Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sumpah Pemuda

2 Tokoh Penting Sumpah Pemuda yang Dieksekusi Karena Dianggap Pemberontak, PKI & Darul Islam

Amir Syarifuddin Harahap atau Amir Sjarifoeddin Harahap (ejaan Ophuisjen) lahir di Medan pada 27 Mei 1907.

Editor: Rizali Posumah
NET/Kolase
sekarmadji maridjan kartosoewirjo dan Amir Syarifuddin Harahap 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Peristiwa Sumpah pemuda diperingati tiap tanggal 28 Oktober di Indonesia. 

Peristiwa ini terjadi pada tahun 1928. Kala itu para wakil pemuda dari berbagai latar belakang ideologi politik, ras, suku dan agama mengucap janji Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa, yakni Indonesia. 

Ada 13 tokoh penting dalam pembacaan teks sumpah pemuda ini. Mereka adalah Seonario, J. Leimena, Soegondo Djojopoespito, Djoko Marsaid, M.Yamin, Amir Syarifuddin Harahap, W.R. Supratman, S. Mangoensarkoro, Kartosoewirjo, Kasman Singodimedjo, Mohammad Roem, A.K. Gani, dan Sie Kong Liong.

Di antara mereka ada 2 tokoh yang dikemudian hari berseberangan dengan pemerintah Republik Indonesia hingga dianggap pemberontak dan dihukum eksekusi mati. Mereka adalah Amir Syarifuddin Harahap dan Kartosoewirjo. 

Bagaimana sepak kedua tokoh bangsa ini? Berikut ulasannya.

Amir Syarifuddin Harahap

Amir Syarifuddin Harahap atau Amir Sjarifoeddin Harahap (ejaan Ophuisjen) lahir di Medan pada 27 Mei 1907.

Amir Syarifuddin bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) Medan dan dikenal sebagai siswa yang cerdas dan brilian.

Namun pendidikan Amir di ELS hanya sampai kelas dua karena ayahnya pindah kerja ke Tapanuli.

Amir kemudian melanjutkan pendidikan di Sibolga dan selesai pada 1921.

Sutan Gunung Mulia, sepupu Amir menyarankan untuk melanjutkan pendidikan di Belanda.

Pada tahun yang sama, Amir mengambil studi hukum di Gymnasium Harleem dan lulus pada 1927.

Amir Syarifuddin bersama Perkumpulan Amicitia Juncti di Haarlem, Belanda (Koleksi KITLV (CC By)
Di Belanda, Amir berteman dekat dengan Ferdinand.

Melalui Ferdinand, Amir mulai tertarik dengan pemikiran Kristen.

Amir dibaptis di Batavia pada 1931.

Selain itu, Amir juga tertarik pada pemikiran Maximillien Robespierre dan Comte de Mirabeau.

Amir aktif mengikuti Perkoempoelan Hindia (kemudian berubah nama menjadi Perhimpoenan Indonesia) selama menjadi mahasiswa di Belanda.

Amir Syarifuddin kembali ke Indonesia pada 1927 karena faktor ekonomi keluarga yang terpuruk setelah ayahnya berhenti bekerja.

Saat diselenggarakannya Kongres Pemuda pada tahun 1928 Amir Sjarifuddin turut ambil bagian.

Menjadi bendahara acara itu, Amir menjadi salah-satu wakil Jong Sumatra dan ikut membidani kelahiran organisasi Jong Batak.

Pada 1937, Amir mendirikan Partai Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), yang berusaha membina segenap kekuatan-kekuatan antifasis dan prodemokrasi.

Belakangan, dia mengakui menerima uang dari pemerintah Belanda pada 1941 untuk "membiayai jaringan di bawah tanah" melawan invasi fasisme dan militerisme Jepang, tulis Ben Anderson dalam buku Revoloesi Pemuda, Pendudukan Jepang dan Pelawanan di Jawa 1944-1946 (1988).

Saat Jepang masuk, awal 1943, Amir ditangkap Kempetai Jepang dan dijatuhi hukuman mati, karena dianggap mengorganisasi gerakan gawah tanah - hukuman itu tidak pernah dijalankan setelah ada intervensi Sukarno-Hatta.

