Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Hari Lahir Pancasila

Desa 'Pancasila' Itu Ada di Bolmong

Bagi warga Desa Mopuya, Kabupaten Bolmong, Pancasila bukan sekedar hafalan atau ideologi yang hidup di dunia ide

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: David_Kusuma
TRIBUNMANADO/FINNEKE WOLAJAN
Rumah ibadah berdampingan di Warga Mopuya di Dumoga, Bolaang Mongondow 

TRIBUNMANADO.CO.ID,LOLAK - Bagi warga Desa Mopuya, Kabupaten Bolmong, Pancasila bukan sekedar hafalan atau ideologi yang hidup di dunia ide.

Pancasila bagi mereka adalah living ideologi, yang hidup di tengah- tengah masyarakat.
Tak percaya? Datang saja ke sana.

Mula mula anda akan terkejut ketika melihat Masjid, Gereja dan Pura bersisian. Lebih terkejut lagi mendengar kesaksian para pemuka agama di sana.

Saat ibadah di gereja tercium bau dupa sembari itu menggema pula suara adzan.
Sampai sampai, begini idiom warga setempat.

"Ada humor sampai sampai Tuhan pun bingung mau dengar yang mana," kata Izal seorang warga.

Ini Rincian 52 Orang di Sulut Dinyatakan Sembuh Dari Covid-19

Desa Mopuya ditinggali oleh imigran dari Bali dan Jawa. Para imigran membawa agama Hindu
dan Kristen.

Sementara warga asli yang bersuku Mongondow menganut agama islam. Pembauran
terjadi secara manis. Sebuah konsensus untuk hidup damai dan toleran dengan tetap menjaga kepercayaan dan akidah masing masing menjadi konsensus generasi pertama warga Desa Mopuya yang beragama
Muslim, Kristen dan Hindu.

Bambang Triyanto Sekretaris BPJM Gereja Imanuel Mopuya membeber generasi pertama Mopuya menggunakan sebuah tempat sebagai tempat ibadah bagi tiga agama.
"Jadi kami ibadah bergantian," kata dia.

Kemudian warga mendirikan rumah ibadah dengan kesepakatan akan berdiri bersisian. Ini merupakan
cara bagi mereka untuk melestarikan toleransi.

Baru Dua Daerah di Sulut yang bisa Laksanakan New Normal

"Ini diwarisi hingga generasi sekarang," kata dia.

Saat Natal, beber dia, sesuatu yang jamak nampak di sana.
Gereja dipel umat Muslim. "Tenda pun dibangun umat Muslim, pecalang jaga gereja," kata dia.

I Ketut Kolak, pemuka agama Hindu mengatakan, saat nyepi, umat Kristen dan Islam membantu pecalang dalam penjagaan. Sebut dia, tradisi tersebut sudah setua usia desa itu dan terus dipelihara generasi selanjutnya.

"Kami tahunya sudah seperti ini," kata dia. Usai ibadah natal, beber dia, umat Islam dan Umat Hindu akan bertamu di rumah umat Kristen. Sang tuan rumah menyediakan makanan yang halal bagi para tamunya. "Kami seperti keluarga saja," kata dia.

Aldo Ratungalo: Belum Dapat Bantuan Jangan Malu Melapor

Beber Kolak, warga Hindu terpengaruh secara positif dengan tradisi pesiar natal dan idul fitri. Beberapa hari setelah nyepi, ia akan menyediakan jamuan bagi umat kristen dan islam yang datang bersilaturahmi.

Dikatakan Kolak, kerukunan di Mopuya juga ditunjang adanya ikatan kekeluargaan di antara warga. Sebutnya, warga sudah kawin mawin. Ada orang Bali yang sudah kawin lantas pindah agama dan sebaliknya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved