Banjir di Manado
Diterjang Banjir, Patung Bunda Maria dan Salib Tetap Berdiri Kokoh, Serafina Terok: Ini Mukjizat
Sekolah yang berada di Kelurahan Karombasan Selatan, Kecamatan Malalayang ini pun porak-poranda dihantam banjir.
Penulis: Hesly Marentek | Editor: Rizali Posumah
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO -- Sekolah Katolik milik Paroki Hati Kudus, Karombasan tak luput dari terjangan banjir yang melanda Kota Manado, Jumat (22/1/2021) kemarin.
Sekolah yang berada di Kelurahan Karombasan Selatan, Kecamatan Wanea ini pun porak-poranda dihantam banjir.
Hampir seluruh ruangan menampakkan pemandangan kursi dan bangku yang sudah terbalik.
Nampak pula alat belajar yang berhamburan di lantai bercampur lumpur sisa-sisa banjir.
Namun di tengah dampak banjir tersebut, keajaiban terjadi, tepatnya di ruang kelas 7A.
Sebuah patung Bunda Maria dan Salib serta dua lilin yang diletakan di meja beralaskan taplak bercorak bunga tak sedikit pun jatuh berubah dari posisi semula.
Patung Bunda Maria dan Salib serta dua lilin tersebut tetap kokoh berdiri, meski sejatinya meja tempat benda-benda tersebut ditaruh bergeser sekira dua meter dari posisi awal.
Sementara seluruh benda yang ada berada di ruangan tersebut roboh di lantai karena genangan air yang ditaksir mencapai leher orang dewasa.
"Ini merupakan Mujizat. Karena semua benda jatuh berhamburan kecuali meja itu."
"Bahkan Patung Bunda Maria, Salib dan dua lilin yang ada di atas meja itu malah sedikit pun tak berpindah dari posisi semula," kata Serafina Terok yang Kepala Sekolah SMP Hati Kudus Karombasan, Sabtu (23/1/2021) siang.
Diceritakan Serafina kejadian ajaib ini, pertama kali diketahuinya saat dirinya akan membuka ruang kelas guna melihat kerusakan apa saja akibat genangan air kemarin.
Namun saat masuk di ruang kelas 7A, dirinya kaget bukan main.
Yang mana dirinya melihat patung Bunda Maria, Salib serta dua lilin, tak jatuh, sedangkan seluruh benda sudah berhamburan tak kuruan.
"Saya bahkan merinding tadi pas liat Patung Bunda Maria dan Salib sama sekali tak jatuh dari meja. Padahal tinggi air sudah sekira leher orang dewasa."
"Sedangkan meja yang tingginya hanya dibawa pinggang orang dewasa otomatis benda di atas sudah pasti jatuh, tapi ini tidak," ungkapnya.
Lebih menariknya setelah mendekati meja tersebut, Serafina mengakui makin kaget, lantaran dari melihat kondisi atas meja yang sama sekali tak tersentuh air.
"Ini luar biasa lagi, dilihat dari taplak meja, bekas air sama sekali tak hanya menyentuh permukaan meja. Malah bekas air hanya berasa lima jari dibawa permukaan meja."
"Sedangkan kalau lihat tinggi air yang masuk ruangan tersebut, sebutulnya meja tersebut sudah tenggelam bersama benda lain," ungkapnya lagi.
Adapun dari pantauan, tampak seluruh benda di ruangan kelas 7A berhamburan secara tak karuan.
Baca juga: Dilamar Rizky Billar, Lesty Kejora Menangis Haru, Intip Momen Bahagia Leslar di Panggung
Baca juga: Penyandang Tuna Netra Menikah, Tak Bisa Melihat Tapi Bertemu di Facebook, Kok Bisa? Ini Kisahnya
Baca juga: Cuaca Ekstrim di Manado dan Sekitarnya Karena La Nina
Derita Bayi Korban Bencana Banjir: Tak Ada Susu, Diberi Teh
Berita lainnya, Seorang wanita tua memegang sebuah botol susu bayi. Isinya air berwarna merah tua.
"Ini teh, bukan susu," kata dia kepada Tribun Manado di kantor Pengadilan Agama Malendeng, Kecamatan Tikala, Kota Manado, Sabtu (23/1/2021) siang yang jadi lokasi penampungan korban banjir.
Tak ada susu Sabtu malam, kala pengungsian korban bencana alam mencapai saat yang genting, terpaksa dua bayi bernama
Alika (1 bulan) dan Rara (4 bulan) diberi minum teh.
"Keduanya terus menangis minta susu," kata wanita bernama Umi itu.
Sabtu siang itu, kedua bayi tersebut tengah tidur pulas.
Umi yang tengah menjagai bayi itu dilanda kecemasan.
"Tak ada susu hingga sekarang, tak tahu lagi bagaimana kalau mereka bangun," ujarnya.
Selain susu, dua bocah tersebut butuh pempres dan baju ganti.
Pakaian keduanya hanyut dibawa air bandang.
"Kami mohon agar segera dikirimi dua barang tersebut, kalau makan kami sudah punya, tapi untuk bayi bayi ini belum ada," kata dia.
Sebut dia, salah seorang bayi rumahnya rusak karena longsor.
Seorang lagi, rumah kos tempat ia dan orang tuanya bermukim kebanjiran air setinggi leher.
Marni warga lainnya mengatakan, ada banyak anak-anak di lokasi penampungan itu.
"Selain dua bayi, ada juga balita serta anak anak usia 7 dan 8 tahun," katanya.
Amatan Tribun, anak - anak yang berusia di atas 5 tahun tak hilang keceriannya di tengah suasana suram itu.
Mereka nampak melompat - lompat di atas kasur, bergulat di atasnya, berlarian sepanjang ruangan, seolah terpisah dari penderitaan sekelilingnya.
Bak Peter Pan, tokoh dongeng yang ingin tetap menjadi anak-anak agar tidak dewasa untuk merasakan derita manusia.
Namun tak semua demikian. Seorang anak berusia 6 tahun di Kelurahan Banjer Lingkungan 1 rebahan di bangku yang sudah dipindahkan di jalan lorong, karena sementara dibersihkan dari lumpur.
Ia memakai baju kotor. Tak pakai calana. Hanya pempers. Wajahnya memelas. Seperti muka ayahnya di sampingnya.
"Disini banyak bayi yang tidak punya pakaian, pempers dan susu, " tutur Ani warga setempat. (Hesli Marentek/Arthur Rompis)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/patung-bunda-maria-dan-salib-di-ruang-kelas-sekolah-hati-kudus.jpg)