Setelah dipercaya menjadi menteri dalam kabinet awal, Amir menjadi Perdana Menteri (PM) Indonesia pada 1947 dan menjadi ketua delegasi Indonesia dalam perjanjian Renville — disepakati 17 Januari 1948 — yang hasilnya dianggap merugikan kedudukan Indonesia.

Lantas, Amir meletakkan jabatan, setelah sejumlah pimpinan partai menolak hasil perjanjian itu. Maka berakhirlah pemerintahan Sayap Kiri.

Sebulan kemudian lahirlah Front Demokrasi Rakyat (FDR), yang menjadi penentang paling keras Kabinet Hatta. Dalam organisasi FDR inilah, Amir merupakan salah-seorang pentolannya.

Pada awal Agustus 1948, sosok yang disebut George Mc Turnan Kahin, dalam buku Nasionalisme dan Revolusi Indonesia (1995), sebagai "anggota Politbiro PKI pada permulaan tahun 1926 dan pendiri PKI ilegal pada 1935", Musso, datang ke Indonesia.
Dan, dua pekan kemudian, Amir Sjarifuddin secara terbuka mengumumkan bahwa dia sudah "menjadi komunis" sejak 1935. "Dia bergabung dengan Partai Komunis Ilegalnya Musso di Surabaya," tulis Kahin.

Beberapa bulan kemudian, meledaklah peristiwa Madiun 1948, yang menurut sejarah resmi, disebut sebagai pemberontakan PKI di Madiun.

Amir Sjarifuddin, dieksekusi mati karena dianggap terlibat dalam peristiwa Madiun 1948.

Di tengah malam, 19 Desember 1948, di Desa Ngalihan, Karanganyar, Solo, Amir bersama 10 orang kelompoknya, ditembak mati oleh satuan TNI, setelah tertangkap sebulan sebelumnya.

Buku Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan, karya Soe Hok Gie, yang diangkat dari skripsi sarjana strata satu, menggambarkan momen-momen menjelang eksekusi mati itu.

"Amir bertanya kepada seorang kapten TNI yang memimpin proses persiapan eksekusi," tulis Soe Hok Gie. "Mau diapakan mereka [kami]?"

"Saya tentara, tunduk perintah, disiplin," jawab sang tentara. Malam itu, puluhan warga setempat disuruh menggali lubang sedalam 1,7 meter untuk penguburan 11 orang tawanan politik pemerintah —termasuk Amir.

Usai lubang digali, pelaksanaan hukuman mati pun dimulai. Amir Sjarifuddin, bekas perdana menteri dan menteri pertahanan, dan anggota politbiro CC PKI, serta ikut mencetuskan Kongres Pemuda II 1928, yang melahirkan Sumpah Pemuda, meminta waktu untuk "menulis surat"— tawanan lainnya melakukan hal yang sama.

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dilahirkan di Cepu, Blora, Jawa Tengah pada 7 Januari 1905. 

Ia merupakan salah satu anak dari dari 7 anak Kartodikromo, seorang lurah di Cepu.

Ia mempunyai adik yang berapaham Marxisme bernama Marco Kartodikromo, seorang penulis anti-Belanda.

Di tahun 1901, Pemerintah Belanda menerapkan politik etis atau politik balas budi, di mana banyak sekolah modern yang dibukan untuk penduduk pribumi. 

Kartosoewirjo adalah salah seorang diantaranya yang berkesempatan mengenyam pendidikan modern ini. 

Ia mengenyam pendidikan hingga melanjutkan studi ke tingkat Perguruan Tinggi, yakni Sekolah Ilmu Kedokteran Nederlands Indische Artsen School.

Di saat itu ia mulai terlibat dalam diskusi-diskusi dan gerakan-gerakan politik kebangsaan, terutama saat dirinya tergabung dalam organisasi Syarikat Islam yang dipimpin oleh H. O. S. Tjokroaminoto.

Ia sempat tinggal di rumah Tjokroaminoto. Ia menjadi murid sekaligus sekretaris pribadi H. O. S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto sangat memengaruhi perkembangan pemikiran dan aksi politik Kartosoewirjo.

Ketertarikan Kartosoewirjo untuk mempelajari dunia politik semakin dirangsang oleh pamannya yang semakin memengaruhinya untuk semakin mendalami ilmu politik.

Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila nanti Kartosoewirjo tumbuh sebagai orang yang memiliki integritas keIslaman yang kuat dan kesadaran politik yang tinggi.

Tahun 1927, Kartosoewirjo dikeluarkan dari Nederlands Indische Artsen School karena ia dianggap menjadi aktivis politik serta memiliki buku sosialis dan komunis.

Di masa perang kemerdekaan 1945-1949 Kartosoewirjo terlibat aktif tetapi sikap keras dan prinsip ideologinya membuatnya sering bertolak belakang dengan pemerintah, termasuk ketika ia menolak pemerintah pusat agar seluruh Divisi Siliwangi melakukan long march ke Jawa Tengah.

Perintah long march itu merupakan konsekuensi dari Perjanjian Renville yang sangat mempersempit wilayah kedaulatan Republik Indonesia.

Karena semua perjanjian yang dibuat pemerintah Belanda menyengsarakan rakyat Indonesia, perjanjian-perjanjian semuanya hanya untuk mengelabui orang orang penting agar mereka taat kepada Hindia Belanda.

Maka dari itu Kartosoewirjo menolak mentah mentah semua perjanjian yang diadakan oleh Belanda.

Kartosoewirjo juga menolak posisi menteri yang ditawarkan Amir Sjarifuddin yang saat itu menjabat Perdana Menteri.

Kekecewaannya terhadap pemerintah pusat semakin membulatkan tekadnya untuk membentuk Negara Islam Indonesia. Kartosoewirjo kemudian memproklamirkan NII pada 7 Agustus 1949.

Tercatat beberapa daerah menyatakan menjadi bagian dari NII terutama Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh.

Pemerintah Indonesia kemudian bereaksi dengan menjalankan operasi untuk menangkap Kartosoewirjo. Gerilya NII melawan pemerintah berlangsung lama.

Perjuangan Kartosoewirjo berakhir ketika aparat keamanan menangkapnya setelah melalui perburuan panjang di wilayah Gunung Rakutak di Jawa Barat pada 4 Juni 1962.

Pemerintah Indonesia kemudian menghukum mati Kartosoewirjo pada 5 September 1962 di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, Jakarta.

Kartosoewirjo, salah seorang tokoh dalam Sumpah Pemuda, teman karib Soekarno, murid HOS Tjokroaminoto mati dieksekusi di umur 57 tahun.

Baca juga: Link Streaming Shakhtar Donetsk vs Inter Milan, Liga Champions Grup B, Live Vidio.com

Baca juga: Kutipan Pesan Legendaris Soekarno, Puisi Jokowi & Kumpulan Ucapan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober

Baca juga: CS-WL Ajak Kaum Milenial Gunakan Hak Suara Sebaik Mungkin

Referensi:

https://www.tribunnewswiki.com/2019/09/18/amir-syarifuddin-harahap

https://manado.tribunnews.com/2020/10/01/latar-belakang-pemberontakan-pki-madiun-dan-para-tokoh-yang-terlibat-amir-syarifuddin-hingga-muso?page=all

https://www.kompas.com/skola/read/2020/08/17/131533269/amir-sjarifuddin-kontroversi-dan-perannya-dalam-kemerdekaan-indonesia?page=all

https://id.wikipedia.org/wiki/Sekarmadji_Maridjan_Kartosoewirjo#:~:text=Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo (lahir di,dari tahun 1949 hingga tahun

https://surabaya.tribunnews.com/2019/08/15/sosok-pentolan-pemberontak-yang-bikin-soekarno-menangis-bung-karno-hukum-mati-sahabatnya-sendiri?page=all

https://manado.tribunnews.com/2020/10/27/j-leimena-kartosoewirjo-hingga-sie-kong-liong-berikut-13-tokoh-penting-peristiwa-sumpah-pemuda

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved