kasus pembunuhan
Aulia Kesuma Pembunuh Suami dan Anak Tirinya Divonis Hukuman Mati, Kuasa Hukum: Ini Terlalu Sadis
Vonis mati dibacakan ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas dua terdakwa pembunuhan berencana Aulia Kesuma dan Geovanni Kelvin.
Aulia yang merasa sakit hati dengan penolakan Pupung, kemudian merencanakan pembunuhan terhadap suaminya.
Dia pun menyertakan anak tirinya, Dana, dalam sebagai korban kedua.
Dalam pikirannya, jika keduanya mati, maka seluruh harta peninggalan Pupung akan jatuh ke tangannya.
Aulia tidak sendiri, dia mengajak Geovanni, Agus, Sugeng, Karsini, Rody Saputra, dan Supriyanto.
Atas kejahatan yang diperbuat Aulia dan Geovanni, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhi vonis hukuman mati.
Tak terima dengan vonis hukuman mati, melalui kuasa hukumnya, Aulia mengajukan upaya hukum secara berjenjang,
ke Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung.

Aulia juga sempat berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo dan tujuh lembaga negara.
"Hari Jumat kami kirim permohonan keadilan ke delapan lembaga negara.
Ada presiden, wapres, Komisi III DPR, Menkumham, Ketua Pengadilan Tinggi (DKI Jakarta), Ketua MA, dan Komnas HAM, dan lain-lain," kata kuasa hukum Aulia Kesuma, Firman Candra, Selasa (23/6/2020).
Surat tersebut bukan hanya menuntut keadilan untuk kliennya, tapi juga untuk menuntut penghapusan hukuman mati dari sistem hukum Indonesia.
Menurut Candra, hukuman mati terlalu sadis untuk dijadikan hukuman dalam kasus pidana.
"Kami minta hukuman berubah lah. Jangan hukuman mati. Ya kalau bisa angka (vonis penjara)," kata Candra.
Firman yakin dari fakta persidangan ada hal-hal yang meringankan Aulia.

"Padahal sekali lagi di pledoi banyak hal-hal yang meringankan kalau dilihat dari sudut pandang kita sebagai manusia," tambahnya.