Keutuhan NKRI
Momen Saat Sam Ratulangi dan Johannes Latuharhary Tolak Penerapan Piagam Jakarta
Ada saat-saat di mana Romo Magnis, sapaan akrabnya, melihat peran umat Islam begitu menentukan dalam mempertahankan keutuhan NKRI.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, Guru Besar Filsafat STF Driyarkara, mengatakan bahwa umat Islam Indonesia boleh berbangga diri. Umat Islam terbukti memainkan peranan yang amat menentukan dalam mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ada saat-saat di mana Romo Magnis, sapaan akrabnya, melihat peran umat Islam begitu menentukan dalam mempertahankan keutuhan NKRI.
Momen pertama dilihat Romo Magnis jelang Indonesia mengumumkan kemerdekaannya pada tahun 1945.
Saat itu Indonesia berhadapan dengan satu pertanyaan krusial, haruskah jadi negara Islam atau negara sekuler?
Perdebatan antara kaum agamais, yang mengusung Piagam Jakarta, dengan kaum nasionalis terjadi.
Kaum agamais sepakat bahwa Indonesia harus berdiri berdasarkan 'Ketuhanan, dengan menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya.' Namun Piagam Jakarta itu mendapat penolakan tegas dari golongan Kristen.
Sosok yang kala itu sangat tegas menolak adalah Sam Ratulangi dan Johannes Latuharhary, yang menyatakan akan keluar dari Indonesia bila menerapkan Piagam Jakarta.
"Tapi saat itu yang muncul justru suatu Undang-undang Dasar (1945) yang memperlakukan semua warga, anggota segala macam komunitas, pada taraf yang sama," ucap Romo Magnis dalam webinar online, Rabu (10/2) lalu.
Partai Masyumi dan partai Islam lain juga tegas menolak Piagam Jakarta. Mereka tidak mendukung usaha-usaha mendirikan Darul Islam lantaran dapat memecah-belah keutuhan NKRI.
Indonesia masih utuh berkat peran politik yang komunikatif dan bertanggung jawab dari para tokoh muslim pada masa perang kemerdekaan sampai sesudahnya Indonesia bersatu dan kokoh.
"Selanjutnya pada 1965. Saya tahun 1961 itu khawatir, kenapa partai komunis itu mengancam, tapi banyak teman Indonesia belum melihatnya. Tapi waktu itu kami menyadari, kami Katolik selalu Anti komunis, tetapi menurut umat Islam, ada HMI yang dimusuhi oleh PKI. Kita tahu bahwa masalah komunis diatasi tidak tanggung-tanggung," tutur Romo Magnis.
Momen peran umat Islam sangat menentukan juga disaksikan Romo Magnis pada masa keruntuhan rezim Orde Baru.
Setelah Presiden Soeharto runtuh, ada sejumlah tokoh dengan identitas muslim yang sangat kuat menangani peralihan dari Orde Baru ke Indonesia reformasi.
Pertama adalah sosok B.J. Habibie, mantan ketua ICMI yang sebagai presiden melepaskan para tahanan politik, mengembalikan kebebasan demokratis, dan membawa Indonesia ke arah pembaruan atas dasar Pancasila. Penggantinya Abdurahman Wahid atau Gus Dur, yang selama 15 tahun memimpin organisasi Islam terbesar. Begitu penting peran Gus Dur dalam upaya moderasi umat beragama dan menjaga keutuhan NKRI.
"Lalu sahabat saya Akbar Tandjung dan tokoh seperti Jimly Asshiddiqie," kata Romo Magnis.