Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

News

Petani Cengkih Inginkan Harga Stabil

Usia ketika Cengkih belajar untuk berbuah sekitar 7 tahun lebih, namun jangka waktu pohon akan bertahan hingga puluhan tahun.

Editor: Maickel Karundeng
maickel karundeng/tribun manado
Pohon Cengkih di Perkebunan Minahasa. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, TONDANO - Cengkih masih menjadi daya tarik sebagian petani yang ada di Kabupaten Minahasa.

Sejak dulu, tanaman cengkih sudah menghiasi perkebunan yang ada di Minahasa.

Ribuan atau bahkan puluhan ribu petani tetap mengandalkan Cengkih sebagai investasi jangka panjang.

Usia ketika Cengkih belajar untuk berbuah sekitar 7 tahun lebih, namun jangka waktu pohon akan bertahan hingga puluhan tahun.

Biasanya hampir setiap tahun sekali atau 2 tahun sekali mengikuti cuaca, pohon cengkih akan memberikan hasil kepada para petani.

Kendala yang dihadapi para petani antara lain harga yang turun ketika musim panen tiba dan biaya perawatan cukup besar.

Servie Jane satu di antara petani Cengkih asal Tondano mengaku sejak puluhan tahun sudah berkebun cengkih.

Kalau suka dukanya sudah pasti sangat banyak. 

Jatuh bangun harga cengkeh ditandai dengan melaratnya kehidupan petani memasuki dekade 1990-an, ketika pemerintah melakukan intervensi kebijakan harga dan pembelian yang dikenal dengan tata niaga cengkeh.

Cengkeh impor masuk bebas dengan tujuan ekonomi pengusaha.

Tahun 1992, harga beli cengkeh di kalangan petani sebesar Rp 7.500. Harga itu sudah termasuk dana penyertaan masyarakat sebesar Rp 2.000 dan dana simpanan wajib khusus petani Rp 1.500.

Jadi, petani hanya memperoleh harga Rp 4.000. Akan tetapi, yang terjadi, pembelian di tingkat petani hanya Rp 2.500 per kilogram.

Dosen antropologi Universitas Sam Ratulangi, Albert Kusen, menyebutkan, kebijakan tata niaga ini mengubah pola hidup dan perilaku masyarakat Minahasa. Kebijakan itu dinilai ekstrem karena telah menikam martabat masyarakat dari berpendidikan menjadi pengangguran.

”Banyak anak-anak tidak sekolah. Kebun cengkeh ditebang dan dijadikan kayu bakar yang dinilai lebih menguntungkan,” ujarnya.

Beruntung ketika Soeharto lengser, diikuti dengan pembubaran Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC), Presiden Abdurrahman Wahid melakukan kebijakan drastis menahan laju impor. Kebijakan itu membuat harga cengkeh pun melambung tinggi, mencapai Rp 70.000 per kilogram, ketika itu harga emas sekitar Rp 80.000 gram.

Presiden Abdurrahman Wahid saat berkuasa tahun 1999-2001 dikenang sebagai pahlawan oleh petani cengkeh Minahasa. Harga cengkeh, yang terpuruk hingga Rp 2.000 kilogram pada era BPPC tahun 1979, tahun 2001 secara mendadak melonjak. Sebab, dengan menjual 1 kilogram cengkeh, petani mampu membeli 30-35 kilogram beras kualitas medium.

Perilaku petani cengkeh Sulut saat itu sudah berbeda jauh dengan perilaku petani pada 1970 hingga 1990-an yang cenderung konsumtif. Petani semakin cerdas mengatur pola konsumsi dan mengendalikan penjualan. Pada umumnya, petani tidak mau lagi mengulangi kesalahan masa lalu yang melakukan konsumsi jorjoran. (Sumber https://jelajah.kompas.id/jalur-rempah/baca/romantika-cengkeh-minahasa/)

Kembali dengan Bapak Servie, para petani merasakan hasil panen cengkih pada saat Presiden Gusdur menjabat.

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved