Update Virus Corona Dunia
Siapa Pemilik Hak Virus Corona? Ecclestone-Turner: Mereka Berasal dari Negara Kaya
Sejak itu pula, pecah perang propaganda terkait riset vaksin dan obat virus corona berkobar, dipicu oleh politik presiden AS, Donald Trump.
TRIBUNMANADO.CO.ID, - Hingga saat ini virus corona (Covid-19) masih terus menyebar di belahan dunia.
Bahkan virus yang awalnya mewabah di Wuhan, China ini terus memakan korban seiring berjalannya waktu, korbannya tak sedikit.
Berdasarkan informasi yang ada, virus corona jenis baru SARS-Cov-2 sejauh ini sudah menginfeksi lebih dari 6,5 juta orang di seluruh dunia.
Kini sudah sebih dari 388.000 penderita Covid-19 meninggal Dunia.
Cina, negara di mana virus corona jenis baru muncul akhir tahun 2019, membagikan data sekuens virus (GSD) kepada Organisasi Kesehatan Dunia WHO awal Januari lalu.
Langkah Cina ini memungkinkan laboratorium di seluruh dunia mulai mengembangkan perangkat tes, obat-obatan dan vaksinnya.
Sejak itu pula, pecah perang propaganda terkait riset vaksin dan obat virus corona berkobar, dipicu oleh politik presiden AS, Donald Trump.
Dilaporkan, pemerintah di Washington ingin mengangkangi potensi vaksin corona, yang sedang dikembangkan oleh sebuah perusahaan di Jerman di awal pandemi Covid-19.

Siapa pemilik hak virus dan produknya?
"Sistem hukum internasional mendorong negara-negara untuk meneliti virus, sebagai sumber daya berdaulat yang bisa ditawarkan atau dipertukarkan dengan imbalan produk masa depan seperti vaksin“, tegas Mark Ecclestone-Turner, salah satu penulis makalah mengenai isu kedulatan atas virus kepada Thomson Reuters Foundation.
Dosen di Keele University di Inggris itu menyebutkan, secara moral adalah salah, jika berpikir seseorang punya klaim lebih kuat atas sebuah vaksin, karena mereka berasal dari negara kaya. “Kita harus keluar dari model lawas, mereka yang meneliti virus dan mengembangkan produk kesehatannya, adalah pemilik sumber daya itu“, papar Ecclestone-Turner.
Dia menambahkan, kita harus memandang virus dan produknya sebagai milik publik.
Dimana semua orang di dunia punya klaim serta akses yang sama pada organisme maupun produknya.
Jalan buntu legalitas keragaman hayati
Sengketa terkait kewajiban membagi data, sampel virus serta akses vaksinnya merebak di saat krisis AIDS tahun 80-an dan wabah Ebola baru-baru ini.
Indonesia pada tahun 2007 bahkan menghentikan membagikan sampel varian virus flu burung H5N1, karena mengkhawatirkan negara-negara kaya akan mengangkangi vaksin yang dikembangkan dari strain tersebut, dan menjualnya dengan harga mahal ke negara miskin.
Pemerintah Indonesia baru bersedia membagikan sampel strain virus H5N1 setelah WHO memberikan jaminan akan membantu mendorong produksi vaksinnya di negara miskin. Namun harus diakui, sengketa itu menegaskan kembali tantangan yang tetap ada, terkait kebijakan membagi data ilmiah dan sampel bologis.