Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Hari Bhakti ke 73 TNI AU

Sejarah 29 Juli Diperingati sebagai Hari Bhakti TNI AU

Tanggal 29 Juli diperingati sebagai Hari Bhakti TNI Angkatan Udara. Tahun ini, Hari Bhakti TNI AU membilang 73 tahun

Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: David_Kusuma
Istimewa
Danlanudsri Manado, Kol. Pnb Abram Tumanduk menjadi inspektur upacara Hari Bhakti TNI AU di Balai Prajurit Lanudsri Manado, Rabu (29/07/2020). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Tanggal 29 Juli diperingati sebagai Hari Bhakti TNI Angkatan Udara. Tahun ini, Hari Bhakti TNI AU membilang 73 tahun.

Hari Bhakti TNI AU yang diperingati setiap tahun untuk mengenang peristiwa heroik, patriotisme dan kepahlawanan di Bulan Juli 1947.

Kilas balik, pada Juli 73 tahun silam, TNI AU melakukan operasi serangan udara pertama.

Bermodal semangat patriotisme, penerbangan, kadet penerbang Muljono, Sutardjo, Sigit dan Suharko berhasil menyerang Belanda di Semarang, Salatiga dan Ambarawa pada 29 Juli 1947.

Pada tanggal 29 Juli 1947 pagi pukul 05.00, tiga pesawat AURI terdiri dari pesawat Guntei dan dua pesawat terbang Churen take off secara berurutan di lapangan terbang Maguwo Jogjakarta.

BREAKING NEWS: Bolsel Lockdown, Jalur Tonsile Tertutup Longsor dan Pohon

Pesawat Guntei yang diterbangkan oleh Mulyono dan Dulrachman sebagai “air-gunner” terbang terlebih dahulu. Kemudian disusul pesawat Churen yang dikemudikan oleh Sutardjo Sigit yang dibantu Sutardjo sebagai “air-gunner”.

Selanjutnya Suharnoko Harbani dengan Kaput juga menggunakan pesawat Churen merupakan pesawat yang terakhir mengangkasa.

Penerbangan pagi itu bukanlah penerbangan dalam rangka latihan para kadet Sekolah Penerbang Maguwo melainkan suatu Operasi Udara yang dilancarkan Angkatan Udara Republik Indonesia terhadap kubu militer Belanda di Semarang, Salatiga dan Ambarawa.

Peduli Kemanusiaan, DPRD Boltim Serahkan Bantuan untuk Korban Banjir Bolsel

Mengingat kekuatan udara Republik Indonesia baik materiil maupun personelnya belum memadai, maka tujuan dari operasi udara tersebut hanya memberikan efek psikologis terhadap militer Belanda dan menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia masih ada.

Tujuan itu terucap dalam briefing KSAU Komodor Udara S. Suryadarma sebelum pelaksanaan operasi. ”Operasi udara ini ditinjau dari sisi militer tidak akan membawa pengaruh yang menakjubkan, namun secara psikologis merupakan pukulan berat bagi pihak Belanda."

Operasi itu dilakukan dengan menggunakan pesawat peninggalan Jepang yang sudah rusak. Setelah diperbaiki satu hari penuh, langsung digunakan tanpa prosedur test flight layaknya seperti saat ini.

Selain pesawat yang tidak layak, tanpa lampu penerangan, tiada radio komunikasi kecuali dibekali dengan lampu senter, para penerbangnya pun para penerbang muda pimpinan A. Adisutjipto.

Namun dengan semangat cinta tanah air dan rela berkorban yang membuat mereka ikhlas dan beranimelaksanakan tugas yang dipercayakan pimpinan AURI kepadanya.

PDIP Siap Tempur di Pilkada Manado, Mesin Partai Terbentuk Hingga ke Lingkungan

Komandan Lanud Sam Ratulangi Manado, Kol Pnb Abram Tumanduk bilang, peristiwa 29 Juli memberi dampak psikologis sangat besar bagi bangsa Indonesia.

"Membakar semangat patriotisme sekaligus membuka mata dunia bahwa Indonesia punya kekuatan udara," kata Tumanduk dalam perbincangan Tribun Baku Dapa di Redaksi Tribun Manado, Senin (27/07/2020).

Kalau pagi hari, Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta diliputi suasana kebanggaan dan heroik maka sebaliknya pada sore harinya Angkatan Udara Republik Indonesia khususnya dan bangsa Indonesia umumnya berduka.

Pesawat Dakota VT-CLA yang membawa obat-obatan sumbangan Palang Merah Malaya kepada Palang Merah Indonesia, ditembak jatuh oleh dua pesawat pemburu Belanda P-40 Kitty Hawk.

