Kenaikan Iuran BPJS
Tagar Rakyat Percaya Jokowi Jadi Trending Topic, Presiden Diserang Terkait Kenaikan Iuran BPJS
Sebagian menduga tagar tersebut dimainkan buzzer atau akun bayaran, namun fakta teratas memang dikeluarkan para pendukung setia mantan wali kota Solo.
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Di samping soal penanganan wabah virus corona, Presiden Jokowi juga diserang sejumlah pihak terkait Kenaikan iuran BPJS.
Kenaikan ini dinilai kurang tepat karena bersamaan dengan situasi pandemi virus corona/Covid-19.
Pasalnya, rakyat sedang terhimpit ekonomi.
Para pendukung setia Jokowi pun bersuara menahan gempuran tersebut.
Mereka menaikan tagar #RakyatPercayaJokowi dan kini berhasil menjadi trending twitter.

Sebagian menduga tagar tersebut dimainkan buzzer atau akun bayaran, namun fakta teratas memang
dikeluarkan para pendukung setia mantan wali kota Solo tersebut.
Berikut cuitan para pendukung setia Jokowi.
@03__nakula: Yuk kita naik kan tagar #RakyatPercayaJokowi. Tidak ada bayaran.
Tidak ada komando di group wa atau telegram.
Kita buktikan jika kita emang mendukung Jokowi tanpa pamrih.
@hamka_sutra: Kalau seandainya saya ikutan ngegaungkan #RakyatPercayaJokowi dibilang buzzer bayaran gak sih? Saya baru tau ada jenis-jenis buzzer. Dan setelah saya baca, saya hanya NGAKAK Wajah dengan air mata bahagiaWajah dengan air mata bahagia
@tjhinfar21: Buzzer itu identik dgn upah Jika tdk ada upah tidak bisa disebut buzzer , dan TIDAK ADA yg namanya buzzer ideologis , yg ada relawan medsos yg ikut mendukung tanpa pamrih
Karena kami merasa terpanggil Itu saja ...mari gaungkan #RakyatPercayaJokowi
@7int4Putih: Hati-hati Pak @prabowo. jangan begitu getol mendukung Presiden
@jokowi yang murni berjuang demi keselamatan bangsa dan negara. Nanti Bapak bisa dituduh sebagai Buzzer oleh barisan sakit hati #RakyatPercayaJokowi
@V_Stone_Kardol: Mereka adalah Segelintir orang yang sedang berusaha mendiskreditkan Pak Jokowi agar hilang Focus dalam penanganan Covid-19. Karena gw selalu optimis bahwa mayoritas #RakyatPercayaJokowi termasuk Kamu, Dia, Saya, dan kita semua yg meramaikan Tagar #RakyatPercayaJokowi
@SahabatSaber: Aku memilih presiden Jokowi setelah mempelajari program-programnya. Ada rasa tanggung jawab untuk mengawal program beliau hingga nanti tahun 2024, pak Jokowi menyerahkan mandat ke presiden berikutnya, aku turut berdiri dengan bangga.
#RakyatPercayaJokowi
@kangdin223: Berhubung lagi ada yg serius bahas persiapan 2024
Maka tak ada salahnya kalau Saat ini saya Menyatakan : #RakyatPercayaJokowi
Karena masih menjabat sebagai Presiden Dan sampai kapan Presiden adalah simbol Negara. Tanpa bayaran pun sy ikhlas dukung kebijakannya 'Merdeka'
@cumacumi16: Bahkan tdk ada sekat2 di dirinya & rakyatnya.
Apapun status rakyatnya. #RakyatPercayaJokowi
Kenaikan iuran BPJS
Sebelumnya Jokowi dikecam karena menaikan iuran BPJS diam-diam di tengah pandemi corona. Dan BPJS pun jadi trending.
Komisi IX DPR menilai pemerintah sedang memberikan contoh buruk dalam penegakan hukum di Indonesia.
Hal tersebut tercermin dari keputusan pemerintah yang kembali menaikkan Iuran BPJS Kesehatan.
Padahal sebelumnya dibatalkan Mahkamah Agung (MA).
"Pemerintah tidak memberikan contoh atau tauladan yang baik dalam penegakan hukum," tutur Wakil Ketua Komisi IX DPR Ansory Siregar kepada wartawan, Jakarta, Rabu (13/5/2020).
Ansory menilai, pemerintah tidak peka dengan situasi masyarakat yang sedang kesulitan ekonomi karena dilanda pandemi virus Covid-19.
"Di tengah-tengah kegembiraan masyarakat menyambut batalnya Kenaikan iuran BPJS Kesehatan, muncul berita kenaikan lagi, pemerintah tidak peka dan tidak peduli terhadap perasaan masyarakat," papar politikus PKS itu.
Ia pun meminta Presiden Joko Widodo untuk segera mencabut keputusan Kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Apalagi tidak terlebih dahulu berkonsultasi dengan Komisi IX DPR.
"Saya mengusulkan supaya Perpres Nomor 64 tahun 2020 tentang Kenaikan iuran BPJS Kesehatan, dicabut," paparnya.
Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Kenaikan ini tertuang di Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Pereturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34 itu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020).
Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000.

Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000. Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.
Padahal sebelumnya, MA melalui putusan perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil, menerima dan mengabulkan sebagian uji materi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang permohonannya diajukan KPCDI.
Pengusaha Mengaku Berat
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani memandang keputusan itu memberatkan masyarakat saat kondisi sekarang ada pandemi Covid-19.
"Sehingga memang dalam kondisi seperti ini perusahaan saja merasa sangat keberatan. Apalagi masyarakat umum gitu," ujarnya saat teleconference di Jakarta, Rabu (13/5/2020).
Menurutnya, pengusaha sebelumnya juga sudah mengajukan relaksasi untuk pembayaran iuran BPJS Kesehatan untuk karyawan, sehingga tidak makin memberatkan perusahaan.
"Dalam kondisi yang seperti ini saja sebetulnya dari perusahaan itu kan juga minta diberikan relaksasi. Kelonggaran untuk tidak membayar penuh," kata Hariyadi.
Hariyadi menambahkan, Kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu mengkhawatirkan karena masyarakat bisa tidak memiliki jaminan layanan kesehatan.
"Memang dinaikkan (iuran BPJS Kesehatan) itu yang kita khawatirkan, khususnya adalah untuk masyarakat umum yang bukan penerima upah."
"Artinya, mereka tidak bisa mendapatkan akses untuk manfaat pelayanan kesehatan, ini juga cukup serius," ujar Hariyadi Sukamdani.
Jokowi teken
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau peserta mandiri pada tahun 2021.
Keputusan itu tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Pada pasal 34 mengatur besaran Kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Bunyi pasal 34 poin B menyebutkan untuk tahun 2021 dan tahun berikutnya, iuran peserta mandiri kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 150 ribu.
Lalu, peserta iuran mandiri kelas II naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 100 ribu.
Sedangkan, peserta iuran peserta mandiri kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 35 ribu.
Perpres Nomor 64 Tahun 2020 menjelaskan ketentuan besaran iuran di atas mulai berlaku pada 1 Juli 2020.
Dalam Perpres tersebut, Jokowi juga resmi membatalkan Kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi peserta mandiri sebesar 100 persen yang berlaku mulai April 2020.
Dengan demikian, maka iuran BPJS yang naik sejak Januari 2020 menjadi Rp 42 ribu untuk kelas III kembali menjadi Rp 25.500, kelas II dari Rp 110 ribu menjadi Rp51 ribu, dan kelas I dari Rp 160 ribu menjadi Rp 80 ribu.
Hal itu tertuang dalam Pasal 34 ayat 7 dan 8.
Pembatalan kenaikan iuran itu merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Agung (MA).
Putusan MA diterima pemerintah pada 31 Maret 2020 berdasarkan surat dari Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor: 24/P.PTS/III/2020/7P/HUM/2020 tanggal 31 Maret 2020 perihal Pengiriman Putusan Perkara Hak Uji Materiil Reg. No. 7P/HUM/2020.
Sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01/2011 tentang Hak Uji Materiil, pemerintah mempunyai waktu paling lambat 90 hari untuk melaksanakan Putusan MA tersebut yang terhitung berakhir pada 29 Juni 2020.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menerima dan mengabulkan sebagian uji materi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Permohonan uji materi itu diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI).
Mereka merasa keberatan terhadap kenaikan iuran.
Kemudian, mereka menggugat ke MA dan meminta kenaikan itu dibatalkan.
Juru Bicara MA Hakim Agung Andi Samsan Nganro mengonfirmasi putusan tersebut.
"Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil."
"Kamis 27 Februari 2020 putus," kata dia, saat dihubungi, Senin (9/3/2020).
Persidangan dipimpin ketua majelis Supandi, dengan anggota Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi.
Pada putusannya, MA membatalkan Kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.
"Menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan."
"Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," begitu bunyi putusan tersebut.
Menurut MA, Pasal 34 ayat 1 dan 2 bertentangan dengan Pasal 23 A, Pasal 28H dan Pasal 34 UUD 1945.
Juga, bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 3 UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
"Bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial."
"Bertentangan dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 171 UU Kesehatan," bunyi putusan tersebut.
Pasal yang dinyatakan batal dan tidak berlaku berbunyi:
Pasal 34
(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a. Rp 42.OOO,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau
c. Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2O2O.
Dengan dibatalkannya pasal di atas, maka iuran BPJS kembali ke iuran semula, yaitu:
a. Sebesar Rp 25.500 untuk kelas 3
b. Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas 2
c. Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas 1.
Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan, pemerintah tidak bisa melawan putusan pengadilan terkait dibatalkannya Kenaikan iuran BPJS.
Ia menilai putusan Mahkamah Agung terhadap Judicial Review (JR) terkait iuran BPJS, bersifat final dan tidak bisa diajukan banding.
"Berbeda dengan gugatan perkara perdata atau pidana itu masih ada PK (Peninjauan Kembali) ya kalau sudah diputus oleh MA di Kasasi."
"Kalau judicial review itu sekali diputus final dan mengikat."
"Oleh sebab itu ya kita ikuti saja."
"Pemerintah kan tidak boleh melawan putusan pengadilan," kata Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (9/3/2020).
Sebelumnya, iuran BPJS Kesehatan naik per 1 Januari 2020 sebesar 100 persen dari tarif sebelumnya.
Kenaikan ini sesuai Peraturan Presiden (Perpres) 75/2019 tentang Perubahan atas Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 24 Oktober 2019.
Dalam peraturan yang ditandatangani Presiden Jokowi, disebutkan penyesuaian tarif iuran ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan kesinambungan program jaminan kesehatan.
Penjelasan mengenai Kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen terangkum dalam Pasal 34 Perpres Nomor 75 Tahun 2019.
Kenaikan iuran jaminan kesehatan nasional (JKN) tersebut untuk seluruh segmen peserta BPJS.
Berdasarkan Pasal 34 Perpres Nomor 75 Tahun 2019, Kenaikan iuran BPJS secara rinci menjadi:
Kelas III dari Rp 25.500 per bulan menjadi Rp 42.000
Kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000
Kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000
(Wartakotalive/Wito Karyono)
BERITA TERPOPULER :
• Gadis Yatim Piatu Ditemukan Tewas, Diduga Dibunuh Saat Sholat, Saat Ditemukan Masih Pakai Mukena
• Profesor Jepang Sebut Virus Corona Sangat Menakutkan, Akhir Tahun 2020 Muncul Lagi, Mengapa?
• Masih Ingat Surya Sahetapy? Terlahir Tuli, Putra Dewi Yull Ini Jadi Lulusan Terbaik di New York
TONTON JUGA :
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Jokowi Diserang Terkait Kenaikan iuran BPJS, Tagar Rakyat Percaya Jokowi Jadi Trending Topic