Irfan Setiaputra: Recovery Garuda 100 Persen Tantangan Buat Saya
Baru saja dilantik menjadi Direktur Utama Garuda Indonesia menggantikan Ari Ashkara sejak Januari 2020 lalu, Irfan Setiaputra
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA – Baru saja dilantik menjadi Direktur Utama Garuda Indonesia menggantikan Ari Ashkara sejak Januari 2020 lalu, Irfan Setiaputra langsung menghadapi tantangan pandemic covid-19. Perseroan yang dipimpinnya mengalami penurunan pendapatan hingga 90 persen sejak ada pandemi. Bahkan, 70 persen pesawat terbang milik maskapai pelat merah tersebut dikandangkan.
• Anggaran Pilkada 2020 Rp 4,77 T: Gugus Tugas Covid-19 Ingatkan 40 Daerah Zona Merah
Mengenakan kemeja batik berwarna hitam dengan corak biru dan putih, Irfan di awal pertemuan special interview dengan Tribun sempat mengenang saat pertama kali duduk sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia.
Kala itu ia bisa melihat arus lalu lintas penerbangan super sibuk dari kantornya. Ia bisa memandangi pesawat Garuda Indonesia jenis Boeing 737 dan 777 berseliweran di langit Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
"Dari kaca ini saya bisa melihat pesawat sibuk. Sekarang hanya awan yang menghampar biru. Dulu saya bisa lihat pesawat bolak balik, sampai lihat dan mengira itu pesawat tabrakan enggak ya, karena saking sibuknya," ujar Irfan seraya menunjuk kaca di ruangan kepada Tribun Network, Kamis (11/6).
Kondisi itu berlangsung sebelum adanya pandemi covid-19. Terutama sebelum kasus pertama kali muncul di Indonesia pada 2 Maret 2020. Sepekan setelah itu, covid-19 mengubah segalanya. Termasuk di industri penerbangan. "Seminggu setelah itu drop menakjubkan sampai pada level tinggal 10 persen," tutur Irfan.
• Kookmin Bank Korea Caplok 51 Persen Saham Bukopin
"Saya tidak lagi melihat banyaknya pesawat yang terbang dari sini," sambungnya. Di titik ini, awal mula Irfan menerima tantangan sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia, yang disebutnya sebagai salah satu 'wajah pertama' Indonesia sebelum turis mancanegara memasuki nusantara.
Berikut ini petikan wawancara Tribun dengan Irfan Setiaputra:
Seperti apa kondisi yang dihadapi Garuda saat ini ? Pesawat berapa yang digrounded berapa persen jumlahnya?
Awal-awalnya kita mencoba tidak terlalu tegas karena apa yang terjadi di industri ini memang menakjubkan. Sebuah industri yang diramalkan growth exponential itu tiba-tiba dalam waktu seminggu setelah ditemukan ada penderita covid-19 di Indonesia langsung drop menakjubkan sampai di level tinggal 10 persen.
Industri ini uniknya ada beberapa hal, basisnya adalah mobilitas. Dan ketika kebutuhan mobilitas dari waktu ke waktu, generasi ke generasi meningkat dan didorong beberapa hal, yang sebenarnya tidak ada kaitan.
Seperti menjamurnya Instagram, itu membuat orang ingin bepergian. Apalagi ada begitu banyak opsi hari ini. Tahun 70an ketika Anda ingin ke Singapura "kapan ingin ke Singapura? Minggu depan hari Jumat". Kalau hari ini tidak ada pertanyaan atau ada jawaban, kapan ke Singapura?
"Nanti sore, nanti malam". Ada puluhan penerbangan dari Jakarta ke Singapura. Pertama mobilitas itu ketika menjadi sebuah gaung bahwa virus ini tersebar karena pergerakan dan disarankan stay at home, work from home, di mana rekan-rekan kita pada di rumah. Itu sebuah tanda yang sangat jelas bahwa mobilisasi adalah sebuah perbuatan yang mendekati perbuatan tak beradab.
Membuat industri penerbangan ini menghadapi kondisi seperti apa?
Ya otomatis semua industri yang terlibat dalam mobilisasi ini menjadi terpukul habis. Kalau airlines ini jadi sangat unik. Pesawat itu harganya bukan ratusan juta 1 unit. Kalau Anda punya perusahaan sewa mobil, Anda punya 10 ya Anda bisa jual bebas.
Kalau pesawat Anda tidak bisa jual bebas. Anda bisa jual rugi. Kalau pesawat mungkin ini menjadi challenge. Ini beda dengan kasus 98, beda di mana Indonesia terkena impact, tapi seluruh dunia tidak terkena impact.
• Usulan Evaluasi UU Pemilu: Ratusan Penyelenggara Pemilu Meninggal Dunia