Reshuffle Kabinet
Pengamat Minta Presiden Pakai Survei Jadi Alat Ukur Reshuffle Kabinet, Jangan Sharing Power
Reshuffle Kabinet Jokowi dan Ma'ruf Amin menjadi perbincangan paling ramai pekan ini. Apalagi ada yang menyebutkan perombakan
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Reshuffle Kabinet Jokowi dan Ma'ruf Amin menjadi perbincangan paling ramai pekan ini. Apalagi ada yang menyebutkan perombakan besar-besaran dan terakhir di Kabinet Indonesia Maju akan terjadi dalam waktu dekat.
Berbagai kalangan pun mulai memberikan masukan, saran kepada Presiden terkait figur-figur yang harus diganti maupun dipertahankan dengan berbagai alasan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) diharapkan memiliki alat ukur dan pedoman yang jelas dalam melakukan reshuffle kabinet.
Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago.
"Presiden untuk melakukan reshuffle sudah harus pegang data survei soal kementerian yang berkinerja baik, sebagai alat ukur atau pedoman sebelum melakukan reshuffle," ungkapnya saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (14/4/2021).
Pangi mengungkapkan jangan sampai Presiden Jokowi memutuskan perombakan berdasar pada tingkat populisme para menteri.
"Jangan sampai menteri yang selama ini kinerjanya bagus tapi karena kurang populis justru kena reshuffle."
"Sebaliknya yang kinerjanya tidak terukur, kerjanya menteri tersebut tidak nyata kerjanya namun karena populis, media frendly, selalu tampil di media, selamat dari reshuffle," ungkapnya.
Analis Politik Sekaligus Direktur Esksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago
Presiden Jokowi, lanjut Pangi, semestinya tidak mendasari keputusan perombakan kabinet berdasar sharing power atau pembagian kekuasaan.
"Presiden selama ini selalu mengatakan sudah tidak punya beban lagi, itu artinya presiden bisa saja reshuffle menteri dari parpol (partai politik) kalau memang kinerjanya buruk," ungkap Pangi.
Kinerja kementerian, ungkap Pangi, dapat dilihat dari berbagai survei yang bisa menjadi bahan evaluasi.
"Sejauh mana kepuasaan publik terhadap kementerian, terhadap menteri yang kinerjanya dianggap bagus dan tidak memuaskan publik."
"Reshuffle harus ada alat ukur yang jelas tidak boleh berdasarkan asumsi apalagi like or dislike atau hanya karena komunikasinya kurang bagus, atau kurang kinerja dan prestasinya di tampilkan ke media, kurang di promosikan ke TV sehingga dianggap tidak bekerja," ujarnya.
"Jangan-jangan ada menteri yang kerjanya senyap tapi bagus dan terukur apa yang sudah mereka lakukan," imbuh Pangi.
