Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

UU Cipta Kerja

Sebut Omnibus Law Tidak Nyambung, Fadli Zon: Tidak Memberikan Rasa Keadilan untuk Masyarakat

Politisi Partai Gerindra yang terkenal kritis menilai UU Cipta Kerja tidak tepat sasaran dalam menjawab persoalan hambatan investasi di dalam negeri.

Editor: Ventrico Nonutu
detik.com
Fadli Zon 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Pengesahan UU Cipta Kerja yang dilakukan oleh DPR RI menuai polemik di masyarakat.

Berbagai pihak banyak menanggapi akan hal tersebut.

Tak hanya itu aksi demonstrasi pun terjadi dimana-mana.

Dipolisikan Relawan Jokowi, Najwa Shihab kepada Menkes Terawan: Mengapa Menghilang Pak?

Prabowo Subianto Diundang Menhan Amerika Serikat untuk Perkuat Kerja Sama Pertahanan

Bahkan anggota DPR Fadli Zon sebut Omnibus Law tidak nyambung dan tak memberikan rasa keadilan teruntuk masyarakat khususnya buruh.

Diakui Fadli Zon, pihaknya di Fraksi Partai Gerindra tidak sedikitpun mendukung dan menyetujui pengesahan UU Cipta Kerja tersebut.

Politisi Partai Gerindra yang terkenal kritis menilai UU Cipta Kerja tidak tepat sasaran dalam menjawab persoalan hambatan investasi di dalam negeri.

Dikutip dari data World Economic Forum (WEF), Fadli Zon paparkan kendala utama investasi di Indonesia adalah korupsi, inefisiensi birokrasi, ketidakstabilan kebijakan, serta regulasi perpajakan.

"Tapi yang disasar omnibus law kok isu ketenagakerjaan? Bagaimana ceritanya?"

"Jadi, antara diagnosa dengan resepnya sejak awal sudah tak nyambung," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (7/10/2020).

Menurutnya, pekerja/buruh yang saat ini dalam posisi sulit akibat dampak pandemi Covid-19 kian terpojok.

Fadli berpendapat, kepentingan dan suara masyarakat dalam pembentukan UU Cipta Kerja justru terpinggirkan.

Fadli mencatat sejumlah isu yang menjadi pokok penolakan pekerja/buruh.

"Dalam catatan saya, ada beberapa isu yang memang mengusik rasa keadilan buruh"

"Misalnya, skema pesangon kepada pekerja yang di-PHK diubah dari sebelumnya 32 bulan upah, kini menjadi 25 bulan upah."

"Kemudian, penghapusan UMK (upah minimum kabupaten (kota) menjadi UMP (Upah Minimum Provinsi)," tuturnya.

Kemudian, hak-hak pekerja yang sebelumnya dijamin dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13/2003, seperti hak istirahat panjang, uang penghargaan masa kerja, serta kesempatan untuk bekerja selama 5 hari dalam seminggu dihapus dalam UU Cipta Kerja.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved