Gempa Jepang
Minim Korban, Jepang Seakan 'Bersahabat' dengan Gempa dan Tsunami Meski di Zona Cincin Api Pasifik
Indonesia dan Jepang sama-sama terletak di daerah merah. Keduanya berdiri di zona Cincin Api Pasifik, yang tak lain adalah lokasi dari 90 persen gempa
Penulis: Gryfid Talumedun | Editor: Gryfid Talumedun
Yang terjadi, getaran di setiap bagian saling mengimbangi.
Ada juga struktur beton bertulang yang mampu menahan gempa meski tidak mengurangi resiko getaran.
Sistem isolasi seismik, demikian struktur ini disebut, memanfaatkan minyak, karet, dan zat-zat lain yang tertanam di antara struktur bangunan dan tanah.
Bantalan yang tercipta dari struktur yang dipakai oleh 7.600 konstruksi di Jepang ini menjadikan bangunan tahan gempa.
Tak hanya aspek fisik bangunan yang diperhatikan. Semua kantor dan banyak rumah pribadi di Jepang dilengkapi dengan perangkat darurat gempa yang meliputi ransum kering, air minum, hingga perlengkapan medis dasar.
Masih menurut Japan Times, teknologi robot pun dikembangkan untuk mengumpulkan data setelah bencana dan mencari korban gempa bumi di reruntuhan.
Tantangannya, harus ada robot di tiap lokasi gempa bumi hebat.
• Tadi Malam Terjadi Gempa Bumi 5.3 SR, Ini Lokasi & Kekuatannya, BMKG Catat 3 Daerah Merasakan

Meneladani Anak-anak
Kata "tsunami" (yang artinya "gelombang di pelabuhan") juga berasal dari Jepang yang sudah kenyang dihantam gelombang pasang air laut akibat gempa bumi.
Pada 1707, misalnya, tsunami menyapu pulau Shikoku yang menewaskan ribuan orang.
Dilansir dari BBC, pada abad ke-15 gelombang air laut raksasa menghantam Kamakura, kota di selatan Tokyo.
Inilah catatan paling awal mengenai tsunami di Jepang.
Mitigasi tsunami sama terstrukturnya dengan mitigasi gempa bumi.
Di Jepang, anak-anak sekolah diajari cara mengorganisir diri ketika sinyal peringatan tsunami menyala.
Siswa yang lebih tua juga membantu yang lebih muda ketika menuju daerah yang lebih tinggi untuk menghindari gelombang.
Dilansir dari Japan Times, Toshitaka Katada, profesor teknik sipil di Gunma University yang mengawasi program pendidikan bencana di Kamakura, mengatakan bahwa latihan berulang-ulang saat tidak ada bencana telah sukses membuat siswa bertindak cepat dan tertib dalam keadaan darurat.
Tak lupa, anak-anak diajarkan agar tidak bergantung pada lokasi yang dipetakan semata, mengingat bencana bisa saja datang dari luar lokasi yang telah diprediksi.
Dalam pendidikan mitigasi bencana, nilai saling tolong menolong pun diajarkan.
Anak-anak diprioritaskan selama proses evakuasi, sehingga mereka bisa mentransfer pengetahuan kepada orang-orang di sekitarnya jika bencana kembali terjadi kelak.
Menurut Katada, kebiasaan ini akhirnya menular dan berhasil menyelamatkan banyak nyawa.
(Tribunmanado/Gryfid/Tirto/CNN/Kompas)