Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Film G30S PKI

Panglima TNI Hadi Tjahjanto dan KSAD Jenderal Andika Perkasa Didesak Putar Kembali Film G30S/PKI

Diketahui, film sejarah G30S/PKI pada masa Orde Baru menjadi tontonan wajib bagi para siswa sekolah di masa itu.

Editor: Indry Panigoro
Wikipedia
Suasana saat peristiwa pembersihan anggota PKI. 

3. Kepada seluruh Rakyat Indonesia jangan lewatkan bersama keluarga untuk menonton kembali film Pengkhianatan G30S/PKI baik melalui televisi ataupun handphone masing-masing pada tanggal 30 September 2020.

4. Kepada Rakyat Indonesia untuk Mengibarkan bendera merah putih setengah tiang pada tanggal 30 September 2020 dan kibarkan bendera satu tiang penuh pada tanggal 1 Oktober 2020.

5. Kepada Rakyat Indonesia khususnya Santri, laskar, jawara, pendekar, brigade untuk Tetap Waspada dan siap siaga terhadap gerakan kebangkitan Neo PKI yang ingin mengganti Pancasila.

Demikianlah seruan ini disampaikan agar menjadi kewaspadaan dalam menghadapi gerakan Neo PKI.

Kisah Jenderal TNI Ahmad Yani Bersimpah Darah Ditembak Antek PKI, Sarwo Edhie Wibowo Bersedih

* Istilah Terkenal 'Jas Merah' Ternyata Bukan Berasal dari Bung Karno, Ini Kata Sejarawan

Singkatan "Jas Merah" dari pidato Bung Karno, menurut sejarawan banyak yang salah mengartikannya. Selama ini istilah Jas Merah diartikan sebagai 'jangan sekali-kali melupakan sejarah. 

Namun, ternyata sejarawan Rushdy Hoesein mengatakan, singkatan "Jas Merah" untuk judul pidato "Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah!" bukan berasal dari Presiden Indonesia Pertama Soekarno atau Bung Karno.

"Menurut AH Nasution, 'Jas Merah' adalah judul yang diberikan Kesatuan Aksi 66 terhadap pidato Presiden, bukan judul yang diberikan Bung Karno," kata Rushdy dalam bedah pidato Bung Karno di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu (15/5/2019).

Rushdy mengatakan, Bung Karno sama sekali tidak menyinggung istilah "Jas Merah" saat menyampaikan pidato berjudul "Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah!" pada 17 Agustus 1966.

Bung Karno, menurut dia, memberikan judul tersebut pada pidatonya untuk mempertahankan garis politiknya yang berlaku.

Dalam pidato tersebut Bung Karno menyebutkan beberapa hal penting seperti tahun-tahun yang gawat, dan konflik sesama anak bangsa.

Menurut Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta Suyatno, pidato tersebut merupakan pidato kepresidenan terakhir Bung Karno.

"Saya mencatat, terdapat 89 kata revolusi dan 50 kata sejarah dalam pidato tersebut. Itu menunjukkan betapa penting revolusi dan sejarah bagi Bung Karno," tuturnya.

Pidato tersebut disampaikan pada peringatan 21 tahun kemerdekaan Indonesia.

Selama 21 tahun, revolusi Indonesia penuh dengan dinamika, romantika dan dialektika.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved