Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Radikalisme

WASPADA Kelas Online Radikalisme Lewat Aplikasi Video Conference, ICIS: 'Saya Kira Itu Perlu'

Munculnya teknologi informasi dan komunikasi seperti aplikasi video conference sangat bermanfaat, namun disalahgunakan sebagian penggunaannya.

Editor:
istimewa
Ilustrasi Radikalisme 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kemunculan terknologi informasi dan komunikasi ternyata tak selamanya digunakan dalam hal-hal yang baik.

Diketahui, munculnya teknologi informasi dan komunikasi seperti aplikasi video conference, saat ini sangat bermanfaat bagi setiap orang.

Namun, kemajuan teknologi seperti ini bisa saja disalahgunakan penggunaannya.

Misalnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Ilustrasi Ponsel Black Market
Ilustrasi Ponsel Black Market (kompas.com)

Pasalnya, melalui video conference, orang bisa mengajarkan ajaran radikal kepada pengikutnya melalui kelas online tanpa harus bertatap muka, dengan peserta dari berbagai penjuru daerah di Tanah Air.

Menanggapi fenomena itu, Wakil Direktur Eksekutif International Conference of Islamic Scholars (ICIS) KH Khariri Makmun Lc, MA mengatakan, untuk mewaspadai adanya kelas-kelas online radikalisme yang tumbuh di masa teknologi informasi dan komunikasi kini.

Untuk mencegah penyebaran paham radikal terorisme, kata Khariri Makmun, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) perlu untuk mengawasi pergerakan kelompok radikal di media online.

"Karena sekarang dengan adanya aplikasi seperti zoom, mereka bisa saja membuat kelas-kelas online untuk menyebarkan pemahaman mereka dan saya kira itu perlu diwaspadai juga oleh BNPT,” kata Khariri Makmun dalam keterangan tertulis yang diterima Jumat (26/6/2020) malam.

Hal ini mengingat pesatnya perkembangan teknologi yang semakin memudahkan dalam melakukan komunikasi dan penyebaran informasi.

Menurut Alumni Universitas Al-Azhar Kairo itu bahwa dulu mereka atau kelompok-kelompok radikal belajar lewat internet masih sendiri melalui google maka kini sudah dapat menggunakan guru melalui kelas online.

Khariri Makmun mengatakan, kalau pertama mereka masih baca sendiri, di doktrin melalui tulisan. Nah, kalau sekarang didoktrin melalui pengajaran dan itu jarak jauh, itu tentunya selangkah lebih maju.

"Jadi perlu kita waspadai munculnya generasi kelompok radikal yang hasil dari didikan doktrinasi jarak jauh melalui kelas online itu,” ujar Khariri Makmun.

Sementara itu, pria yang meraih gelar Master dari Universitas Ulum Islamiyah Wal Arabiyah Damaskus, Syria, ini pun menyampaikan bahwa perlunya moderasi beragama untuk memberi ruang kepada orang lain yang berbeda agama atau berbeda paham dengan kita.

“Dengan berpikir moderat, kita akan memberi ruang kepada orang lain untuk berbeda dengan kita. Kalau mereka yang radikal itu dia tidak memberi ruang bagi orang lain untuk berbeda dengan dia. Sehingga siapapun yang berbeda dengan dia dianggap sesat,” ujarnya

Oleh karena itu pria yang juga menjadi Direktur Rahmi (Rahmatan Lil Alamin) Center tersebut mendorong kepada pemerintah untuk terus mengerahkan upaya lebih dalam mencegah penyebaran paham radikal terorisme di tengah kemajuan teknologi.

Selain itu, Menurut pria yang pernah menjadi Rais Syuriah NU di Jepang pada tahun 2004-2006 ini bahwa ketika seseorang bisa memahami agamanya dengan baik, maka secara otomatis orang tersebut akan bisa menerima Pancasila itu dengan benar.

Hal itu mengingat nilai-nilai Pancasila selaras dengan ajaran Islam.

