Sejarah
2 September 1945, Jepang yang Telah Hancur Menyerah Kepada Sekutu, Perang Dunia II Berakhir
Kemenangan Jepang di Pearl Harbour dan tempat lainnya mendorong Jepang melebarkan sayapnya ke Asia Tenggara.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Jepang memulai Perang Dunia II di front Pasifik dengan menggelar operasi pengeboman di Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawai.
Serangan mendadak itu dilakukan pada tanggal 8 Desember 1941 dengan melibatkan setidaknya 353 pesawat tempur, pesawat pembom, dan pesawat torpedo dari Angkatan Laut Kekaisaran Jepang.
Setelah serangan ini, Amerika Serikat resmi terlibat secara langsung dalam Perang Dunia II.
Kemenangan Jepang di Pearl Harbour dan tempat lainnya mendorong Jepang melebarkan sayapnya ke Asia Tenggara. Jepang ingin mengalahkan AS dan sekutu-sekutunya yakni Inggris, Belanda, dan Australia.
Namun kemenangan Jepang tersebut tidak bertahan lama,
Jepang kalah di Kepulauan Mariana hingga Filipina. Sejak 1943, posisi Jepang makin terdesak.
Blok Poros (Axis) yang terdiri dari Jerman, Jepang, dan Italia kalah dalam berbagai pertempuran melawan Blok Sekutu (Amerika Serikat, Inggris, Uni Soviet, dan China).

Hingga pada 1945, AS menjatuhkan bom atom ke kota Hiroshima dan kota Nagasaki pada 6-9 Agusus.
Menyusul serangan yang mematikan itu, Jepang pun mengumumkan kekalahannya pada 15 Agustus dan pada 2 September 1945, Jepang resmi menyerah kepada Sekutu.
Pernyataan menyerah Jepang kepada Sekutu ini dilakukan di atas kapal USS Missouri di Teluk Tokyo.
Menteri Luar Negeri Jepang Mamoru Shigemitsu menandatangani dokumen yang menyatakan penyerahan diri Jepang di geladak kapal perang USS Missouri disaksikan Jenderal Richard K Sutherland.
Penyerahan diri Jepang ini sekaligus menjadi penanda berakhirnya Perang Dunia II.
Sebelum Jepang, pada Mei 1945, Jerman sudah lebih dulu menyerah sekaligus mengakhiri PD II di Benua Eropa.
Jepang menyusul 5 bulan kemudian.
Kehancuran Jepang

Proses penyerahan Jepang harus diawali dengan hancurnya kota-kota di negara itu.
Pada pertengahan 1945, angkatan laut dan udara Jepang sudah hancur.
Sekutu memblokade laut Jepang dan melakukan pengeboman ke kota-kota di negara itu.
Upaya ini diperparah dengan jatuhnya Pulau Okinawa ke tangan Sekutu. Hal ini menyebabkan mereka dengan mudah meluncurkan serangan ke pulau-pulau lain di Jepang.
Pada 16 Juli 1945, para pemimpin Sekutu bertemu dalam Konferensi Potsdam, Jerman.
Perang melawan Jepang merupakan salah satu dari berbagai isu yang dibicarakan dalam konferensi itu.
Akhirnya, para pemimpin Sekutu memutuskan mengeluarkan pernyataan yang disebut Deklarasi Potsdam yang menegaskan Jepang harus menyerah tanpa syarat.
Namun, Pemerintah Jepang menolak dan tidak menerima ultimatum dari pihak Sekutu tersebut.
Sehari setelahnya, surat-surat kabar Jepang melaporkan bahwa negeri itu menolak isi Deklarasi Postdam.
Hal ini lalu membuat Sekutu mencari cara lain.
Kemudian, Amerika Serikat merancang proyek pembuatan senjata pemusnah massal di gurun pasir New Mexico.
Hasil dari proyek tersebut adalah dua buah bom atom berjuluk Little Boy dan Fat Man yang kemudian digunakan untuk menekan Jepang.
Bom atom pertama dijatuhkan di Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dari atas pesawat B-29 Superfortress.
Kota ini dipilih lantaran menjadi pusat industri dan markas militer terbesar di negara itu.
Setelah serangan tersebut, sebuah faksi dewan tertinggi Jepang mendukung penerimaan Deklarasi Postdam, namun mayoritas anggota lainnya menolak.
Kala itu, Pemerintah Jepang tidak bisa mengambil keputusan dalam situasi tersebut.
Selang tiga hari setelahnya, bom kedua dijatuhkan di Nagasaki oleh pesawat berjuluk Bock's Car.
Nagasaki dipilih lantaran menjadi salah satu pelabuhan terbesar Jepang.
Pengeboman kedua kota penting itu mengakibatkan Jepang luluh lantak. Puluhan ribu orang menjadi korban tewas dan luka.
Pada malam harinya, Kaisar Jepang Hirohito mendukung proposal Perdana Menteri Suzuki untuk menerima Deklarasi Postdam.
Kehancuran yang menimpa dua kota penting Jepang membuat sang kaisar akhirnya memilih menyerah dan mengakhiri perang.
Pada 10 Agustus 1945, pesan tersebut diterima oleh pihak Sekutu.
Namun, sejumlah perwira militer belum mau menyerah sehingga timbul gejolak antara militer dan pemerintah yang memutuskan untuk menyerah.
Pada 15 Agustus 1945, dini hari, sebuah kudeta militer diluncurkan oleh sebuah faksi yang dipimpin oleh Mayor Kenji Hatanaka.

Para pemberontak tersebut ingin merebut kendali atas istana dan kekaisaran Jepang. Mereka bahkan membakar rumah PM Suzuki, tak lama setelah kudeta diluncurkan.
Pada siang harinya, Kaisar Hirohito mengumumkan penyerahan Jepang di radio nasional.
"Kami telah memutuskan untuk membuka jalan bagi perdamaian besar bagi semua generasi yang akan datang dengan menanggung yang tak tertahankan dan menderita apa yang tak tertahankan," ucap Hirohito waktu itu.
Hasilnya, pemerintah Jepang akhirnya mengirimkan surat berupa langkah langkah yang akan diambilnya ke kedutaan besar negeri itu di Swiss dan Swedia.
Isi surat itu pada dasarnya adalah menerima syarat-syarat penyerahan yang ditentukan Sekutu.
Akhirnya, pesan yang dikirim Jepang diterima Sekutu.
Upacara penyerahan Jepang dilakukan pada 2 September 1945. Pada hari itu, Sekutu mengerahkan 250 kapal perang yang berada di Teluk Tokyo.
Tepat pukul 09.00 waktu Tokyo, Menteri Luar Negeri Jepang Mamoru Shigemitsu atas nama pemerintah Jepang menandatangani deklarasi yang disusul Jenderal Yoshijiro Umezu atas nama angkatan bersenjata Jepang.
Panglima Tertinggi MacArthur selanjutnya menandatangani deklarasi tersebut atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Seiring selesainya upacara penandatanganan, perang yang paling menghancurkan dalam sejarah umat manusia itu pun resmi berakhir.
• Niat dan Bacaan Dalam Salat Subuh Beserta 5 Keutamaan Salat Subuh: Sumber Cahaya di Hari Kiamat
• Chord Gitar dan Lirik Lagu Bersama Bintang - Drive, Mulai dari Kunci C, Sangat Mudah Dimainkan
• Mengenal Sholat Sunah Fajar, Salat yang Dikerjakan Sebelum Salat Subuh
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hari Ini dalam Sejarah: Jepang Menyerah kepada Sekutu, Perang Dunia II Berakhir"