Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

PA 212 Desak Masjid Segera Dibuka: Pemerintah Jangan Bersikap Diskriminatif

Wacana relaksasi tempat ibadah yang digaungkan Menteri Agama Fachrul Razi didukung oleh Persaudaraan Alumni 212.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
surabaya.tribunnews.com/sofyan arif candra sakti
Menteri Agama, Fachrul Razi saat Ditemui di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, Kamis (13/2/2020) 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Wacana relaksasi tempat ibadah yang digaungkan Menteri Agama Fachrul Razi didukung oleh Persaudaraan Alumni 212. Menurut mereka jangan sampai ada diskriminasi saat pemerintah membuka akses bandara tetapi rumah ibadah tidak dibuka.

BPJS Kesehatan Naik Lagi, Pengusaha pun Merasa Keberatan

"Sebab kalau tidak ini bisa jadi bom waktu pembangkangan massal umat Islam karena merasa ada diskriminasi kebijakan," ujar Ketua Persaudaraan Alumni 212, Slamet Maarif, Rabu(13/5).

Ia pun berharap wacana tersebut bisa cepat direalisasikan dan dikomunikasikan dengan pihak terkait termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI). "Penerbangan buka, bandara buka, transportasi longgar, mal buka dan lainnya sementara tempat ibadah masih ditutup, ibadah diawasi, kacau ini. Hati-hati kalau menyangkut urusan agama ini sangat sensitif." ujar Slamet.

Untuk diketahui, Menag Fachrul Razi berencana membuka kembali rumah ibadah seperti masjid di tengah wabah virus corona. Masjid akan dibolehkan kembali dipakai untuk salat berjemaah.

Rencana itu akan diberlakukan saat kebanyakan daerah di Indonesia memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Namun usulan itu masih sebatas ide dan belum diajukan resmi kepada Presiden Jokowi. Rencana relaksasi di rumah ibadah bisa saja diajukan seiring pemberlakuan relaksasi untuk sektor lainnya saat masa pandemi.

Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruquthni angkat bicara perihal gagasan relaksasi tempat ibadah. Imam mengatakan seharusnya para pejabat negara dan anggota DPR untuk memikirkan risiko hingga paling kecil terlebih dahulu terkait rencana tersebut.

"Hendaknya para pejabat negara dan anggota DPR menimbang sampai resiko sekecil apapun jika ingin merelaksasi tempat berkumpulnya masyarakat publik, sebelum kondisi Covid-19 dinyatakan benar-benar telah hilang atau selesai," ujar Imam.

Imam juga menyinggung sosok yang berkompeten menyatakan relaksasi fasilitas umum adalah Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Karena hal tersebut, kata Imam, berhubungan dengan tanggung jawab institusional dan kompetensi posisional individual.

Apabila PSBB, kebijakan social, dan physical distancing, dinyatakan sebagai pola prinsipil dalam mencegah penularan Covid-19, maka institusi atau pejabat yang melanggar atau mengusulkan kebijakan tersendiri juga dapat dikenai sanksi administrasif atau hukum.

Buntut Perbudakan ABK di Kapal China: Bareskrim Bidik Perusahaan yang Berangkatkan ABK

"Terkait masjid, bukan hanya di Indonesia, bahkan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi pun saat ini ditutup untuk para pengunjung (zairin) jamaah umrah dan juga masyarakat domestik Saudi sendiri. Bahkan boleh jadi, karena menghindarkan bahaya penyebaran Covid-19, penyelenggaraan haji tahun ini ditiadakan," kata dia.

Oleh karena itu, Imam juga mengimbau agar Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo lebih intensif untuk berbicara kepada publik terkait sanksi bagi pihak yang mengusulkan kebijakan sendiri dengan resiko menyebarkan Covid-19.

