Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Dampak Virus Corona

Stok Pangan Menipis Lantaran Covid-19, Warga di NTT Terpaksa Olah Ubi Beracun untuk Dimakan

Ondo ini memang menjadi pilihan terakhir bagi warga sebagai pengganti nasi karena jenis pangan lainnya sudah mulai menipis bahkan sudah habis.

Editor:
poskupang.Com/Gordi Donofan
Warga saat menggali Odo di hutan Waedoa Kecamatan Nangaroro Kabupaten Nagekeo, Kamis (7/5/2020). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, NAGEKEO - Warga Desa Woedoa, Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) terpaksa mengolah ubi beracun untuk dikonsumsi, demi bertahan hidup di tengah menipisnya stok pangan saat ini.

Diketahui warga desa tersebut mengonsumsi Ubi Gadung (Dioscorea Hispida) yang mengandung racun sianida.

Menurut informasi yang ada, warga setempat biasa menyebut ubi beracun tersebut dengan nama Odo atau Ondo.

Bahkan Ondo ini memang menjadi pilihan terakhir bagi warga sebagai pengganti nasi karena jenis pangan lainnya sudah mulai menipis bahkan sudah habis.

Warga Woedoa, Isabela Suwo (46) mengatakan hampir setiap tahun ia dan sang suami menggali Odo di hutan namun tidak banyak.

Tahun ini sangat kesulitan karena Covid-19 sehingga hampir setiap orang di Desa Woedoa menggali Odo dan mengolahnya menjadi makanan.

Menurut Isabela akibat pandemi Covid-19 warga kesulitan mendapatkan bahan makanan.

Pasar dan akses transportasi ditutup sehingga kesulitan menjual hasil bumi dan lainnya.

Padahal tahun sebelumnya warga bisa bertahan hidup dengan menjual hasil bumi seperti Jagung, Pisang, Sayur-Sayuran, Kelapa, Kemiri, dan lainnya di pasar.

Isabela mengatakan proses pengolahan Odo sangat lama dan harus benar-benar mengikuti langkah-langkah yang biasa dilakukan pada tahun sebelumnya.

Biasanya mengolah Odo memakan waktu dua hingga tiga hari baru bisa dimakan dan jangan sampai salah mengolahnya.

"Kami gali di hutan. Setelah itu kami kupas kulit, iris harus tipis dan simpan di ember dan simpan garam. Rendam dengan garam dapur selama satu malam. Paginya baru angkat taruh di karung yang tipis baru rendam di air mengalir selama satu malam," ungkap Isabela, Kamis (7/5/2020).

Isabela mengatakan jika tidak mengolah Odo maka tidak bisa makan apa-apa yang jelas masyarakat akan mengalami kelaparan.

Odo menjadi salah satu pangan alternatif sebagai pengganti nasi.

"Setelah direndam dalam air mengalir selama satu malam, barulah diolah menjadi makanan. Bisa langsung dimasak atau dijemur terlebih dahulu baru bisa ditumbuk menjadi tepung sehingga bisa dikukus, atau olah dengan cara lain misalnya masak dan nanti campur dengan kelapa. Intinya harus melalui langkah-langkah yang baik sehingga racunnya hilang. Karena ubi ini beracun," ungkapnya.

Ia mengatakan jika Odo diolah asal-asal saja nanti bisa mabuk setelah mengonsumsinya.

"Bisa mabuk dan kalau mabuk nanti bisa tidak mau makan lagi, makanya olah baik-baik," ungkapnya.

Stok Pangan Menipis dan Sembako Mahal

Warga lainnya, Maksimus Sela (48) mengatakan akibat pandemi Covid-19 stok pangan masyarakat mulai menipis dan warga terpaksa menggali Odo untuk dijadikan bahan makanan.

Hasil bumi sulit dipasarkan dan harga Sembako mahal sehingga warga sangat kesulitan membeli. Apalagi uang tunai sangat sulit diperoleh karena hasil kebun tidak bisa dijual seperti sebelumnya.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved