Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Presiden Jokowi

Presiden Jokowi: Ngomong Benci Produk Asing Gitu Aja Ramai

Presiden Joko Widodo (Jokowi) merasa heran dengan pernyataannya tentang benci produk asing atau produk luar negeri yang menjadi ramai diperbincangkan.

Editor: muhammad irham
Tribunnews/HO/Biro Pers Setpres/Lukas
Presiden Jokowi. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) merasa heran dengan pernyataannya tentang benci produk asing atau produk luar negeri yang menjadi ramai diperbincangkan. Menurut dia, hak kita untuk tidak menyukai produk luar negeri.

"Kemarin saya sampaikan untuk cinta produk Indonesia, untuk bangga terhadap produk Indonesia, dan boleh saja kita ngomong tidak suka pada produk asing, masa ngga boleh kita ngga suka?! Kan boleh saja tidak suka pada produk asing. Gitu aja ramai. Saya ngomong benci produk asing, gitu aja ramai," kata Jokowi.

Hal itu dikatakannya dalam sambutan Rapat Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) masa bakti 2019-2022, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat, (5/3/2021).

Menurut Presiden, permintaan agar cinta produk dalam negeri dan benci produk asing tersebut agar perbaikan Ekonomi Indonesia melalui peningkatan permintaan tidak hanya menguntungkan produk-produk luar negeri saja, tetapi juga harus meningkatkan konsumsi produk dalam negeri.

"Agar tercipta efek domino sehingga dorongan untuk menggerakkan roda ekonomi di dalam negeri semakin besar," jelas Jokowi.

Kronologis

Sementara itu, di acara yang sama –Rakernas HIPMI 2021- dan digelar secara virtual, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkap cerita awal hingga Presiden Jokowi menggaungkan benci terhadap produk asing.

Menurut Mendag, awalnya ia memaparkan sebuah artikel Word Economic Forum terkait tumbuhnya industri fesyen Islam di Indonesia.

Dalam artikel itu, diberikan contoh seorang pedagang hijab di Pasar Tanah Abang, yang memiliki konveksi dengan jumlah pekerja mencapai 3.000 orang.

"Dia mesti bayar ongkos gaji per tahun sekitar Rp 10 miliar (650.000 dolar AS). Ini bukan angka yang kecil," ucap Lutfi.

"Apa yang terjadi? Hijab yang dijual itu terekam oleh artificial intelligence salah satu perusahaan online asing yang datangnya dari luar negeri," sambung Lutfi.

Predatory pricing

Setelah perusahaan online asing berhasil merekam terkait bentuk, warna, dan harga hijab yang dijual pedagang Indonesia, maka pihak asing itu lalu membuat produk yang sama dan menawarkannya dengan harga jauh lebih murah.

"Dibuat (hijab) di negara itu, saya tidak perlu sebut negaranya. Kemudian, datang ke Indonesia, dilakukan dengan spesial diskon, yang saya katakan dalam istilah perdagangan namanya predatory pricing," kata Lutfi.

"Masuk ke Indonesia dengan harga Rp 1.900. Bagaimana caranya UMKM kita bersaing? Jadi ini adalah mekanisme perdagangan yang dilarang international trade, tidak adil," lanjutnya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved