Omnibus Law
Begini Fadli Zon Membandingkan Rezim Jokowi dan Penjajah Belanda, Takut Sentil Prabowo
Meski Partai Gerindra berada di gerbong pemerintah, dan Fadli Zon merupakan anggota DPR RI dari Partai Gerindra
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA -- Meski Partai Gerindra berada di gerbong pemerintah, dan Fadli Zon merupakan anggota DPR RI dari Partai Gerindra, namun politisi Gerindra ini tetap bersikap kritis pada pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Sikap ini anomali ini sering dianggap lucu oleh banyak kalangan. Bahkan, ada yang menyebut ini sebagai drama politik dari Fadli Zon dan Partai Gerindra.

Kritikan terakhir diutarakan Politisi Partai Gerindra Fadli Zon dengan membandingkan rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan rezim penjajah Belanda dalam memperlakukan tahanan politik.
Dalam pandangan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini, penjajah Belanda ternyata lebih sopan dan manusiawi dibandingkan perlakukan aparat hukum pada era sekarang ini kepada para tahanan politik.
"Dulu kolonialis Belanda jauh lebih sopan n manusiawi memperlakukan tahanan politik," tulis Fadli Zon di akun twitternya, Jumat (16/10/2020) dini hari.
Dia memberikan komentar atas cuitan netizen akun @DonAdam68 yang membagikan berita para aktivis KAMI memakai baju tahanan orange, tangan diborgol, dan ditunjukkan ke publik oleh polisi.
"Kejam kali kalian polisi kepada aktivis politik! Mereka bukan koruptor atau penjahat kriminal," tulis @DonAdam68 mengomentari berita tersebut.
Baca juga: Kisah Vivian, Wanita Tanpa Tangan Ditinggal Suami, Nasib Berubah Setelah 10 Tahun, Prianya Terlantar
Baca juga: Arief Poyuono Siap Jadi Jaminan, Minta Jokowi Perintahkan Kapolri Lepaskan Aktivis KAMI
Baca juga: Minta Presiden Jokowi Bebaskan 3 Petinggi KAMI, Arief Poyuono: Saya Siap Berikan Jaminan
Menurut Fadli Zon, para tokoh bangsa Indonesia saat itu, seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Syahrir, juga ditangkap oleh penjajah.
Tetapi, perlakukan terhadap tokoh pergerakan politik tersebut, sangat manusiawi dan bahkan diberi gaji bulanan.
Para era kolonialis Belanda, Soekarno (Bung Karno) dibuang ke Ende, Nusa Tenggara Timur.
Bung Hatta (Mohammad Hatta) dan Sutan Syahrir dibuang ke Digul, Papua. Bung Hatta juga pernah dibuang ke Bandanaira, Maluku.
"Merka masih diperlakukan manusiawi bahkan diberi gaji bulanan," -ujar Fadli Zon.
FADLI ZON (IG: fadlizon)
@fadlizon
Dulu kolonialis Belanda jauh lebih sopan n manusiawi memperlakukan tahanan politik. Lihat Bung Karno di Ende, Bengkulu n Bangka. Bung Hatta n Syahrir memang lebih berat di Digul. Di Bandanaitra lebih longgar. Merka masih diperlakukan manusiawi bahkan diberi gaji bulanan.
Aktivis KAMI Pakai Baju Tahanan
Sementara itu, Bareskrim Polri merilis penangkapan 8 petinggi dan anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) pada hari ini, Kamis (15/10/2020) siang.
Diketahui, rilis pengungkapan kasus tersebut dilaksanakan di Gedung Utama Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Seluruh tersangka dalam kasus ini juga dihadirkan di hadapan awak media.

Berdasarkan pengamatan Tribunnews.com di lokasi, seluruh tersangka tampak menggunakan baju tahanan berwarna oranye yang bertuliskan 'Tahanan Bareskrim Polri'.
Kedua tangan seluruh tersangka juga tampak diborgol oleh kepolisian.
Kedelapan tersangka yang dirilis kepolisian di antaranya tiga anggota komite eksekutif KAMI, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permana.
Syahganda Nainggolan saat memprediksi pemerintahan Jokowi akan jatuh 6 bulan lagi. Video ditayangkan Februari namun hingga 6 bulan lebih, Jokowi masih presiden. (Reaktita TV)
Selain itu, Ketua KAMI Medan Kahiri Amri dan tiga pengurusnya Juliana, Devi dan Wahyu Rasari Putri.
Selanjutnya, anggota KAMI Jakarta Kingkin Anida juga telah berstatus tersangka.
Ketika dihadirkan di hadapan awak media, salah satu anggota komite eksekutif KAMI Syahganda Nainggolan juga sempat memberikan sapaan semangat perjuangan.
"Merdeka!," kata Syahganda Nainggolan sembari mengepalkan tangan ke hadapan awak media.
Sebagaimana diketahui, seluruh tersangka dijerat dengan pasal yang berbeda-beda.
Untuk petinggi dan pengurus KAMI di Medan, dijerat pasal ujaran kebencian ataupun permusuhan terkait aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Hal tersebut termaktub dalam 45 A ayat 2 UU RI nomor 19 tahun 2014 tentang ITE dan atau pasal 160 KUHP.
Dalam beleid pasal tersebut, seluruh tersangka terancam kurungan penjara 6 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Namun, ketiga anggota komite eksekutif KAMI, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permana masih akan dilakukan proses pengungkapan kasus pada hari ini.
Tiga Deklarator
Bareskrim Polri menetapkan tiga deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sebagai tersangka.
Penetapan tersebut dilakukan setelah ketiga tersangka diperiksa lebih dari 1x24 jam sejak ditangkap.
Tiga deklarator KAMI yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana.
