Opini
Lanjutan, Penipuan Menggunakan Telepon Seluler Ditinjau dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Ada dua cara untuk menemukan perbedaan ini, yaitu kesatu: secara meneliti maksud dari pembentuk undang-undang; dan kedua: secara meneliti sifat-sifat
3. Tipu Muslihat
Tipu muslihat adalah terjemahan dari perkataan “listige kunstgrepen”, yaitu tindakan-tindakan yang demikian rupa sehingga menimbulkan kepercayaan atau memberikan kesan kepada orang yang digerakkan seolah-olah keadaannya adalah sesuai dengan kebenaran. Dalam hal ini tidaklah perlu bahwa tipu muslihat itu harus terdiri dari beberapa perbuatan, melainkan dengan suatu perbuatan tunggalpun sudah cukup untuk mengatakan bahwa di situ telah dipakai suatu tipu muslihat. Dapat dikatakan pula bahwa tipu muslihat harus dilakukan pelaku dengan sedemikian rupa liciknya, sehingga seorang yang berpikiran normal pun dapat tertipu.
Dari penjelasan di atas dapat diberikan contoh misalnya seseorang telah datang ke sebuah rumah dengan mengatakan kepada pembantu rumah tangga dirumah tersebut, bahwa ia telah disuruh untuk mengambil sebuah pesawat televisi oleh majikannya untuk diperbaiki di bengkel, padahal semuanya itu adalah tidak benar dan karena tipu muslihatnya itu ia telah berhasil menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sebuah pesawat televisi yang ingin ia miliki secara melawan hak.
4. Susunan Kata-Kata Bohong
Pada bagian ini dijelaskan bahwa perkataan “Susunan Kata-kata bohong” di dalam pasal ini adalah terjemahan dari perkataan “samenweefsel van verdichtsels”, sehingga perbuatan seseorang dalam hal ini haruslah terjalin demikian rupa, sehingga kata-kata itu mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya dan menimbulkan kesan bahwa kata-kata yang satu itu membenarkan kata-kata yang lain atau dengan perkataan lain bahwa susunan kata bohong harus lebih dari satu kata dan mempunyai hubungan satu dengan lainnya.
Akan tetapi hal yang perlu diperhatikan pula bahwa dalam menentukan kata-kata bohong tergantung pada tingkat kecerdasan setiap orang ataupun calon korban dalam menerima kata-kata bohong dari pelaku atau dengan perkataan lain bahwa oleh karena dalam kenyataannya bahwa tingkat kecerdasan orang itu berbeda antara satu dengan lainnya, sehingga mudah tidaknya seseorang digerakkan untuk berbuat sesuatu oleh orang lain dengan mempergunakan “susunan kata-kata bohong” itu berbeda antara satu dengan yang lain tergantung pada tingkat kecerdasannya.
Maka haruslah diselidiki terlebih dahulu apakah orang yang digerakkan itu mengetahui, bahwa daya upaya yang dipergunakan oleh orang yang lain itu bertentangan dengan kebenaran ataupun tidak.
Jika dapat dibuktikan, bahwa orang yang digerakkan itu sebenarnya memahami, bahwa kata-kata yang dipergunakan oleh orang lain tersebut adalah kata-kata bohong, maka di dalam hal ini tidaklah terdapat “samenweefsel van verdichtsels”.
Kriteria yang dipakai untuk mengukur tingkat kecerdasan seseorang itu adalah dengan mengukur menurut kecerdasan orang-orang kedalam golongan mana orang yang tertipu itu termasuk.
5. Menggerakkan Orang Untuk Menyerahkan Suatu Benda.
Untuk menjelaskan bagian ini, perlu dilihat unsur-unsur penipuan yang telah diuraikan terlebih dahulu. Dengan kata lain untuk menentukan bahwa bagian ini merupakan salah satu unsur penipuan haruslah dikaitkan dengan unsur yang lain. Unsur yang dimaksud misalnya “maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak”.
Keterkaitan antara unsur “menggerakkan orang” dapat dilihat dalam putusan HOGE RAAD (H.R. 29 April 1935. 1936 No.50. W. 12965.) yang menegaskan bahwa : “apabila perbuatan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sejumlah uang tertentu itu adalah untuk tujuan tertentu, akan tetapi kemudian ternyata bahwa uang tersebut telah dipergunakan bukan untuk tujuan tersebut melainkan untuk kepentingan diri sendiri, maka si pelaku telah menguntungkan diri sendiri secara melawan hak, juga apabila ia telah meminta jumlah yang sama atau lebih besar jumlahnya dari orang yang menyerahkan uang itu”.
Dari rumusan di atas dapat dilihat bahwa perbuatan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sejumlah uang, harus diikuti oleh maksud untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hak, dengan kata lain bila unsur “menggerakkan” dan “menyerahkan” di atas tidak dapat disebut sebagai unsur dari penipuan bila tidak terdapat unsur menguntungkan diri secara melawan hak.
Pada bagian ini pula di jelaskan bahwa untuk adanya “penyerahan” adalah perlu bahwa benda tersebut telah terlepas dari kekuasaan seseorang. Artinya bahwa benda itu telah berada pada kekuasaan orang lain. Mengenai pengertian benda dalam pasal ini dapat dilihat dalam penjelasan pada Pasal 362 KUHPidana. “sesuatu barang” diartikan sama dengan segala sesuatu yang berwujud termasuk pula binatang (manusia tidak masuk), misalnya, uang, baju, kalung dan sebagainya.. Dalam pengertian barang masuk pula ,,daya listrik” dan ,,gas”, meskipun tidak berwujud, akan tetapi dialirkan di kawat atau pipa. Barang itu tidak perlu mempunyai harga ekonomis. (Soesilo, 1988, hal, 250)
Akan tetapi menyangkut “benda” atau “barang”, terdapat perbedaan dalam pemberian hukuman terhadap tindak pidana penipuan ini, jika barang yang dimaksud bukan hewan, harga barang, utang atau piutang yang tidak lebih dari Rp. 250,-. Mengenai maksud ini, terdapat dalam rumusan Pasal 379 KUHPidana yang rumusannya berbunyi “ Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 378, jika barang yang diberikan itu bukan hewan, dan harga barang, utang atau piutang itu tidak lebih dari Rp. 250,- dihukum karena penipuan ringan, dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-”.