Pilkada 2020
Diskusi Daring Hak Pemilih dalam Pilkada di Tengah Pandemi, Ini Penjelasan Pengamat
Diskusi daring atau online digelar oleh Justitia Societas dengan mengandengan media partner Tribun Manado, Sabtu (5/7/2020)
Penulis: Dewangga Ardhiananta | Editor: David_Kusuma
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Diskusi daring atau online digelar oleh Justitia Societas dengan mengandengan media partner Tribun Manado, Sabtu (5/7/2020) pukul 19.00 Wita sampai sekira pukul 21.00 Wita.
Tema yang diusung dalam diskusi tersebut ialah 'Diskusi Daring Hak Pemilih dalam Pilkada di Tengah Pandemi'.
Diskusi tersebut ditanyakan secara streaming di live Facebook Tribun Manado dan juga melalui aplikasi Zoom yang dihadiri oleh total puluhan peserta dari dua media daring itu.
Dalam diskusi daring itu menghadirkan narasumber Ketua Komite Pemilih (Tepi) Sulawesi Utara (Sulut) Jeirry Sumampouw, Dosen Hukum Tata Negara Toar Palilingan dan Ferry Daud Liando Dosen Fisip Unsrat juga sebagai Peneliti Pemilu.
Serta, dimoderatori oleh Stefan Obadja Voges selaku host dalam acara tersebut.
• VAP Timbang Papa Rasky, Djelantik: Kalau Diminta Siapa Saja Tentu Siap
Sebagai pembuka, Stefan mengatakan, menurut Mohammad Kusnardi dan Hermaili Ibrahim, dalam paham kedaulatan rakyat atau demokrasi, rakyatlah yang dianggap pemilik dan pemegang kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara.
"Jadi rakyat yang menentukan corak atau cara pemerintahan diselenggarakan seperti apa dan rakyat pula yang menentukan tujuan yang hendak dicapai oleh negara," kata dia masih menurut Kusnardi dan Ibrahim.
Ia menambahkan, dalam prakteknya yang menjalankan kedaulatan rakyat ialah pemerintahan secara eksekutif yang dipilih rakyat.
Selanjutnya, Ketua Tepi, Jeirry menjelaskan, bahwa kepentingan strategis Pemilu di Indonesia ialah tujuan nasional, memperkuat NKRI dan kanalisasi kepentingan.
• Kapolres: Almarhum Kompol Kamidin Sosok Bersahaja dan Rendah Hati
"Selanjutnya tujuan Pemilu paling ada tiga yakni peralihan kekuasaan secara tertib dan aman, sarana melaksanakan hak asasi manusia dan mewujudkan kedaulatan rakyat," kata dia.
Ia juga menyampaikan juga terkait pengalaman dari sikap pemilih ialah skeptis, bimbang, bingung dan permisif.
"Keempat hal tadi dalam konteks pandemi diperparah dengan kuatir tertular, takut atau enggan terlibat dan menolak," ungkapnya
Jeirry mengatakan, KPU menetapkan partisipasi pemilih sekira 75 persen secara nasional.
• Developer Perumahan Bisa Dapat Bantuan PSU Perumahan, di Kotamobagu Masih Kurang
"Kalau melihat rata-rata partisipasi pemilih lalu itu di bawah 70 persen, kalau di Manado atau Sulawesi Utara," sebut dia.
Ia menambahkan, tentu situasi pandemi ini berpengaruh terhadap partisipasi pemilih.
"Tiga level yang harus dilakukan oleh stakeholder dalam konteks Pilkada kepada pemilih ialah informatif membangun kesadaran kritis pemilih, edukatif dan strategis atau tindakan aksi nyata," bebernya.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara menyampaikan tentang daftar pemilih tetap (DPT).
"Pada setiap pemilu memang DPT selalu bermasalah, kalau ada gugatan di MK ada saja salah satu tuntutan yang mempersalahkan DPT," ungkap Toar Palilingan.
• Diduga Gelapkan Dana BUMDes, Mantan Sekdes Bukaka Dipanggil PMD, Tuti: Kami Beri Waktu Sebulan
Selain itu, ia menjelaskan, percayakan kepada penyelenggara bahwa regulasi akan berjalan baik.
"Kita percayakan kepada penyelenggara bahwa regulasi yang disusun sifatnya terkait kesehatan akan baik tunggal bagaimana kita dan penyelenggara harus disiplin tegakkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19," sebutnya.
Selanjutnya, Peneliti Pemilu Ferry Daud Liando mengatakan terkait korupsi dari produk pilkada di Indonesia.
"Angka korupsi setiap tahun meningkat terus yakni sudah 400 sekian sejak Pilkada dilaksanakan," kata dia.
• Lokasi Wisata di Mitra Dibuka Kembali
Ia menambahkan, mungkin di daerah Sulawesi Utara ada yang yang tidak korupsi tetapi mungkin kemampuan amanah bisa saja terbatas.
"Apalagi kondisi sekarang ini, kepala daerah sekarang menjadi ujian mereka," sebut dia.
"Hak-hak politik tidak optimal, benar yang dikatakan Bung Jeirry pada Orde Baru pemilih itu dijadikan objek atau objek Pilkada," kata dia lagi.
Tetapi sekarang di masa reformasi ialah masyarakat subjek Pemilu bisa dikatakan setiap tahapan tidak bisa dipisahkan dari partisipasi politik masyarakat.
"Ini kenapa ada perpindahan dari pemilihan oleh DRP ke masyarakat karena ada partisipasi masyarakat itu diberikan ruang," pungkasnya. (Ang)
• Kisah Wanita Tua Asal China Hamil Selama 60 Tahun, Kondisi Bayi Seperti Ini Saat Dilahirkan