Baca juga: Minta Presiden Jokowi Bebaskan 3 Petinggi KAMI, Arief Poyuono: Saya Siap Berikan Jaminan
Baca juga: Sebelum Bertugas Pada Pilkada 9 Desember, KPPS dan PTPS Akan Dilakukan Rapid Test
Baca juga: Suzuki Motor Promo Oktober Fest, Uang Muka Mulai Rp 1,8 Juta dan Gratis Angsuran hingga 5 Kali
Mereka juga telah ditahan sementara di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
"Iya sudah ditahan. Namanya sudah ditahan, sudah jadi tersangka," kata Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setyono di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (14/10/2020).
Namun demikian, Awi mengaku masih enggan membeberkan lebih lanjut rincian masalah yang membuat ketiga deklarator KAMI itu ditetapkan tersangka.
Nantinya, penyidik Polri akan merilis kasus tersebut pada Kamis (15/10/2020) besok.
"Besok akan dilakukan rilis, silakan tanya sejelas-jelasnya."
"Akan dijelaskan secara detail, rencananya besok ya. Semoga tidak meleset," ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan Kahiri Amri dan tiga pengurusnya, Juliana, Devi, dan Wahyu Rasari Putri, ditetapkan sebagai tersangka.
Anggota KAMI Jakarta Kingkin Anida juga telah berstatus tersangka.
Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setyono mengatakan, pihaknya juga telah menahan 5 tersangka tersebut di Bareskrim Polri.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka berkaitan dengan unjuk rasa Omnibus Law berujung ricuh.
"Yang sudah 1x24 jam (pemeriksaan) sudah jadi tersangka."
"Tapi yang masih belum, masih proses pemeriksaan hari ini," kata Brigjen Awi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (13/10/2020).
Baca juga: Komentari Dalang Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja, SBY: Saya Tak Yakin BIN Anggap Saya Musuh Negara
Sementara, Bareskrim Polri belum memutuskan status hukum anggota Komite Eksekutif KAMI, yakni Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana.
Ketiganya saat ini masih berstatus terperiksa di Bareskrim Polri.
"Yang dalam pemeriksaan 1 x 24 jam ini tentunya Polri akan melakukan pemeriksaan intensif."
"Sembari juga menunggu yang beberapa belum ada pengacaranya kita tunggu, tentunya nanti akan ditindaklanjuti terkait dengan penyidikannya," jelasnya.
Awi mengatakan kelima tersangka dijerat pasal ujaran kebencian ataupun permusuhan terkait aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Hal itu termaktub dalam 45 A ayat 2 UU 19/2014 tentang ITE dan atau pasal 160 KUHP.
Dalam beleid pasal tersebut, seluruh tersangka terancam kurungan penjara 6 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
"Mereka dipersangkakan setiap orang yang sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu ataupun kelompok tertentu, didasarkan atas SARA dan atau penghasutan," tuturnya.
Dalam kasus ini, pihak kepolisian masih enggan merinci secara detail peran masing-masing tersangka dalam kasus tersebut.
Termasuk, barang bukti yang didapatkan polisi terkait kasus ini.
Polisi berjanji mengungkap kasus tersebut, setelah penyidik melakukan pemeriksaan secara intensif kepada seluruh tersangka.
Total 8 Anggota KAMI Ditangkap
Bareskrim Polri menyebutkan 8 petinggi dan anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang ditangkap polisi, diduga melakukan penghasutan unjuk rasa Omnibus Law UU Cipta Kerja melalui grup WhatsApp (WA).
Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setyono mengatakan, percakapan itulah yang menjadi dasar kepolisian menangkap kedelapan pelaku.
Menurutnya, isi pesan itu bersifat ujaran kebencian dan penghasutan.
"Percakapannya di grup mereka. Kalau rekan-rekan membaca WA-nya ngeri."
"Pantas kalau di lapangan terjadi anarki itu mereka masyarakat yang tidak paham betul, gampang tersulut," ungkap Brigjen Awi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (13/10/2020).
Dalam percakapan itu, Awi menyebutkan seluruhnya juga diduga memberikan informasi yang menyesatkan berbau SARA dan bersifat penghasutan.
Polri juga menemukan indikasi mereka merencanakan aksi perusakan.
"Patut diduga mereka itu memberikan informasi yang menyesatkan berbau SARA dan penghasutan-penghasutan itu."
"Mereka memang direncanakan sedemikian rupa untuk membawa ini membawa itu, melakukan perusakan, itu ada jelas semua, terpapar jelas," bebernya.
Kendati demikian, ia memastikan mereka tidak berada dalam grup yang sama saat menyebarkan informasi yang bersifat ujaran kebencian tersebut.
"Enggak, bukan tergabung grup yang sama. Semua akan profiling. Case per case-nya di-profiling," jelasnya.
Bareskrim Polri total menangkap sebanyak 8 orang pengurus hingga petinggi KAMI di daerah Medan dan Jakarta.
"Di Medan KAMI 4 orang dan Jakarta 4 orang," kata Awi Setyono saat dikonfirmasi, Selasa (13/10/2020).
Rinciannya di wilayah Medan, Bareskrim Polri menangkap Ketua KAMI Medan Kahiri Amri dan tiga pengurusnya, yakni Juliana, Devi, dan Wahyu Rasari Putri.
Selanjutnya di Jakarta, polisi menangkap tiga anggota Komite Eksekutif KAMI, yakni Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana.
Satu anggota KAMI yang juga calon legislatif PKS, Kingkin Anida, juga ikut diciduk.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pakai Baju Tahanan Bareskrim Polri, Syahganda Nainggolan Teriak 'Merdeka' di Hadapan Awak Media, Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Suprapto