Pilkada Sulut
KPU Boltim dan KPU Manado Hadapi Gugatan di MK, Ferry Liando: Pemohon Harus Bisa Beberkan Bukti
Dua Komisi Pemilihan Umum (KPU) di dua kota, yaitu Manado dan Bolaang Mongondow Timur (Boltim) harus menghadapi gugatan dari pasangan calon (paslon)
Penulis: Isvara Savitri | Editor: David_Kusuma
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Pilkada 2020 di Sulawesi Utara tidak semulus kelihatannya.
Dua Komisi Pemilihan Umum (KPU) di dua kota, yaitu Manado dan Bolaang Mongondow Timur (Boltim) harus menghadapi gugatan dari pasangan calon (paslon).
KPU Kota Manado harus menghadapi gugatan paslon Julyeta Paulina Amelia Runtuwene dan Harley Mangindaan (PAHAM),
sedangkan KPU Boltim harus menghadapi gugatan dari Amalia Landjar dan Uyun K Pangalima (AMA-UKP) terkait hasil penghitungan suara.
Baca juga: Maximiliaan Jonas Lomban Berkali-Kali Ucapkan Selamat dan Hormat ke Maurits-Hengky
Baca juga: Kasus Covid-19 Aktif di Bolmong Berjumlah 37, Bupati Yasti: Cegah Covid dengan Berkebun
Baca juga: Bupati Sehan Landjar Lantik Ichsan Pangalima Jabat Plt Asisten Tiga Pemkab Boltim
Pengamat Politik Ferry Liando menjelaskan bahwa pada Pasal 158 UU 10/2016 tentang Pilkada menyebutkan
pihak pemohon harus memiliki legal standing yaitu hanya pasangan calon yang memiliki selisih suara 0,5 sampai 2 persen suara dari jumlah suara hasil rekapitulasi akhir yang ditetapkan KPU.
"Jika selisihnya melebihi sebagiamana ketentuan maka MK tak akan menerima permohonan pasangan calon," ujar saat dihubungi, Senin (25/1/2021).

Namun MK punya aturan baru yang berbeda dengan aturan pada Pilkada sebelumnya.
Pada Pilkada 2018, syarat ambang batas langsung ditetapkan saat pemeriksaan pendahuluan sehingga proses pembuktian tidak dilakukan.
"Artinya tidak semua permohonan diterima.
Tapi sesuai peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020, bahwa ambang batas itu dipertimbangkan saat pemeriksaan pokok perkara dan bukti-bukti selesai dilakukan," tambahnya.
Hakim MK akan memeriksa perkara dahulu dengan menggali fakta-fakta dan mencari informasi serta bukti-bukti.

Namun dalam sengketa perselisihan, pihak pemohon harus mempersiapkan alat bukti yang lengkap seperti dokumen, saksi-saksi, petunjuk maupun pihak lain sebagai pemberi keterangan.
"Yang perlu ditekankan adalah putusan MK itu tidak akan mungkin mendiskualifiksi paslon tertentu.
Putusan itu juga tidak bersifat punitif bagi pihak termohon yang terbukti melakukan pelanggaran," kata dosen Kepemiluan Unsrat ini.
Putusan MK hanya mengoreksi dan atau meminta pihak penyelenggara untuk memperbaiki perolehan suara yang sesungguhnya kalau dalam persidangan terbukti ada kesalahan.
Oleh karena itu pokok aduan yang harus diperkuat pihak pemohon adalah data tentang berapa sesunggunya suara yang menurut pemohon harusnya dimiliki pemohon.
Baca juga: BM-OD dan PT VIF Beri Bantuan ke Korban Banjir, RD: Tugas-tugas Kita Menyangkut Kemanusiaan
Baca juga: Terdampak Banjir dan Tanah Longsor, Pendeta GMIM Bethesda Taas Bersyukur Dapat Bantuan
Kedua mereka juga harus mempersiapkan data selisih suara jika dibandingkan dengan yang ditetapkan termohon dalam hal ini KPUD tentang hasil yang diperoleh pihak terkait
yaitu paslon yang ditetapkan sebagai peraih suara terbanyak dengan suara pemohon yang sesungguhnya.
"Ketiga, jika terjadi selisih maka pemohon harus mengajukan bukti petunjuk di lokasi yang mana suara pemohon berkurang dan lokasi yang mana suara pihak terkait bertambah.
Dan, apakah kejadian itu pada saat di penghitungan suata atau di bagian rekapitulasinya," pungkas Ferry.
Menurut Ferry, formulir C1 bisa jadi bukti primer di samping keterangan fakta oleh saksi.
Baca juga: Kisah Amou Haji, Pria yang Tak Pernah Mandi Selama 67 Tahun
Sepanjang pihak pemohon tidak bisa menerangkan dan membeberkan bukti-bukti tentang 4 dalil ini maka akan sulit bagi MK untuk menerima permohonan pemohon.
"Bukti harus disediakan pemohon. Sebab siapa yg mendalilkan maka dia yang harus membuktikan atau aktori incumbit probatio," tutur Ferry.
Dalil tentang dugaan pelanggaran terstruktrur, sistematis dan masif (TSM) kemungkinan akan di kesampingkan hakim MK.
Sebab dalam UU 10/2016 ada lembaga lain yang menagani pelanggaran itu yaitu Bawaslu dan sifat putusannya adalah diskualifikasi.
Baca juga: TIPS Saat Banjir Terjadi, Begini Cara Selamatkan Furnitur Yang Terendam Air
Bisa saja laporan tentang adanya dugaan pelanggaran itu benar tapi penyelesain hukumnya bukan di MK
sebab putusan MK nanti bukan untuk mendiskualifikasi atau sanksi yang berbeda dengan putusan pelanggaran yang tebukti TSM yang output putusannya diskualifikasi atau putusan DKPP yang output-nya sanksi bagi penyelenggara.
"Namun demikian apapun fakta yang akan terungkap dalam sidang nanti bagi saya tidak mungkin bagi MK untuk melanggar ketentuan pasal 158," tutup Ferry.(*)