Minggu Sengsara VI
RENUNGAN - “Tangisilah Dirimu!”
Setiap manusia pernah menangis. Menangis merupakan suatu proses alami yang terjadi pada manusia.
MTPJ 28 Maret – 3 April 2021(Minggu Sengsara VI)
TEMA BULANAN : “Penataan Persekutuan adalah Cerminan Kualitas Pelayanan”
TEMA MINGGUAN :“Tangisilah Dirimu!”
BACAAN ALKITAB : Lukas 23:26-32
ALASAN PEMILIHAN TEMA
TRIBUNMANADO.CO.ID - Setiap manusia pernah menangis. Menangis merupakan suatu proses alami yang terjadi pada manusia. Hampir semua manusia dilahirkan dengan keadaan menangis. Jika dilihat dari sisi gender, perempuan lebih sering menangis daripada laki-laki.
Pada umumnya, perempuan lebih banyak menggunakan perasaan dari pada laki-laki. Seperti dilansir Medicaldaily, perempuan menangis rata-rata 5,3 per bulan, sedangkan laki-laki rata-rata 1,3 kali per bulan. Menurut peneliti, hal ini karena perempuan lebih mampu mentransfer emosinya secara biologis menjadi air mata, ditambah juga kelenjar air mata perempuan lebih kecil daripada laki-laki.

Menangis juga adalah salah satu cara mengkomunikasikan perasaan yang sedang kita rasakan, selain juga untuk meng-ekspresikan emosi. Saat kita sedang emosi, kita akan menangis. Saat inilah air mata emosi kita keluar. Seperti air mata yang dikeluarkan oleh Putri-putri Yerusalem manakala melihat Via Dolorosa (jalan sengsara) Yesus. Yesus pun mendengar tangisan mereka itu dan berpaling serta berkata, “Tangisi Dirimu”. Perkataan Yesus menjadi sorotan tema dan menuntun kita di Minggu Sengsara Yesus Kristus yang keenam, untuk lebih banyak belajar dari tangis dan derita serta memahami apa makna ketaatan dalam melaksanakan kehendak Allah dalam kehidupan ini.
PEMBAHASAN TEMATIS:
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Injil Lukas dialamatkan kepada seorang bernama Teofilus (Lukas 1:1,3). Walaupun nama penulis injil ini tidak dicantumkan, kesaksian yang bulat dari kekristenan mula-mula dan bukti kuat dari dalam kitab itu sendiri menunjukkan bahwa Lukaslah yang menulis kitab itu. Lukas adalah seorang tabib dan kawan sekerja Paulus. Di mana Paulus menulis mengenai Lukas dalam Kolose 4:14 sebagai tabib kekasih, yang ada bersamanya, dan dalam Filemon 1:24 Paulus menyebutkan kawan sekerja.
Dalam Lukas 23:26-32 yang menjadi pokok bahasan teks Alkitab ini, Yesus digambarkan sebagai seorang yang taat pada aturan Yahudi dan tidak sebagai pembaru yang dapat mem-perkuat kecurigaan Roma terhadap ajaran-Nya. Sehingga ketika Yesus digiring untuk disalibkan, sebelumnya Dia harus melewati rangkaian persidangan yang begitu mencengangkan namun begitu cepat prosesnya dari meng-hadap imam-imam kepala kemudian ke hadapan Pilatus dan diteruskan ke Herodes lalu kembali lagi ke Pilatus. Pilatus berdebat dengan orang banyak mengenai Yesus yang dinyatakannya tidak bersalah, dan akhir-nya ia menyerahkan Yesus kepada orang banyak yang meng-inginkan Yesus disalibkan. Dia disesah, diberikan mahkota duri, sambil dihina dengan memikul salib menuju tempat penyaliban.
Dalam perjalanan sengsara-Nya keluar kota Yerusalem sambil memikul salib yang begitu berat, Ia didera (Markus 15:15), dan kemudian karena terlalu lemah untuk memanggul kayu palang, Ia dibantu oleh Simon dari Kirene, seorang “yang baru datang dari luar kota” (ayat 26) dipaksa memikul salib. Salib yang dipaksakan secara tiba-tiba ke atas bahu Simon, telah mengubah seluruh perjalanan Simon ke depan. Ia tidak menggerutu, menge-luh dan memprotes salib yang diletakkan di atas bahunya tapi dengan taat memikulnya. Dalam ketaatan itulah, Ia kemudian menjadi pengikut Yesus yang setia. Dua putranya, Rufus dan Alexander, kelak dikenal sebagai tokoh-tokoh Kristen terkemuka (Markus 15:21).
Pada hari Jumat itu, yang kemudian kita kenal sebagai Jumat Agung ada banyak ‘orang’ (baca: perempuan) mengikuti Dia. Mereka bersimpati atas penderitaan Yesus, namun tidak percaya kepada-Nya. Dan inilah bahayanya, banyak orang meratapi dan menangisi penderitaan Yesus tetapi tidak percaya dan mengasihi Yesus. Yesus berkata bahwa mereka harus menangisi kehancuran Yerusalem sebagai akibat penolakan mereka terhadap Yesus di hadapan Pilatus. Sehingga dalam ayat 28-31, memuat perkataan-perkataan Yesus kepada mereka yang menangisi dan meratapi Dia yaitu penduduk Yerusalem yang tidak taat melak-sanakan kehendak Allah.
Perempuan-perempuan Yerusalem menangisi dan meratapi sesuatu yang salah. Untuk itu, Yesus berpaling atau menoleh, torehan kasih-Nya yang memberi tahu mereka, “Hai Puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!” (ayat 28).
Torehan yang mau mengubah kehidupan secara radikal, karena fokus hidup para perempuan masihlah pada tangisan, keputusasaan, kesedihan dan nasib malang yang menimpa Yesus. Kalimat “Janganlah kamu menangisi Aku” merupakan suatu teguran bahwa apa yang mereka tangisi itu menggambarkan tangisan akan adanya hukuman Allah yang akan menimpa mereka (Baca: orang Yahudi). Yesus juga mau menunjukkan bahwa penderitaan-Nya bukanlah subjek dari kesedihan siapa pun, melainkan kesukacitaan bagi dunia.
Yesus yang sedang menderita ternyata masih punya waktu untuk menoleh dan memperhatikan air mata mereka dan menegur para perempuan, bahwa akan adanya peng-hukuman terhadap Yerusalem karena menolak Yesus dan berpartisipasi dalam penyaliban Yesus. Para perempuan ini mempunyai masa depan yang suram, demikian juga anak-anak mereka, yang menantikan bukan saja kehancuran Yerusalem tetapi peng-hukuman yang kekal dari Tuhan. Ia bermaksud bahwa mereka harus menangisi dosa-dosa yang telah mereka lakukan, yang membuatnya perlu bagi Dia untuk menderita dan mati untuk menyelamatkan mereka.
Perkataan Yesus selanjutnya dalam ayat 29: “Berbahagialah perempuan mandul dan rahimnya tidak pernah melahirkan, dan susunya tidak pernah menyusui.” Pernyataan ini dikutip Yesus dalam kitab Yesaya, “Bersorak-sorailah, hai si mandul yang tidak pernah melahirkan! Bergembiralah dengan sorak-sorai dan memekiklah, hai engkau yang tidak pernah menderita sakit bersalin!” (Yesaya 54:1).
Yesus sedang menyampaikan akibat yang akan dialami oleh penduduk Yerusalem karena mereka telah menolak dan menyalibkan diri-Nya. Dan, memang, 40 tahun kemudian setelah Yesus disalibkan, Yerusalem mengalami kehancuran. “Puteri-puteri Yerusalem” dilanda kesedihan yang amat dalam karena anak-anak mereka mati. Dari tengah-tengah kesedihan itu muncullah suara kekecewaan, mengapa kami melahirkan mereka. Lebih baik dulu kami menjadi mandul daripada mengalami hal pahit seperti ini!
Hal ini merupakan kabar derita bagi mereka yang mempunyai anak, karena akan masuk dalam penghukuman Allah. Namun menjadi kabar gembira kepada mereka yang tidak melahirkan dan menyusui yang juga menggambarkan tentang orang yang percaya dan taat kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat yang menebus dosa manusia. Di mana “perempuan mandul” juga menunjuk pada kepada orang-orang bukan keturunan Yahudi.
Namun, bagi mereka yang tidak percaya (orang-orang yang tinggal di Yerusalem) akan mengalami ketakutan ketika peng-hukuman terjadi seperti perkataan Yesus, “Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami!”.