Update Virus Corona Indonesia
Dicibir & Sempat Menangis, Dosen ITB Berjuang Bikin Ventilator Indonesia, Akhirnya Raih Dana 10 M
Sofa berwarna hitam jadi saksi bagaimana kerja keras Syarif di tengah cibiran, kesulitan bahan material karena Covid-19, hingga keterbatasan dana.
“Pasien Covid harus dirawat 14 hari, maka minimal alat saya harus mampu bertahan 14 hari. Tapi begitu dicoba, hanya tahan 2 hari 2 malam. Saya perbaiki, ganti material, eh 12 jam rusak. Nangislah saya, gimana bisa nolong orang,” tutur dia.
Setelah menangis, ia pun bangkit dan kembali terus mencoba, hingga produknya berhenti diujicoba setelah melewati 21 hari.
Bahkan Vent-I dinyatakan lolos uji semua kriteria uji sesuai dengan standar SNI IEC 60601-1:204: Persyaratan Umum Keselamatan Dasar dan Kinerja Esensial dan Rapidly Manufactured CPAP Systems, Document CPAP 001, Specification, MHRA, 2020.
Vent-I menggunakan mesin ventilator Positive End-Expiratory Pressure (PEEP) agar mudah dioperasikan baik oleh dokter ataupun perawat. Bahkan Vent-I bisa dibawa pulang.
Harganya pun jauh lebih rendah. Harga ventilator portable di pasaran dunia dijual Rp 30 juta-70 juta. Sedangkan Vent-I dijual Rp 18 juta.
“Vent-I juga sudah dipatenkan, dari 8 ada 5 yang sudah dipatenkan,” ucap dia.
Sempat Tidur di masjid

Dokter ahli petir ini mengatakan, pengembangan Vent-I menghabiskan waktu 6 minggu. Selama itu, ia memilih meninggalkan rumah dan tidur di ruang kerjanya di Masjid Salman.
Ia memanfaatkan ruang kerjanya yang kecil untuk mengembangkan idenya dan menggunakan sofa hitam untuk tempat tidurnya.
Setiap malam, ia hanya tidur sekitar 4 jam. Waktunya lebih banyak digunakan untuk pengembangan Vent-I.
Dalam perkembangannya, beberapa ruangan di Salman ITB diubah menjadi bengkel Vent-I. Mulai dari ruang serba guna, kelas, hingga kantin.
Sejumlah kampus pun ikut membantu, seperti ITB, Unpad, Polman, Polban, sejumlah SMK, PT Dirgantara Indonesia (DI), dan lainnya.
Kumpulkan dana dari masyarakat
Saat ini, tim sedang membuat 850 Vent-I yang akan dibagikan gratis ke rumah sakit di Indonesia. Dari jumlah itu, sebagian Vent-I sudah disebar, terbanyak di Pulau Jawa.
“Dana pembuatan Vent-I berasal dari dana masyarakat. Bisa dibilang masyarakat yang membeli 850 Vent-I ini atau lebih dari Rp 10 miliar,” tutur Syarif.
Syarif menjelaskan, saat Vent-I ini dikembangkan, banyak teman yang tertarik ingin menyumbang untuk membantu pasien.