Ribuan Data WNI Bocor di Tangan Perusahaan Intelijen China, Tanggal Lahir, Alamat hingga Foto
Perusahaan tersebut diyakini telah mengambil beberapa informasin dari apa yang disebut "web gelap".
TRIBUNMANADO.CO.ID - Dari 2,4 juta orang yang ada di database mulai dari 35.000 warga Australia dan 2.100 WNI data bocor ditangan perusahaan Zhenhua Data, yang berbasis di Shenzen, China.
Perusahaan ini kabarnya memiliki hubungan dengan jaringan militer dan intelijen Beijing, telah mengumpulkan informasi besar terkait data pribadi.
Data yang bocor terdapat tokoh-tokoh terkemuka dan berpengaruh dari segala dunia.
Dilansir Tribunmanado.co.id dari Serambi.com dari ABC News, Kamis (24/9/2020) informasi data itu diyakini telah digunakan oleh Badan Intelijen China.
Perusahaan Zhenhua memiliki Tentara Pembebasan Rakyat dan Partai Komunis China di antara klien utamanya.
Informasi yang dikumpulkan termasuk tanggal lahir, alamat, status perkawinan, foto, pilihan politik, kerabat, dan ID media sosial.
Informasi itu juga mengumpulkan data akun Twitter, Facebook, Linked-In, Instagram dan bahkan TikTok, serta berita, catatan kriminal, dan pelanggaran.
Beberapa informasi juga tampaknya bersumber dari catatan bank rahasia, lamaran pekerjaan, dan profil psikologis.
Perusahaan tersebut diyakini telah mengambil beberapa informasin dari apa yang disebut "web gelap".
Basis data tersebut bocor ke seorang akademisi AS yang berbasis di Vietnam, Profesor Chris Balding.
Hingga 2018, Ia telah bekerja di Universitas Peking sebelum meninggalkan China dengan alasan kekhawatiran akan keselamatan dirinya.
"China benar-benar membangun negara pengawasan besar-besaran baik di dalam negeri maupun internasional," kata Profesor Balding kepada ABC News.
"Mereka menggunakan berbagai macam alat - alat yang diambil terutama dari sumber publik, ada data non-publik di sini, tetapi terutama diambil dari sumber publik,” tambahnya.
"Saya pikir ini berbicara tentang ancaman yang lebih luas dari apa yang sedang dilakukan China dan bagaimana mereka mengawasi, memantau, dan berusaha memengaruhi, bukan hanya warga negara mereka sendiri, tetapi warga di seluruh dunia," katanya.
Hal itu merupakan risiko besar yang diambil oleh orang yang membocorkan database kepadan Balding, yang menghubunginya saat dia mulai menerbitkan artikel tentang raksasa teknologi China, Huawei.
"Kami telah bekerja sangat keras untuk memastikan tidak ada kaitan antara saya dan orang itu, begitu saya menyadari apa yang telah diberikan kepada saya," katanya.
Profesor Balding memberikan database tersebut kepada perusahaan keamanan cyber Canberra Internet 2.0 yang mampu memulihkan 10 persen dari 2,4 juta data yang bocor.
Kepala eksekutif Internet 2.0 Robert Potter mengatakan Zhenhua telah membangun kapasitas untuk melacak kapal angkatan laut dan aset pertahanan, untuk menilai karier perwira militer dan kekayaan intelektual pesaing China.
"Pengumpulan data massal ini terjadi di sektor swasta China, dengan cara yang sama, Beijing mengalihkan kemampuan serangan dunia maya ke subkontraktor swasta," kata Potter.
Dari 250.000 catatan yang ditemukan, ada 52.000 data orang Amerika, 35.000 Australia, 10.000 India, 9.700 Inggris, 5.000 Kanada, 2.100 orang Indonesia, 1.400 Malaysia dan 138 dari Papua Nugini.
Ada 793 warga Selandia Baru yang diprofilkan dalam database, 734 di antaranya ditandai dengan minat khusus atau terpapar secara politik.
Sektor militer tampaknya menjadi perhatian khusus perusahaan. Basis data melacak prospek promosi pejabat dan jaringan politik.
Dalam satu contoh, perkembangan karir seorang perwira angkatan laut AS diawasi dengan ketat dan dia ditandai sebagai komandan masa depan kapal induk nuklir.
Profesor Hamilton mengatakan banyaknya orang yang disebutkan dalam database ini memberikan perhatian yang serius.
"Jika Anda adalah anak seorang politisi berusia 14 tahun, maka kami sekarang tahu bahwa agen intelijen China sedang memantau komentar media sosial Anda, dan merekam informasi yang menarik atau mungkin menarik di masa depan," dianya.
"Jadi sangat mengerikan cara China menargetkan begitu banyak aspek masyarakat untuk menyedot dan menyimpan kecerdasan ini, dan menggunakan kecerdasan buatan dengan cara yang sangat canggih," pungkasnya.
Perusahaan Zhenhua Data, didirikan pada tahun 2018, diyakini dimiliki China Electronic Information Industry Group (CETC), perushaan BUMN-nya China, sebuah perusahaan riset militer.
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Gawat, Ribuan Data Warga Negara Indonesia Bocor di Tangan Perusahaan Intelijen China, https://aceh.tribunnews.com/2020/09/25/gawat-ribuan-data-warga-negara-indonesia-bocor-di-tangan-perusahaan-intelijen-china?page=all.