Berita Internasional
Tak Hanya Laut China Selatan, China Berupaya Meningkatkan Cara untuk Mengeksploitasi Kutub Utara
China bahkan telah menyebut negara mereka sebagai 'negara yang dekat dengan kutub utara'.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Belakangan ini aksi negara China menjadi sorotan Dunia.
Menurut informasi yang ada pergerakan China yang agresif dan masif kian meresahkan banyak pihak.
Bahkan, sosok ini sebutkan Amerika Serikat dan sekutu NATO-nya harus menjaga hubungan dekat.
Hal tersebut untuk mempertahankan kepentingan mereka di Kutub Utara.
Pasalnya, jika tidak maka China bisa menggerus kepentingan tersebut saat China perluas jangkauannya di seluruh dunia.
Sebuah seminar online diprakarsai oleh lembaga think tank di London, Institut Internasional untuk Studi Strategis yang dilaksanakan pada hari Kamis kemarin membahas semuanya.
Laksamana James Foggo, pimpinan komando Militer Angkatan Laut Amerika di Eropa dan Afrika, menyebut China sedang meningkatkan cara untuk mengeksploitasi Kutub Utara.
Aktivitas mereka di wilayah tersebut, dan juga di Afrika dan Eropa, membuat khawatir Amerika dan anggota NATO lainnya.
"China bahkan telah menyebut negara mereka sebagai 'negara yang dekat dengan kutub utara'," ujar Foggo.
"Mereka sedang mengawasi kesempatan investasi yang beraneka macam dari eksplorasi sumber daya alam sampai potensi lalu lintas maritim komersial di masa depan lewat 'Jalan Sutra Kutub'," sebutnya dikutip dari South China Morning Post.
Ia merujuk pada ambisi Beijing untuk memperpanjang Belt dan Road Initiative yang dibuat oleh Presiden China Xi Jinping ke Kutub Utara oleh mengembangkan jalur pelayaran yang dibuka oleh pemanasan global.
Beijing mengatakan minatnya terhadap Kutub Utara sebagian besar terkait dengan perdagangan dan perlindungan lingkungan.
Namun, Foggo mengatakan daerah itu bisa menjadi fokus klaim palsu.
"Mereka membuat preseden sendiri terkait klaim halusinasi mereka di Laut China Selatan, sehingga sangat mungkin China akan mencari cara yang sama dalam menguasai Kutub Utara," ujarnya.
Selanjutnya, Foggo sebutkan teknologi telekomunikasi 5G dan pengelolaan infrastrukturnya sebabkan kekhawatiran baru untuk Eropa.