?