Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Arbonas: Ekonomi Sulut Turun 3,89 Persen Tak Perlu Berkecil Hati

Lapangan usaha yang paling terdampak ialah transportasi, akomodasi, jasa lainnya dan jasa perusahaan.

Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Charles Komaling
Tribun Manado/Fernando Lumowa
Kepala BI Sulut, Arbonas Hutabarat (kiri) berbincang dengan Bupati Kep Sangihe Jabes E Gaghana di rumah dinas jabatan Bupati Sangihe, Tahuna, Jumat (14/08/2020). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Ekonomi Sulut tengah kepayahan akibat pandemi Covid-19.  Pertumbuhan Ekonomi Sulut terkontraksi hingga 3,89 persen di triwulan II tahun ini akibat pandemi Covid-19. Sejumlah lapangan usaha yang selama ini jadi kontributor PE, performanya menurun.

Tertekan akibat tak adanya pergerakan manusia dan turunnya permintaan. Lapangan usaha yang paling terdampak ialah transportasi, akomodasi, jasa lainnya dan jasa perusahaan.

Kendati begitu, sektor pertanian masih bisa diharapkan. Sebagai lapangan usaha dengan kontribusi terbesar pada PDRB Sulut, pertanian masih bisa tumbuh 1,4 persen di triwulan II.

Kepala Perwakilan BI Sulut, Arbonas Hutabarat mengatakan, kontraksi ekonomi Sulut tersebut tak perlu diratapi.

"Kita tak perlu berkecil hati karena penurunan ini terjadi di hampir semua darah kecuali Papua," kata Arbonas dalam High Level Meeting TPID Sangihe di Tahuna, Kamis (13/08/2020).

Arbonas bilang, sejumlah daerah yang 'size' ekonominya mirip-mirip Sulut juga sama. Bahkan ada yang kontraksi ekonominya lebih dalam.

Ia merinci, Sumsel turun 1,37 persen, Riau 3,22 persen, Lampung 3,56 persen, Kepri 5,67 persen. "Banten 7,40 persen dan DKI (Jakarta) 8,22 persen," katanya.

Karena itu ia bilang, karena besarnya kontribusi pertanian, lapangan usaha tersebut wajib diperhatikan.

"Bagaimana kita memastikan produksi komoditas terjaga, distribusinya lancar dengan harga terjangkau," jelasnya. Pemkab Kepulauan Sangihe, menurut dia bisa dicontohi.

Langkah Pemkab Sangihe yang berupaya memenuhi kebutuhan komoditas pertanian seperti cabai (rica) dan tomat secara mandiri menjadi kunci menahan inflasi. Di sisi lain, upaya itu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Bupati Kepulauan Sangihe, Jabes E. Gaghana bilang, dalam tiga tahun terakhir, harga komoditas seperti rica dan tomat tak pernah bergejolak.

Kuncinya karena Sangihe tak lagi bergantung pada pasokan dari Manado. "Kini kita bisa produksi sendiri. Kita tanam, menghasilkan meskipun belum bisa penuhi kebutuhan semua. Harga lebih stabil," jelasnya.

Langkah lain yang dilakukan Pemkab Sangihe untuk meminimalisir inflasi ialah dengan mengkampanyekan Dua Hari Tanpa Nasi.

Jabes bilang, program itu sangat efektif menekan permintaan beras. Tiap akhir pekan, nasi diganti talas, sagu dan singkong.

"Dengan begitu, konsumsi nasi berkurang. Produk pengganti ini semuanya kita tanam sendiri. Beda dengan beras yang harus dipasok dari Manado," katanya. (*)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved