Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Bukan Bumbu Pelengkap, Ini 3 Manfaat Rempah Zaman Dulu, Termasuk Pengharum Mulut Bertemu Pejabat

Indonesia memilih rempah sangat beragam. Mulai dari lada, kayu manis, cengkeh, pala, jahe, hingga kapulaga

Editor: Finneke Wolajan
SHUTTERSTOCK/KRZYSZTOF STUSARCZYK
Ilustrasi beragam rempah 

2. Sebagai penambah cita rasa pedas dan penghangat

Jejak penggunaan rempah dalam kuliner Indonesia kuno terletak pada sebagian prasasti dan naskah yang tersebar di Pulau Jawa.

Menurut penelitian H.I.R. Hinzler dalam Eten en drinken in het Oude Java (2005), terdapat beberapa relif candi yang menunjukkan penggunaan rempah dalam seni boga kuno.

Kendati cengkeh dan pala merupakan rempah yang mungkin hampir selalu digunakan oleh banyak orang, tetapi keduanya tidak terlalu sering digunakan dalam kuliner Jawa kuno.

Rempah yang digunakan di antaranya adalah asem, jahe, bawang merah, bawang putih, cabai jawa, serai, dan daun salam.

Kemudian merica, lengkuas, kemiri, keluak, kapulaga, jinten, kencur, kunyit, dan kayu manis.

“Ini yang sering digunakan oleh leluhur Jawa kuno. Rempah juga dulu banyak digunakan sebagai bahan pemberi rasa pedas dan penghangat,” kata Fadly.

Penggunaan tersebut sudah ada sebelum tahun 1600-an. Periode tersebut disebut Fadly sebagai “era pra-sambal”.

Sebab, makanan yang ada pada saat itu didominasi oleh warna kuning dan bukan warna merah.

Rempah yang digunakan sebagai bumbu untuk menambah cita rasa pedas dan penghangat di antaranya adalah jahe, cabai jawa (piper retrofractum), lada, dan cabai (capsicum).

Dalam sebuah buku masak kuno Bali bernama Dharma Caruban, terdapat tiga olahan pedas yang dibuat menggunakan rempah.

Tiga olahan tersebut berbeda dan bahkan tidak disebutkan dalam naskah kuliner Jawa kuno.

“Seperti jahe, laos, kencur, dan ketumbar (untuk basa). Lalu ada bawang merah, bawang putih, lada, terasi, garam, kencur, dan gula (untuk sambel). Ada juga yang menggunakan cabai Jawa yang sekarang hanya digunakan untuk jamu oleh masyarakat Jawa kuno,” kata Fadly.

3. Alat barter dan afrodisiak

Dalam catatan Jan Huygen van Linschoten, Fadly menuturkan bahwa di Kepulauan Maluku dulunya cengkeh dijadikan sebagai alat barter.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved