Tokoh
Mengenal Nietzsche, Sosok yang Terkenal dengan Ungkapan Tuhan Telah Mati, Gila Karena Cinta
Seorang filsuf eksistensialisme modern yang ateistis dan terkenal dengan ungkapan paling fenomenalnya, yakni Tuhan Telah Mati.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Filsuf paling fenomenal sepanjang abad itu adalah Friedrich Wilhelm Nietzsche.
Ia adalah filsuf eksistensialisme modern yang ateistis dan terkenal dengan ungkapan paling fenomenalnya, yakni Tuhan Telah Mati.
Lengkapnya dalam bahasa jerman ungkapan ini berbunyi “Gott ist tot! Gott bleibt tot! Und wir haben ihn getötet! = Tuhan telah mati! Tuhan tetap mati! Dan Kita telah membunuhnya!"
Lantas bagaimana Nietzsche sampai di kesimpulan seperti itu? Berikut ulasannya.
Riwayat
Nietzsche lahir di Saxony, Prussia (sekarang Jerman), pada 15 Oktober 1844.
Nietzsche adalah seorang putra dari pendeta Lutheran Carl Ludwig Nietzsche (1813-1849) dan Franziska.
Orang tuanya memberi nama Friedrich Wilhelm karena amat menghormati kaisar Prusia Friedrich Wilhelm IV yang memiliki tanggal lahir yang sama dengan Nietzsche.
Ia memiliki dua adik. Yakni Elisabeth yang dilahirkan pada 1846 dan adik laki-lakinya Ludwig Joseph yang dilahirkan pada tahun 1848.
Setelah kematian ayahnya pada tahun 1849 yang disusul kematian adiknya Ludwig pada tahun 1850, Nietzsche dan keluarganya pindah ke Naumburg dekat Saale.
Di tahun 1858, Nietzsche masuk sekolah asrama di Pforta dan memperoleh nilai tinggi dalam bidang agama, sastra Jerman dan sastra zaman klasik.
Lulus dari sekolah itu, 1864 ia masuk ke Universitas Bonn bidang teologi dan filologi klasik. Ia tak menyelesaikan studinya di sini. Setahun kemudian Nietzsche pindah ke Leipzig.
Dari sini, Nietzsche mulai meragukan agama, ia memutuskan untuk tidak belajar teologi. Hal ini jelas mendapat tantangan dari ibunya.
Dan disinilah awal pertama kali jalan filsafat sekaligus ateistik seorang Nietzsche dimulai.
Dalam salah satu suratnya, ia pernah mengungkap: “Jika engkau haus akan kedamaian jiwa dan kebahagiaan, maka percayalah, jika engkau ingin menjadi murid kebenaran, maka carilah."
Selanjutnya pada tahun 1867 hingga 1868, Nietzsche terlibat dalam wajib militer untuk melawan Prancis.
Ia menjagi salah satu penunggang kuda resimen artileri lapangan dekat Naumburg. Di sana ia mendapatkan banyak pengalaman yang tak terduga.
Masa dinasnya berakhir karena ia mengalami kecelakaan jatuh dari kuda dan terluka.
Berakhirnya masa dinas militer, Nietzsche merasa studi filologi itu hambar dan mati. Namun pendapat ini segera berubah setelah ia berkenalan secara pribadi dengan musisi Richard Wagner di rumah Herman Brockhaus, seorang ahli pengetahuan ketimuran yang telah menikah dengan adik Wagner.
Dari sinilah Nietzsche memperoleh optimismenya kembali bahwa kebebasan dan karya yang jenius masih dapat dicapai asalkan diresapi oleh semangat Wagner.
Di usianya yang ke 24 tahun, di tanggal 13 Februari 1869, Friedrich Ritschl merekomendasinya menjadi profesor pembantu untuk fakultas filologi klasik di Universitas Basel-Swiss.
Di tahun yang sama 23 Maret, ia mendapatkan gelar doktoralnya oleh Universitas Leipzig dan saat itu pula Nietzsche menjadi warga negara Swiss.
Hidup seorang Nietzche bisa dibilang teramt keras. Ia mednerita beragama penyakit, kehidupannya tidak baik-baik saja, kritikannya terhadap intelektualitas dan agama, membuatnya dikucilkan oleh komunitas intelektual lainnya.
Meski begitu, Nietzsche merupakan seorang filsuf yang dekat dengan dunia sastra. Oleh karena ia gemar mengungkapkan gagasan-gagasan filosofisnya dalam bentuk sastra.
Ia seperti hidup dalam dua dunia sekaligus, yakni sastrawan dan seorang filsuf.
Nietzsche selalu sangat tepat menggunakan kata-kata karena latar belakangnya adalah seorang filolog, apalagi tulisan-tulisannya yang berbentuk aforisme.
Tahun 1879 ia terpaksa pensiun dari Universitas Basel untuk mengajar filologi dengan alasan kesehatan.
Kehidupan produktif Nietzsche berlangsung hingga tahun 1889.
Karya-karya Nietszche yang penting pertama hadir di tahun 1872, yakni Die Geburt der Tragödie (Kelahiran tragedi).
Lalu pada tahun 1873 hingga 1876 ia kembali menelurkan karya dengan judul Unzeitgemässe Betrachtungen (Pandangan non-kontemporer).
Sementara di tahun 1878 hingga 1880 Nietzsche menulis catatan yang dengan judul Menschliches, Allzumenschliches (Manusiawi, terlalu manusiawi).
Lalu sebuah karya yang sangat sastrawi, yang ditulisnya pada 1881 yakni Morgenröthe (Merahnya pagi). 1882, Die fröhliche Wissenschaft (Ilmu yang gembira).
Dari tahun 1883 hingga 1885 Nietzsche akhirnya melahirkan karyanya yang paling terkenal, yakni Also sprach Zarathustra (Maka berbicaralah Zarathustra).
Selanjutnya pada tahun 1886 ia menulis Jenseits von Gut und Böse (Melampaui kebajikan dan kejahatan). Lalu Zur Genealogie der Moral (Mengenai silsilah moral) tahun 1887, dan pada 1888 ia menulis Der Fall Wagner (Hal perihal Wagner).
Kemudian sepanjang tahun 1889, ia menghasilkan 5 karya, yakni Götzen-Dämmerung (Menutupi berhala), Der Tichrist, Ecce Homo (Lihat sang Manusia), Dionysos-Dithyramben dan Nietzsche contra Wagner.
Gila dan Mati
Tahun 1870 pada bulan Oktober, Nietzsche bertemu dengan Franz Overbeck dan hidup serumah bersamanya selama lima tahun.
Dari Franz Overberck inilah ia banyak belajar kata-kata dan sejarah kuno. Franz sendiri adalah seorang sejarawan.
Sialnya, tahun-tahun berikutnya Nietzsche malah terlibat skandal asmara dengan perempuan bernama Lou Andreas Salomé.
Dalam surat yang diberikan kepada Lou tertanggal 2 Juli 1882 terungkap bahwa Nietzche begitu cinta mati hingga jadi bucin untuk Lou.
“Hari yang lewat tampak seakan ulang tahunku; engkau kirimi aku persetujuanmu (datang dan tinggal selama tiga minggu), hadiah terbaik yang pernah diberikan orang kepadaku” (Nietzsche, 1977: 14)
Nietzsche sejatinya ingin sekali menikah dengan perempuan pujaan hatinya itu. Sayang, pernikahannya itu gagal karena tidak disetujui oleh kakak perempuannya. Di mana sang kaka tahu bahwa ada asmara segitiga antara Nietzsche, Lou dan Paul Ree.
Mengalami nasib cinta yang bertepuk sebelah tangan seperti itu, Nietzsche pun tenggelam dalam perasaan putus asa yang mengakibatkannya menjadi depresi.
Selanjutnya, depresi Nietzsche semakin diperparah dengan keadaan hidupnya dan sakit yang ia derita. Hingga lama kelamaan membawanya pada kegilaan di tahun 1889.
Dalam kegilaan itu, Nietzsche dirawat oleh kakak perempuannya hingga Sang Filsuf ini meninggal di penghujung abad 19, pada tanggal 25 agustus tahun 1900 di Weimar.
Ia dimakamkan di makam keluarganya di Roecken, Jerman.
Pemikiran
Nietzche merupakan salah seorang tokoh pertama dari filsafat eksistensialisme modern dengan terkenal dengan sifatnya yang ateistis.