Pesawat Dakota VT-CLA adalah pesawat “carteran” Republik Indonesia dari warga negara India yang bernama Bijoyanda Patnaik yang bersimpati pada perjuangan Bangsa Indonesia.

181 Perwira TNI Dimutasi, Mayjen Eko Margiyono Jadi Pangkostrad, Mayjen Richard Jabat Dankoopsus

Pesawat meninggalkan Singapura pada pukul 13.00 siang tanggal 29 Juli 1947 menuju Pangkalan Udara Maguwo. Setelah menjalani lebih kurang tiga jam penerbangan, Pesawat Dakota VT-CLA yang diterbangkan oleh Alexander Noel Constantine bersiap-siap hendak mendarat di lapangan terbang Maguwo.

Roda-roda pendaratan baru saja keluar dari tempatnya, muncul dua pesawat P-40 Kitty Hawk secara tiba-tiba dan tanpa peringatan terlebih dahulu memberondong dengan senapan mesin.

Akibatnya beberapa saat kemudian terlihat pesawat Dakota VT-CLA oleng karena mesin sebelah kiri terkena tembakan. Sebelum jatuh ke tanah, sayap sempat menghantam pohon dan jatuh di pematang sawah di desa Ngoto, Bantul sebelah selatan kota Yogyakarta.

Dalam peristiwa tersebut seluruh awak dan penumpang lainnya gugur, mereka adalah Alexander Noel Costantine (pilot kebangsaan Australia), Ny AN. Constantine, Roy Hazelhurst (co-pilot), Bhida Ram (juru tehnik), Komodor Muda Udara Prof Dr Abdulrachman Saleh, Komodor Muda Udara A. Adisutjipto, Opsir Muda Udara Adi Soemarmo Wirjokusumo, Zainal Arifin. Satu-satunya penumpang yang selamat adalah Abdulgani Handonotjokro.

Kepergian tokoh-tokoh AURI justru di saat tenaga dan pikirannya sangat diperlukan untuk membangun dan membesarkan Angkatan Udara Republik Indonesia.

Pengorbanan tokoh-tokoh pejuang itu merupakan bukti dan bhakti pengabdian yang dapat diberikan TNI Angkatan Udara kepada bangsa dan negara.

Nagita Slavina Geram Usai Pergoki Isi Chat Raffi Ahmad: Biar Dia Tahu Jangan Macem-macem

Berdasarkan Surat Keputusan Kasau Nomor: Skep/78/VII/2000 tanggal 17 Juli 2000 Monumen Ngoto, tempat jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA diresmikan menjadi Monumen Perjuangan TNI Angkatan Udara.

Bersamaan dengan peresmian monumen tersebut, dipindahkan kerangka jenazah Marsda TNI (Anumerta) A. Adisutjipto dan Marsda TNI (Anumerta) Abdulrachman Saleh beserta isteri dari Tempat Pemakaman Umum Kuncen, Yogyakarta ke Monumen Perjuangan TNI AU, Ngoto, Yogyakarta.

 Untuk mengenang dan mengabadikan peristiwa gugurnya para tokoh dan perintis Angkatan Udara tersebut, sejak tanggal 29 Juli 1955 diperingati sebagai “Hari Berkabung” AURI. Mulai 29 Juli 1962 diubah menjadi Hari Bhakti TNI AU yang sejak saat itu seluruh warga TNI AU memperingatinya secara terpusat di Pangkalan Udara Adisutjipto.

Tumanduk mengatakan, peristiwa itu mewariskan kepada para generasi penerus, akan nilai luhur semangat juang dan  pengorbanan para pendahulu TNI AU.

Meskipun hidup di era yang berbeda, namun  prajurit TNI  AU masa kini, harus  mampu berjuang dan mengabdi dengan semangat  yang sama.

Ini Strategi Pemkab Bolmong Pulihkan Ketahanan Pangan di Dumoga

"Sehingga peringatan bersejarah ini, dapat menjadi pendorong dan penyemangat para prajurit
dalam mengabdikan diri kepada bangsa dan negara," ujarnya.

Terkait itu, dalam memaknai Hari Bhakti TNI AU tahun ini, Jajaran Lanudsri Manado menggelar berbagai kegiatan.

Rangkaian kegiatan dimulai dengan aksi kemanusiaan, donor darah di Mako Lanudsri pada 24 Juli, dilanjutkan ziarah ke TMP Kairagi Manado pada 28 Juli.

Selanjutnya, upacara peringatan  Hari Bakti pada 29 Juli dan puncaknya aksi penghijauan di Kalawiran, Kakas, Minahasa pada pekan kedua Agustus nanti.(ndo).

Anggota DPRD Cabut Paksa Kuku Seorang Warga, Disiksa Bertubi-tubi, Korban 8 Hari Kritis di RS

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved