Kudeta Militer Myanmar
Militer Myanmar Kerahkan Kendaraan Lapis Baja, Kedubes AS Peringatkan Warganya Agar Tetap Berlindung
Kendaraan lapis baja dikerahkan di kota-kota besar seperti Yangon, Myitkyina, dan Sittwe.
TRIBUNMANADO.CO.ID, YANGON - Minggu (14/2/2021) Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) mengeluarkan peringatan bagi warganya yang tinggal di Myanmar.
Mereka diperingatkan agar tetap berlindung di rumah masing-masing.
Hal tersebut karena seiring terus berjalannya mogok kerja, pasukan militer Myanmar mulai mengerahkan kendaraan lapis baja di kota-kota besar.
Layanan kereta api di beberapa tempat telah berhenti.
Namun pekerja pembangkit listrik berusaha untuk memastikan listrik tetap menyala, menurut laporan Reuters pada Sabtu (13/2/2021) mengutip media lokal.

Kendaraan lapis baja dilaporkan muncul di kota-kota Yangon, Myitkyina, dan Sittwe.
Penggunaan armada tersebut adalah peluncuran skala besar pertama militer sejak kudeta 1 Februari.
Kedutaan Besar AS di Myanmar memeringatkan warga AS bahwa mereka harus menghindari pergi keluar.
"Ada indikasi pergerakan militer di Yangon dan kemungkinan gangguan telekomunikasi antara jam 1:00 pagi sampai 9:00 pagi. Warga AS di Burma disarankan untuk berlindung di rumah selama jam 8:00 malam sampai 4:00 pagi," tulis kedubas “Negara Paman Sam” di Twitter.
Pada Minggu (14/2/2021), pasukan militer Myanmar dilaporkan telah dikerahkan ke pembangkit listrik dan bentrok dengan demonstran.
Sejumlah pihak yakin militer akan memutus aliran listrik, menurut Reuters.
Militer diduga menembaki pengunjuk rasa, dan tidak jelas berapa banyak orang yang terluka.
Penangkapan di negara itu banyak dilakukan pada malam hari.
Baca juga: Jadwal Acara TV Selasa 16 Februari 2021: Ikatan Cinta Kembali Lagi, GTV Sajikan Terminator 2
Baca juga: Hamil 5 Bulan, Istri Artis Asal Manado Ini Akui Suaminya Lebih Protektif
Pada Jumat (12/2/2021), Kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Yangon melaporkan lebih dari 350 orang telah ditangkap pada hari-hari sejak kudeta dimulai.
Pada awal Februari, angkatan bersenjata Myanmar menangkap para pemimpin sipil, termasuk peraih Nobel Aung San Suu Kyi.