Demonstrasi UU Cipta di Sulut
Jaringan Aktivis Mahasiswa Sulut Klarifikasi 13 Hoaks UU Cipta Kerja
Jaringan Aktivis Mahasiswa Sulut menyesalkan, sejumlah akun di media sosial justru menyebar konten berisi hoaks tentang UU Cipta Kerja.
Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Gryfid Talumedun
TRIBUNMANADO.CO.ID - Jaringan Aktivis Mahasiswa Sulut mengeluarkan pernyataan mengklarifikasi terkait UU Cipta Kerja atau yang populer dengan sebutan Omnibus Law.
DPR RI mengesahkan UU Cipta Kerja, Selasa (06/10/2020). Sontak, disahkannya Omnibus Law menuai pro kontra.
Tak sedikit yang protes dengan alasan UU itu mengerdilkan hak-hak pekerja.
Tak hanya itu, protes beriringan dengan tersebarnya informasi di media sosial.
Jaringan Aktivis Mahasiswa Sulut menyesalkan, sejumlah akun di media sosial justru menyebar konten berisi hoaks tentang UU Cipta Kerja.
Wakil Koordinator Jaringan Aktivis Mahasiswa Sulut, Chris Tumbel mengatakan, ada sedikitnya 13 poin tentang UU Cipta Kerja yang informasinya keliru.
• Aksi Tolak UU Cipta Karya, Billy Lombok Sambut Hangat Demo Mahasiswa di Gedung Cengkih
• Polda Metro Jaya Sebut Pelaku Aksi Anarkis Demo Omnibus Law Bukan Mahasiswa Tapi Pengangguran
• Sulut Ketambahan 33 Kasus Covid-19, 1 Orang Meninggal Dunia
"Misalnya, soal pesangon dihilangkan dan penghapusan upah minimum. Padahal, jika kita telaah, pesangon dan upah minimum jelas jadi hak pekerja," kata Tumbel kepada Tribun Manado dalam keterangan tertulis, Kamis (08/10/2020).
Tumbel bilang, pihaknya telah melakukan pendalaman terkait 13 dalil terkait UU Cipta Kerja dan menemukan hal tersebut tidak benar.
Terkait itu, Tumbel menyatakan, pihaknya memberi apresiasi yang tinggi terhadap para mahasiswa yang turun ke jalan menolak UU Cipta Kerja.
"Hanya saja, kami berharap, ketika demo, kawan-kawan mahasiswa tahu substansi yang dipersoalkan. Jangan mudah berkesimpulan," katanya.
Berikut ini pernyataan Jaringan Aktivis Mahasiswa terkait 13 dalil UU Cipta Kerja yang tengah viral.
1. Uang pesangon dihilangkan. Sejatinya, dalam Pasal 156 UU Cipta Kerja disebutkan bahwa pengusaha wajib membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Maka, informasi bahwa uang pesangon dihilangkan tidak benar
2. UMP, UMK, dan UMSP dihapus. Dalam Pasal 88C tertulis bahwa gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi. Sementara itu, upah minimum kabupaten/kota
harus lebih tinggi dari upah minimum provinsi.
Dengan demikian, klaim bahwa UMP, UMK, dan UMSP dihapus tidak benar.
3. Upah buruh dihitung per jam. Pada Pasal 88B menyebut bahwa upah ditetapkan berdasarkan
satuan waktu dan atau satuan hasil.
Ketentuan lebih lanjut mengenai upah berdasarkan satuan waktu dan atau satuan hasil diatur dalam peraturan pemerintah. Dengan demikian,
klaim bahwa upah buruh dihitung per jam tidak tepat.
4. Semua hak cuti (cuti sakit, cuti kawinan, khitanan atau cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan) hilang dan tidak ada kompensasi.
• PWI Sulut Bentuk Panitia Rakerda, Voucke: Kami Akan Verifikasi Kartu yang Masih Aktif
Dalam Pasal 79 tertulis bahwa pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti.
Perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Maka, klaim semua hak cuti hilang tidak benar.
5. Outsourcing diganti dengan kontrak seumur hidup. Dalam Pasal 66 disebutkan bahwa hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja yang dipekerjakannya
didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis, baik perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Artinya, status pekerja alih daya
ditentukan dalam perjanjian kerjanya dengan perusahaan.
6. Tidak akan ada status karyawan tetap. Pasal 56 menyebut bahwa perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
Ketentuan lebih lanjut mengenai
perjanjian kerja waktu tertentu berdasarkan jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan
tertentu diatur dengan peraturan pemerintah.
7. Perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak Klaim ini perlu diluruskan.
Sebab, dalam pasal 154A UU Cipta Kerja, termuat 14 alasan pemutusan hubungan kerja dapat terjadi.
Rincian alasan PHK dapat disimak di artikel berikut: Ini 14 Aturan PHK di RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
8. Jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang. Jaminan sosial diatur dalam Pasal 82, meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun,
jaminan kematian, dan jaminan kehilangan pekerjaan.
Maka, klaim jaminan sosial dan
kesejahteraan lainnya hilang tidak benar.
9. Semua karyawan bertatus tenaga kerja harian. Pada Pasal 56 menyebut bahwa perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu yang keduanya diatur dalam perjanjian kerja.
Dengan demikian, klaim semua karyawan berstatus tenaga kerja harian tidak benar.
10. Tenaga kasir asing bebas masuk Kemungkinan kata "kasir" yang dimaksud adalah "kerja". Dengan demikian, klaim yang dimaksud adalah tenaga kerja asing bebas masuk.
Pasal 42 memuat syarat mempekerjakan tenaga kerja asing di Indonesia. Tenaga kerja
asing dapat dipekerjakan hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.
Tenaga kerja asing juga dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia. Dengan demikian, klaim tenaga kerja asing bebas masuk salah.
11. Buruh dilarang protes, ancamannya PHK Dari 14 alasan pemutusan hubungan kerja
(PHK) dalam Pasal 154A, tidak terdapat alasan protes buruh maka ancamannya PHK.
Di luar 14 alasan itu, menurut UU Cipta Kerja, dapat ditetapkan alasan PHK lainnya dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
12. Libur hari raya hanya pada tanggal merah, tidak ada penambahan cuti Libur hari raya dan cuti bersama ditentukan oleh pemerintah. Misal, ketetapan libur nasional dan cuti bersama tahun 2021 dituangkan dalam surat keputusan bersama (SKB).
13. Istirahat pada hari Jumat cukup 1 jam, termasuk shalat Jumat. Tidak ada ketentuan tersebut dalam UU Cipta Kerja ataupun UU Ketenagakerjaan. (ndo)