"Kepala Gugus Tugas kiranya lebih intensif berbicara ke publik atau presiden untuk menyatakan secara pasti sanksi yang bisa diancamkan atas para pejabat, anggota DPR, pemerintah yang mengeluarkan kebijakan sendiri atau parsial dengan risiko penyebaran Covid-19," jelasnya.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol Masjid Istiqlal Abu Hurairah mengaku menyambut gembira jika memang relaksasi akan diberlakukan. "Kami di Istiqlal tentu menyambut gembira kalau memang ada relaksasi," ujar Abu.

Abu menegaskan dibuka atau tidaknya Masjid Istiqlal ke depannya sangat bergantung dengan situasi dan kondisi terkait penyebaran Covid-19.  Menurut Abu, pihaknya bisa membuka Masjid Istiqlal untuk masyarakat umum kembali asalkan pemerintah pusat dan provinsi bisa mengatasi penyebaran wabah Covid-19.

Namun apabila tak ada pihak yang mampu menjamin tak akan timbul masalah baru termasuk penyebaran Covid-19, maka Masjid Istiqlal tak akan dibuka. "Kalau penyebaran Covid-19 sudah bisa diatasi, maka kami bisa buka kembali Masjid Istiqlal untuk umum. Kami belum bisa buka kalau tidak ada pihak yang menjamin, takutnya timbul masalah baru lagi," jelasnya.

"Intinya kami butuh ada yang menjamin dan yang paling tau situasi dan keadaan kan pemerintah," imbuh Abu.

Seandainya Masjid Istiqlal memang akan dibuka nantinya, Abu memastikan pihaknya akan tetap mematuhi protokol kesehatan. Antara lain tetap menggunakan alat pelindung diri (APD) selama di masjid.

Sementara itu, Sekretaris Dewan Pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa Ismed Hasan Putro mengatakan sepakat perihal gagasan relaksasi masjid. Namun, dia sepakat apabila relaksasi diutamakan bagi masjid yang berada di pemukiman warga.

Muncul Kasus Baru, China dan Korsel Beda Gaya: Giliran Kota Jilin Alami Lockdown

"Jadi saya sepakat kalau relaksasi itu diutamakan untuk masjid-masjid di pemukiman di lingkungan yang terkontrol, oleh warga dan pengurusnya," ujar Ismed.

Ismed beralasan masjid di pemukiman masih dapat dikontrol siapa saja jemaah yang datang. Seperti ketika ada orang asing yang ingin menunaikan salat disitu, maka yang bersangkutan akan mendapat perlakuan khusus. "Ada perlakuan khusus, seperti tidak boleh salat di dalam, harus di luar, kemudian harus pakai masker dan ketentuan lainnya," kata dia.

Di sisi lain, Ismed menilai relaksasi akan sulit dilakukan kepada masjid terbuka, yang bersifat umum atau didatangi oleh jemaah dari berbagai lokasi. Dia mencontohkan Masjid Agung Sunda Kelapa, Masjid Istiqlal, ataupun Masjid Agung Al Azhar yang termasuk dalam masjid terbuka atau umum.

Menurutnya harus ada kehati-hatian untuk memutuskan apakah masjid seperti itu akan dibuka atau tidak. Jangan sampai relaksasi masjid, kata dia, justru menyebabkan adanya penyebaran Covid-19 yang masif.

"Ini yang mestinya menurut hemat saya harus tetap dilakukan pengawalan dan pengawasan yang ketat. Jangan sampai jamaah yang datang nanti menjadi faktor dominan dalam penyebaran virus yang berbahaya ini," kata dia.

"Pada masjid yang terbuka untuk umum, seperti Masjid Agung Sunda Kelapa, Masjid Istiqlal, dan Masjid Agung Al Azhar itu tetap harus ada pengawasan yang hati-hati untuk dibuka atau tidaknya.Yang jamaahnya itu tidak bisa dikontrol, tidak bisa diketahui datang dari mana dan perihal kesehatannya," ujarnya. (Tribun Network/dit/wly)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved