Update Virus Corona Indonesia
Alami Keterbatasan, Survei LIPI Menyatakan 41 Persen Perusahaan Hanya Mampu Bertahan Hingga Juli
Nuke menjelaskan, beradaptasi dengan Covid-19 bukan berarti mengabaikan salah satu faktor, baik protokol kesehatan maupun ekonomi.
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pandemi virus corona (Covid-19) juga berdampak buruk terhadap sektor perekonomian, khususnya keberlangsungan bisnis dan pekerjaan.
Per 20 April 2020, kementerian Ketenagakerjaan mencatat sebanyak 2.084.593 pekerja dari 116.370 perusahaan dirumahkan dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Hal ini disebabkan sejumlah perusahaan mengalami penurunan produksi, bahkan ada yang berhenti berproduksi.
"Ini semua akan berdampak secara masif terhadap permasalahan ekonomi Indonesia, selain itu juga pada persoalan yang terkait dengan kemiskinan," ungkap Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tri Nuke Pudjiastuti, seperti dikutip lipi.go.id, Rabu (20/5/2020) di Jakarta.
Nuke menjelaskan, beradaptasi dengan Covid-19 bukan berarti mengabaikan salah satu faktor, baik protokol kesehatan maupun ekonomi.
“Keduanya penting agar menjadikan kekuatan Indonesia tetap terjaga,” jelas dia.
Untuk mengetahui dampak pandemi Covid 19 terhadap tenaga kerja, LIPI bersama Badan Litbang Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan dan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia melakukan survei online.
Survei dilakukan selama periode 24 April sampai 2 Mei 2020 terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas, dengan jumlah responden yang terjaring sebanyak 2.160 responden yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.
“Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi riset yang dipresentasikan secara terbuka sebagai pertanggungjawaban terhadap publik, karena publik yang menjadi bagian penting dalam mengisi kuesioner ini,” kata Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Herry Jogaswara.
Hasil survei
Dari sisi pekerja, ada gelombang PHK tenaga kerja dan penurunan pendapatan akibat mandeknya kegiatan usaha di sebagian besar sektor bisnis.
Sebanyak 15,6 persen pekerja mengalami PHK dan 40 persen pekerja mengalami penurunan pendapatan, di antaranya 7 persen pendapatan buruh turun hingga 50 persen.
“Kondisi ini berpengaruh pada kelangsungan hidup pekerja serta keluarganya,” jelas Ngadi dari Pusat Penelitian Kependudukan LIPI.
Dia menjelaskan, dari sisi pengusaha, pandemi Covid-19 menyebabkan kegiatan usaha terhenti dan kemampuan bertahan pengusaha semakin rendah.
“Hasil survei mencatat 39,4 persen usaha terhenti, dan 57,1 persen usaha mengalami penurunan produksi. Hanya 3,5 persen yang tidak terdampak,” jelas Ngadi.
Kemampuan bertahan kalangan dunia usaha juga mengalami keterbatasan. Sebanyak 41 persen pengusaha hanya dapat bertahan kurang dari tiga bulan.
Artinya, pada bulan Agustus usaha mereka akan terhenti.
Sebanyak 24 persen pengusaha mampu bertahan selama 3-6 bulan, 11 persen mampu bertahan selama 6-12 bulan ke depan, serta 24 persen mampu bertahan lebih dari 12 bulan.
Sementara dampak Covid-19 pada usaha mandiri menyebabkan bisnis terhenti dan sebagian mengalami penurunan produksi.
Sebanyak 40 persen usaha mandiri terhenti kegiatan usahanya, dan 52 persen mengalami penurunan kegiatan produksi.
“Hal ini berdampak 35 persen usaha mandiri tanpa pendapatan dan 28 persen pendapatan menurun hingga 50 persen,” papar Ngadi.
Rekomendasi
Untuk sisi pekerja, tim survei merekomendasikan berbagai kebijakan dari pemerintah seperti bantuan sosial dan Kartu Prakerja harus dipastikan agar sampai kepada pengangguran dan orang yang mengalami penurunan pendapatan.
Selain itu, keselamatan jiwa tetap harus diutamakan hingga pandemi ini dapat berakhir meski roda ekonomi di beberapa sektor dapat dihidupkan kembali.
“Dalam jangka penjang work from home (WFH) masih bisa terus diberlakukan terutama sebelum pandemi Covid-19 berakhir,” ujar Ngadi.
Sementara untuk pelaku usaha, Nawawi dari Pusat Penelitian Kependudukan LIPI menjelaskan perlu penguatan terhadap kinerja pengawasan aturan ketenagakerjaan di tingkat daerah untuk menjamin efektivitas pemberian insentif keuangan yang diberikan pemerintah kepada perusahaan.
“Selain itu, perlu stimulus ekonomi melalui optimalisasi peran BUMN sebagai back-up role,” terang dia.
Nawawi juga menekankan pentingnya pengarusutamaan dialog sosial sebagai solusi menjembatani antara pemenuhan hak yang melekat pada pekerja khususnya di daerah kawasan industri.
“Jika dipilih opsi relaksasi kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), maka harus dilakukan secara bertahap dan selektif, dengan mengutamakan protokol kesehahan,” pungkas Nawawi.(*)
Artikel ini telah tayang di KONTAN dengan judul Survei LIPI: Sebanyak 41% pengusaha hanya mampu bertahan hingga Juli tahun ini.