“Yang terjadi sekarang kan dalam memahami ajaran agama saja mereka banyak memiliki permasalahan dalam memahaminya, sehingga ketika agama disandingkan dalam konteks bernegara dan berpolitik ada miss, ada sesuatu yang hilang dari pemahaman mereka. Inilah kemudian yang memunculkan bibit intoleransi, radikalisme seperti yang terjadi sekarang ini,” katanya menjelaskan.

Itulah kenapa menurut Khariri, agama dan Pancasila ini selalu dibenturkan. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman keagamaan.

Untuk itu perlu bagi para tokoh agama atau para ulama-ulama moderat untuk memberikan pemahaman yang benar.

Pancasila selaras dengan Islam

Sementara itu, Wakil Direktur Eksekutif International Conference of Islamic Scholars (ICIS) KH Khariri Makmun Lc, MA mengatakan bahwa sesungguhnya di dalam dasar negara Pancasila tercermin nilai-nilai agama, khususnya agama Islam, sehingga tidak seharusnya terjadi benturan antar-keduanya.

KH Khariri Makmun Lc dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat malam, menjelaskan di dalam sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan cermin dari tauhid (Tuhan yang Esa).

Kemudian sila kemanusiaan yang adil dan beradab di dalam Islam berarti al-insaniyah.

Kemudian sila persatuan Indonesia yang di dalam Al Qur’an disebut wa'tasimu bihablillahi jami'an wala tafarraqu yang artinya kita bersatu jangan tercerai berai.

Lalu sila keempat itu permusyawaratan perwakilan atau as-syura yang dalam Al Quran itu artinya Musyawarah. Dan sila keadilan sosial adalah al-adalah yang artinya keadilan.

Dengan adanya penjelasan yang tercermin di dalam Al Quran tersebut maka Khariri menuturkan bahwa rumusan-rumusan Pancasila itu sudah selaras dengan maqashidu asy-shyariah atau tujuan-tujuan agama.

“Yang tentunya kalau orang bisa memahami agama itu dengan benar, tentu tidak akan ada tuduhan antara Pancasila dengan agama atau dengan Al Qur’an itu sendiri,” tutur Alumni Universitas Al-Azhar Kairo tersebut.

Selain itu menurut pria yang pernah menjadi Rais Syuriah NU di Jepang pada tahun 2004-2006 ini juga menyampaikan bahwa ketika seseorang bisa memahami agamanya dengan baik, maka secara otomatis orang tersebut akan bisa menerima Pancasila itu dengan benar.

Khariri Makmun mengatakan, yang terjadi sekarang dalam memahami ajaran agama saja mereka banyak memiliki permasalahan dalam memahaminya.

Sehingga ketika agama disandingkan dalam konteks bernegara dan berpolitik ada miss, ada sesuatu yang hilang dari pemahaman mereka.

"Inilah kemudian yang memunculkan bibit intoleransi, radikalisme seperti yang terjadi sekarang ini,” kata Khariri Makmun menjelaskan.

Itulah kenapa menurut Khariri, agama dan Pancasila ini selalu dibenturkan. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman keagamaan.

Untuk itu perlu bagi para tokoh agama atau para ulama-ulama moderat untuk memberikan pemahaman yang benar.

Pria yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Algebra International Boarding School, Bogor ini pun menjelaskan bahwa cara untuk mengatasi ini adalah harus sering-sering mengajak mereka berdialog.

Selain itu juga perlu adanya tokoh-tokoh yang bisa menjelaskan secara runut kepada kelompok-kelompok tersebut. (*)

 Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Waspadai Kelas-kelas Online Radikalisme Lewat Aplikasi Video Conference, Ini Saran ICIS kepada BNPT, https://wartakota.tribunnews.com/2020/06/27/waspadai-kelas-kelas-online-radikalisme-lewat-aplikasi-video-conference-ini-saran-icis-kepada-bnpt?

Subscribe Youtube Channel Tribun Manado:

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved