Kabar Seleb
Ayah Duta Sheila on 7 Ternyata Keturunan Ulama Terkenal Kepercayaan Pangeran Diponegoro
Ayahnya merupakan , dosen bidang penyakit tanaman di UGM, yang berasal dari Sulawesi Utara
Ia juga menjadi wakil Diponegoro dalam perundingan penting dengan Belanda pada 29 Agustus 1827 di Klaten.
Dalam upaya diplomasinya, Kiai Mojo dengan tegas mengajukan sejumlah tuntutan.
Sejak bergabung dengan Diponegoro, Kiai Madja berhasil merekrut banyak tokoh berpengaruh, termasuk 88 orang kiai desa, 11 orang syekh, 18 orang pejabat urusan agama (penghulu, khatib, juru kunci, dan lain-lain), 15 orang guru mengaji, juga puluhan orang ulama dari Bagelen, Kedu, Mataram, Pajang, Madiun, Ponorogo, dan seterusnya, serta beberapa orang santri perempuan.
Setelah berjuang bersama selama sekitar tiga tahun, Kiai Madja mulai tidak sepaham ketika Pangeran Diponegoro mulai menggunakan cara-cara yang dianggapnya menyimpang dari Islam untuk menarik simpati rakyat demi menambah kekuatannya.
Diponegoro memakai sentimen budaya Jawa melalui konsep Ratu Adil atau juru selamat dalam kampanye merekrut pasukan.
Pada 12 November 1828, Kiai Mojo dan para pengikutnya disergap di daerah Mlangi, Sleman, dekat Sungai Bedog, kemudian dibawa ke Salatiga.
Dalam penahanannya, Kiai Mojo meminta agar para pengikutnya dibebaskan dan menerima apapun keputusan Belanda terhadap dirinya.
Belanda mengabulkan permintaan tersebut dan hanya menyisakan Kiai Madja beserta orang-orang dekatnya dan beberapa tokoh berpengaruh, sementara sebagian besar pengikutnya dilepaskan.
Baru pada 17 November 1828, Kyai Mojo beserta orang-orang yang masih menyertainya dikirim ke Batavia dan diputuskan akan diasingkan ke Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara.
Di tanah pembuangan, Kyai Mojo terus berdakwah hingga wafat pada 20 Desember 1849 di usianya yang ke 57 tahun.
Perang Jawa sendiri berakhir dua tahun setelah hengkangnya kubu Kiai Mojo dari pasukan Diponegoro.
Jawa Tondano
Semua pengikut Kiai Madja yang dibuang ke Tondano adalah laki-laki.
Mereka kemudian menikahi perempuan setempat.
Dari dua kebudayaan itu lahirlah Kampung Jawa Tondano.