Berita Sulut
Berbincang dengan Kakanwil Bea Cukai Sulbagtara: dari Cukai Rokok Ilegal Hingga Ekspor dari Bitung
Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Sulawesi Bagian Utara (BC Sulbagtara), Dr Cerah Bangun SH MH menjadi narasumber Tribun Bakudapa Tribun Manado
Penulis: Fernando_Lumowa | Editor:
TRIBUNMANADO.CO.ID,MANADO - Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Sulawesi Bagian Utara (BC Sulbagtara), Dr Cerah Bangun SH MH menjadi narasumber Tribun Bakudapa Tribun Manado, Senin (12/10/2020)
Ia bercerita banyak hal terkait tugas pokok dan fungsi Bea Cukai. Khususnya di Bumi Nyiur Melambai.
Mulai dari penindakan rokok dan minuman ilegal, baju bekas cabo (cakar bongkar) hingga upaya mendorong ekspor langsung melalui laut dari Bitung.
Berikut ini salinan wawancara Tribun Manado (TM) dengan Cerah Bangun (CB)
TM: Selamat datang di Tribun Manado Pak, apa kabarnya, tentunya sehat ya?.
CB: Terima kasih, syukur sehat.
TM: Baik pak, kita langsung saja. Orang sudah lama tahu peran Bea Cukai yang dulunya disebut Kepabeanan itu membasmi penyeludupan. Nah, kali ini kita ingin tahu lebih banyak tentang tupoksi Bea Cukai. Pertama, kami ingin tahu, sudah berapa banyak penindakan yang dilakukan BC Sulbagtara selama ini?.
CB: Kami rutin melakukan penindakan terhadap aksi impor ilegal dan peredaran barang tak bercukai. Sepanjang tahun ini kami sudah tiga kali melakukan barang impor ilegal, 11 kali penindakan narkotika.
Lalu ada penindakan rokok dan minuman ilegal tak bercukai sudah 201 kali. Nilainya miliaran rupiah yang seharusnya cukainya masuk ke negara.
TM: Bagaimana dengan fenomena maraknya pakaian bekas?
CB: Oh yang itu, orang Manado menyebutnya Cabo (cakar bongkar).
Nilainya juga besar. Satu kapal bisa Rp 10 miliar. Awal 2018 kita pernah amankan satu kapal di Bolmong, isinya 1.900 bal," katanya.
TM: Kenapa cabo itu masih bebas dijual sementara jelas-jelas dilarang.
CB: Ini memang tantangan bagi kami. Pertama, dari sisi permintaan, banyak yang mencarinya di dalam negeri. Kedua kami akui, pengawasan juga belum maksimal meskipun kami sudah bekerja keras.
Selama ini, hasil penelusuran kami, barang bekas itu masuknya dari Timor Timur, dikapalkan ke Makassar dan masuk lewat jalan darat ke sini. Ada juga yang dari Sumatera dan Jawa.
Terkait penjualnya, kami memang masih memikirkan soal rasa keadilan. Penjualnya bisa rugi dobel jika kita tindaki. Pasalnya dia sudah beli putus ke distributor. Kami tetap berkomitmen memutus rantai edar peredaran baju bekas ini.
TM: Balik lagi ke rokok ilegal, bagaimana penyebarannya, bisa dijelaskan?
BC: Pertanyaan yang bagus. Rokok ilegal ini masih beredar karena prinsip ekonomi, ada permintaan ada suplai. Kita tetap mengawasi. Siapa-siapa pelakunya kita tahu dan terus pantau.
Meskipun demikian, ada hal menarik. Wilayah Sulbagtara ini, hasil survei UGM menyebut, paling rendah tingkat penyimpangan cukai ilegal. Khusus di Sulut masih ada tapi angkanya relatif kecil dibanding daerah lainnya.
Apa yang kami tekankan, pentingnya masyatakat diedukasi bahwa membeli rokok ilegal sama dengan merugikan negara. Kalau dia beli rokok bercukai, artinya dia bayar pajaknya ke negara.
TM: Bagaimana dengan peredaran minuman beralkohol? Apalagi kita tahu konsumsi minuman beralkohol di Sulut lumayan tinggi.
CB: Konsumsi miras domestik maupun impor di Sulut memang relatif tinggi.
Peredaran miras ilegal itu paling banyak dari Jawa dan sebagian dari Filipina. Miras Jawa, beberapa kali kita amankan, ada yang pakai pita cukai palsu, ada nilai cukainya lebih rendah dari yang seharusnya dan ada yang polos. Kalau yang dari Filipina dan banyak beredar di Nusa Utara, itu semuanya tak bercukai.
Nah, nilai cukai yang masuk ke kas negara, khusus di wilayah kerja kami terus naik seiring dengan rutinnya penindakan dan pengawasan. Di awal Kanwil Bea Cukai Sulbagtara berdiri, tahun 2017, cukai dari MMEA (Minuman Mengandung Etil Alkohol) cuma Rp 6 miliar, lalu naik Rp 12 milyar. Tahun ini relatif stagnan karena ada Covid tapi sudah mencapai Rp 6 miliar.