Keluarga Floyd Pimpin Pawai di Washington
Semua jaringan televisi di Amerika Serikat , Rabu (10/6) waktu setempat, menyairkan secara langsung upacara pemakaman George Floyd
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, HOUSTON - Semua jaringan televisi di Amerika Serikat , Rabu (10/6) waktu setempat, menyairkan secara langsung upacara pemakaman George Floyd (46), pria kulit hitam yang kematiannya memicu demo besr-besaran di seantero Negeri Paman Sam itu dan sejumlah kota di Eropa.
• Debat Kandidat Tanpa Suporter: PKPU Tahapan Pilkada Tunggu Diundangkan
Pemakaman di Kota Houston, Negara Bagian Texas, tersebut dihadiri oleh anggota keluarga, tokoh, serta politisi. Kata-katanya saat Floyd sekarat, “Saya tidak bisa bernafas,” telah menjadi seruan bagi jutaan pengunjuk rasa di seluruh dunia.
Para pengunjukrasa tidak gentar oleh pandemi virus corona, menuntut keadilan bagi Floyd dan mengakhiri penganiayaan terhadap minoritas oleh penegak hukum AS.
"Aku bisa bernafas. Dan selama aku bernafas, keadilan akan ditegakkan," kata keponakan George Floyd, Brooke Williams dalam pidato saat pemakaman Floyd yang mendapat tepuk tangan meriah dari para pelayat di dalam Gereja Fountain of Praise di Houston.
"Ini bukan hanya pembunuhan tetapi kejahatan rasial," katanya. Williams, seorang dari beberapa kerabat dan teman, yang berpakaian serba putih, mengingat Floyd sebagai kepribadian penuh kasih. Saudara laki-laki Floyd, Filonise, yang terisak dalam kesedihan, memberi tahu para pelayat, "George adalah sosok manusia super bagi saya."
Pendeta sekaligus aktivis hak asasi manusia, Al Sharpton, menyebut Floyd seorang laki-laki biasa yang meninggalkan warisan besar. "Tuhan mengambil Floyd dan menjadikannya landasan dari sebuah gerakan yang akan mengubah seluruh dunia," kata Sharpton.
Dia menambahkan keluarga Floyd akan memimpin pawai di Washington pada 28 Agustus untuk menandai peringatan pidato "I Have a Dream" yang dilontarkan pemimpin hak-hak sipil Martin Luther King Jr pada tahun 1963.

• Soal Penyiaran Berbasis Internet, Pakar Teknologi Informasi: Harusnya Tunduk Pada Legislasi
Sekira 2.500 orang menghadiri pemakaman George Floyd. Bendera Amerika berjejer di jalanan di luar gereja. Bunga dan karangan bunga ditempatkan di sekitar foto Floyd. Gubernur Texas Greg Abbott menyebut kematian Floyd sebagai tragedi paling mengerikan yang pernah dilihatnya.
Floyd tewas setelah lehernya ditekan menggunakan lutut oleh polisi Minneapolis bernama Derek Chauvin. Teknik melumpuhkan orang tersebut dikenal dengan istilah chokehold. Kepolisian di sejumlah negara telah meninggalkan teknik chokehold tersebut.
Teknik ini telah menjadi topik kontroversi selama bertahun-tahun, terutama setelah kematian Eric Garner pada 2014. Istilah chokehold sering digunakan dalam wacana arus utama untuk merujuk pada leher, tetapi polisi umumnya mengkategorikan penekanan leher dalam dua cara yaitu cekikan dan penekanan.
Strangehold dimaksudkan untuk memotong aliran darah ke otak dan membuat subjek tidak sadar untuk sementara waktu. Chokehold membatasi pernapasan dengan memberikan tekanan pada batang tenggorokan.
Petugas penegak hukum mengatakan teknik ini digunakan untuk mendapatkan kontrol dari subyek yang agresif atau menentang. Beberapa kepolisian menyatakan mereka hanya boleh melakukan teknis itu sebagai upaya terakhir, ketika petugas meyakini subjek tersebut mengancam keselamatan mereka dan orang lain.
• Sektor Pendidikan Akan Menjadi yang Paling Terakhir Dibuka Saat New Normal
Tetapi seperti yang ditunjukkan oleh kasus Floyd, Garner dan yang lainnya, teknik chokehold berpotensi menimbulkan kesalahan besar, terkandang bahkan membawa kematian. (cnn/feb)