Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Terkini Nasional

Anies Baswedan Baca Buku How Democracies Die, Ternyata Isinya Tentang Hal Ini

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengenakan sarung dengan kemeja putih sambil duduk membaca buku.

Editor: Rhendi Umar
Isitmewa
Anies Baswedan Duduk Sambil Baca Buku How Democracies Die 

Dilansir dari Goodreads, buku How Democracies Die diterbitkan pertama kali dalam versi bahasa Inggris pada 16 Januari 2018 oleh penerbit Crown Publishing Group.

Buku ini ditulis oleh dua profesor asal Universitas Harvard, Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt.

Keduanya telah menghabiskan lebih dari 20 tahun mempelajari sejarah panjang demokrasi di Eropa dan Amerika Latin.

Dalam buku tersebut, Levitsky dan Ziblatt memaparkan bahwa demokrasi tidak lagi berakhir dengan cara-cara spektakuler, seperti revolusi maupun kudeta militer.

Namun, menurut mereka demokrasi akan mati secara perlahan dan pasti dengan matinya institusi-institusi kritis, seperti peradilan dan pers, serta pengeroposan norma-norma politik yang telah lama ada.

Berpijak pada penelitian selama puluhan tahun, dan berbagai contoh sejarah global, mulai dari Eropa tahun 1930-an, hingga era kontemporer Hungaria, Turki dan Venezuela, kedua profesor itu menunjukkan bagaimana demokrasi mati dan bagaimana ia dapat diselamatkan.

Buku How Democracies Die juga telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan judul "Bagaimana Demokrasi Mati" dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2019.

Perjalanan politik

Dilansir dari The Guardian, 24 Januari 2018, berdasarkan ulasan yang ditulis oleh David Runciman, How Democracies Die merangkum perjalanan politik otoriter di berbagai penjuru dunia, dan menemukan pola serupa yang terus berulang.

Para penguasa abad ke-21 tidak melenyapkan konstitusi dan menggantinya dengan tank di jalanan.

Mereka berbasa-basi kepada konstitusi sambil bersikap seolah-olah hal itu tidak ada.

Hal itu bisa dilihat, salah satunya, pada cara Vladimir Putin, presiden Rusia, secara legal menukar peran antara Presiden dengan Perdana Menteri, dan dengan demikian tetap taat pada konstitusi, sekaligus mempecundanginya.

Praktik serupa juga bisa dilihat pada cara Reccep Tayip Erdogan mempertahankan kekuasaannya di Turki, juga Viktor Orban di Hungaria, Nicolas Maduro di Venezuela, dan Narendra Modi di India.

Para penguasa itu memiliki pola yang sama, yakni mereka semua menjatuhkan lawan mereka sebagai kriminal, menunjukkan penghinaan terang-terangan atas kritik di media, memicu teori konspirasi tentang gerakan oposisi, dan mempertanyakan keabsahan suara yang menentang mereka.

Gubernur Anies Baswedan kritik soal Toa peringatan banjir tidak terlalu berfungsi
Gubernur Anies Baswedan kritik soal Toa peringatan banjir tidak terlalu berfungsi (Kolase Istimewa)

Catatan sejarah

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved