News
Kisah Seorang Pengamen, Hanya Membacakan Puisi Menyentuh, Menjadi 'Senjata' Raup Uang Rp 3 juta
"Selesai baca puisi, saya langsung dikasih uang Rp3 juta. Saya bacakan itu di Taman Suropati, Jakarta," ujarnya.
Berapa pun jumlah uang yang diberikan oleh pengunjung ia terima, mulai dari uang koin, Rp1.000 hingga puluhan ribu selalu disyukuri.
"Berapa pun imbalannya akan saya terima. Uang sedikit pasti akan habis, uang banyak juga pasti akan habis," kelakarnya, membuka obrolan sore itu.
Sekitar 30 menit reporter Tribun Jogja mencoba menggali lebih dalam pribadi Petrus Adi Utomo yang rupanya ia juga aktif dibeberapa gereja di Kota Semarang, Sumatera dan wilayah lainnya.
"Silakan saja, saya dari Solo. Hidup saya 30 persen di kota, 30 persen di pantai atau ke gunung, 30 persen lainnya untuk keluarga, dan 10 persen saya aktif di gereja," kata dia
Baca juga: Pesan Haru dan Berurai Air Mata, Saat Pengajian Aurel Hermansyah Berlangsung, Sangat Menyentuh Hati
Baca juga: Nagita Slavina & Celine Evangelista Ternyata Masih Bersaudara, Keduanya Berpengaruh, Ini Penyebabnya
Ia mengatakan, sejak usia 10 tahun Petrus mulai gemar membaca puisi.
Di usianya saat itu, dirinya juga sudah menulis beberapa puisi.
"Sejak umur 10 tahun saya sudah senang membaca puisi. Saya juga sempat menulis puisi anak waktu itu," kata Petrus.
Semakin sering ia mengabdi ke beberapa gereja, keinginan Petrus untuk menghasilkan karya puisi kian menggebu.
Menurutnya, gereja menjadi basic hidupnya selama ini.
Dari beberapa kegiatannya di gereja itulah Petrus tidak khwatir meski pekerjaannya kini hanya sebagai pelukis sketsa dan pengamen puisi.
"Saya senang di gereja karena itulah basic hidup saya. Apa pun tanpa adanya sentuhan rohani hati kita akan kering. Kita tidak bisa mendorong orang lain jadi baik tanpa rohani kita yang baik," lanjut Petrus.
Selain di pantai Parangtritis, ia juga sering ngamen puisi di Gunung Lawu.
Petrus mencoba menghibur para pendaki saat beristirahat di Cemoro Sewu.
"Asal ada orang duduk itu menjadi tempat saya mencari makan. Ya ini pekerjaan yang gak ada saingan, karena orang gak ada yang mau kayak gini," kata dia.
Per harinya sudah tak terhitung berapa bait puisi yang ia bacakan kepada pengunjung pantai Parangtritis.