Nietzsche dikenal sebagai "Sang Pembunuh Tuhan" dalam Also sprach Zarathustra), Ia memprovokasi dan mengkritik kebudayaan Barat di zamannya dengan peninjauan ulang semua nilai dan tradisi yang sebagian besar dipengaruhi oleh pemikiran Plato dan otoritas keagamaan.
Di mana keduanya mengacu kepada paradigma kehidupan setelah kematian, sehingga menurutnya anti dan pesimis terhadap kehidupan.
Nietzsche juga dikenal sebagai filsuf seniman dan banyak mengilhami pelukis modern Eropa di awal abad ke-20, seperti Franz Marc, Francis Bacon,dan Giorgio de Chirico, juga para penulis seperti Robert Musil, dan Thomas Mann. Menurut Nietzsche kegiatan seni adalah kegiatan metafisik yang memiliki kemampuan untuk mentransformasikan tragedi hidup
Ungkapan Tuhan Telah Mati
Lengkapnya ungkapan ini tertuang dalam beberapa bukunya, salah satu lewat buku yang berjudul Die Frohliche Wissenschaft, tepatnya pada seksi 125:
“Tuhan sudah mati. Tuhan tetap mati. Dan kita telah membunuhnya. Bagaimanakah kita, pembunuh dari semua pembunuh, menghibur diri kita sendiri? Yang paling suci dan paling perkasa dari semua yang pernah dimiliki dunia telah berdarah hingga mati di ujung pisau kita sendiri. Siapakah yang akan menyapukan darahnya dari kita? Dengan air apakah kita dapat menyucikan diri kita? Pesta-pesta penebusan apakah? Permainan-permainan suci apakah yang perlu kita ciptakan? Bukankah kebesaran dari perbuatan ini terlalu besar bagi kita? Tidakkah seharusnya kita sendiri menjadi tuhan-tuhan semata-mata supaya layak akan hal itu?”
Kenapa Nietzsche berani mengatakan Tuhan telah mati? Benarkah Tuhan telah mati? jelas tidak.
Kita harus memahami, bahwa Tuhan yang dimaksud Nietzsche ini adalah nilai-nilai moral yang kita anut.
Konsep moral kita, atau malah Tuhan dalam konsep. Sesuatu yang dirumuskan manusia. Tuhan yang merupakan definisi dari manusia itu sendiri, bukan Tuhan yang sejati.
Sebab Tuhan yang sesungguhnya, sejatinya tak akan pernah sanggup diraih manusia dengan akalnya yang terbatas.
Tuhan konsep inilah yang bisa dijangkau Nietzsche. Tuhan yang diciptakan oleh manusia lalu dibunuh oleh manusia itu sendiri.
Tuhan tempat di mana, manusia menyandarkan kesombongan spiritualitasnya yang palsu.
Tuhan yang bisa dilegitimasi dan diklaim seenak jidat manusia.
Tuhan yang sering kali diseret manusia ke ranah politik, dikambinghitamkan, bahkan dituduh bertanggungjawab atas segala kesialan manusia.
Tuhan yang sering dibawa-bawa dalam setiap orasi demi meraih simpati massa. Namanya dihambur-hamburkan dan diobral-obral dengan harga murah.
Bahkan tak jarang, digunakan untuk menghukum dan melaknat orang-orang yang berbeda pandangan politik.
Bila kita melihat kenyataan pada hari ini, dengan mengatasnama Tuhan apapun motifnya, orang-orang mudah saja diajak gila berjamaah, marah berjamaah, dan baper berjamaah. So, cara seperti ini termasuk ke dalam apa yang diungkapkan Nietzsche sebagai upaya “membunuh Tuhan,” entah kita sadari atau tidak.
Manusia, bagi Nietzsche telah membunuh konsepnya (Tuhan) sendiri. Konsep yang dia puja-puja, dia tinggikan, dia tuntutkan agar dapat dituruti oleh manusia lainnya. Tuhan seperti inilah yang dibunuh oleh Nietzsche. (*)
Baca juga: Setelah Bali, Motor Listrik Gesits Buka Flagship Store Baru di Jakarta, Dilengkapi Tempat Servis
Baca juga: Ditanya Cemburu, Asmirandah Kaget dengan Jawaban Suaminya Jonas Rivanno Mendadak, Harus Aku Menjawab
Baca juga: Bakamla Zona Maritim Tengah Berlayar ke Sangihe, Distribusikan Bantuan ke Masyarakat Terdampak Covid