Pilkada 2020
Fenomena Rohaniwan di Bursa Kepala Daerah Sulut, Ferry Liando: Dimanfaatkan untuk Vote Getters
Pengamat Politik Ferry Liando mengatakan, ini konsekuensi dari sistem pemilihan kepala daerah secara langsung
Penulis: Ryo_Noor | Editor: David_Kusuma
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Empat rohaniwan bakal meramaikan Pilkada Sulu 2020.
Pengamat Politik Ferry Liando mengatakan, ini konsekuensi dari sistem pemilihan kepala daerah secara langsung. Yang dikejar oleh masing-masing calon adalah suara masyarakat.
Sehingga tokoh masyarakat yang diyakini memiliki banyak follower menjadi sasaran para elit parpol untuk dipasangkan dalam pilkada.
"Kalau di pulau Jawa, rata-rata figur yang dirangkul adalah para artis. Artis selalu dianggap memiliki banyak pengikut dan memiliki nama yang populer," kata dia.
• Empat Pendeta Ramaikan Bursa Pilkada Serentak di Sulut, Siapa Saja Mereka?
Sosok populer hanya dimanfaatkan untuk kepentingan elektoral belaka.
Selebihnya mereka tidak akan mendapat apa-apa ketika saat menjabat.
Ia mencontohkan, Dicky Chandra mundur sebagai Wakil Bupati di Garut, Pasha ungu kemungkinan juga akan mundur sebagai Wakil Wali Kota Palu.
Sikap para artis ini karena mereka tak diberi ruang untuk pengambilan keputusan.
"Semua jadi dominan kepala daerah," kata dia.
• Kader PAN Beri Dukungan Penuh CEP-SSL pada Pilgub Sulut 2020
Potensi ini rawan akan jadi sama persis jika para tokoh agama berada dalam posisi yang sama yaitu sebagai wakil kepala daerah.
Kepentingan elite terhadap mereka hanya sebatas pada pemenangan pilkada atau kepentingan elektoral.
Setelah itu mereka akan kesulitan dan tidak akan mampu mendominasi kewenangan kepala daerah.
Apalagi pengalaman mereka sebelumnya hanya sebatas relasi dengan jemaat. Sementara kemampuan mengelola pemeritahan sangat terbatas.
• Tim Maleo Polda Sulut Tangkap Terduga Pelaku Pengancaman Menggunakan Senjata Tajam
Pencalonan tokoh agama tak melanggar aturan. Sepanjang syarat calon sebagiamana UU 10/2016 tentang pillada harus dipenuhi.
Cuma saja hal yang perlu dicegah jangan sampai posisi mereka hanya dimanfaatkan sebagai vote getters atau pengumpul suara dalam pilkada.